6. Jarak Dekat

2.9K 359 23
                                        

Jangan lupa vote komen 💕
Happy reading~

***

Malam telah berlalu, pagi pun sudah kembali. Jam sudah menunjukkan pukul 04.10 wib. Rangga berjalan seraya menutup matanya, meski masih terasa mengantuk tapi dia harus segera bangun untuk memenuhi kewajibannya. Kaki jenjang yang menggunakan celana kolor hitam melangkah menuju kamar mandi. 

"Ini Jakarta tumben banget dingin," gumamnya seraya mendorong pintu kamar mandi lalu segera menutupnya untuk segera mandi. 

Setelah beberapa saat, Rangga keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Dia melangkahkan kakinya seraya mengusak-usak rambutnya yang basah dengan handuk. Di lorong yang cukup gelap, bibirnya terus menggumamkan sholawat. Langkahnya terhenti di depan pintu saat ponsel yang ada disakunya berdering. Tangan panjangnya meraih ponsel untuk melihat siapa yang menghubunginya di pagi buta seperti ini. 

Pria berbadan kecil itu mengerutkan keningnya saat melihat nama yang terpampang pada layar benda pipih pintarnya. Dia menghela nafas panjang seraya menoleh ke sana kemari. Setelah itu dia segera menjawab dan menempelkan ponsel di telinga. Rangga terdiam sesaat saat mendengar gumaman orang di seberang sana.

"Lalu bagaimana dengan uangku?" bisik Rangga dengan sangat lirih lalu terdiam mendengarkan ucapan seseorang di seberang. 

Dia berbalik lalu melangkah mendekati jendela, wajahnya tampak sangat serius dan kesal. "Jangan coba-coba menipu—" Ucapannya terhenti saat ada yang menepuk bahunya.

Rangga terdiam lalu menoleh. "Bang Guntur," ucapnya, kemudian segera memutuskan panggilan.

"Kenapa, Ngga?" Guntur mengucek-ucek matanya. 

"A-Aku?" Rangga menggenggam erat ponselnya. Entah kenapa dia merasa seperti terpojok karena ketahuan mencuri, padahal dia tidak melakukan itu. 

Guntur mengangguk. "Iya, kamu kenapa?" tanyanya lalu menutup mulutnya karena menguap.

"Nggak apa-apa, Bang," jawab Rangga seraya tersenyum menampilkan deretan giginya. 

Pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu mengangguk lalu kembali menguap. "Ya udah, sana bangunin yang lain. Terus ke mushola, azan," ucapnya kemudian pergi meninggalkan Rangga.

Rangga menghela nafas panjang lalu memegang dadanya. Dia sendiri juga tidak tahu kenapa merasa sangat terpojok tadi. 

"Kenapa, lo?"

Rangga kembali dibuat terkejut dengan kedatangan Hilal yang tiba-tiba berada di belakangnya. Dia bahkan sampai sedikit menunduk karena sangat terkejut dan membuat dadanya sedikit nyeri. 

"Kaya abis ketahuan maling aja." Hilal menggelengkan kepalanya lalu berjalan melenggang menuju kamar tanpa menuntut penjelasan dari temannya.

Sedangkan Rangga hanya terdiam, antara terkejut dan merasa heran dengan Hilal. Dari mana saja Hilal jam segini baru pulang? Tanyanya dalam hati. Untuk mengobati rasa penasarannya, Rangga mengekori Hilal masuk ke kamar. 

Rangga menghentikan langkahnya di sebelah Hilal, karena kebetulan lemari mereka berdampingan. "Dari mana, Lal?" tanyanya seraya menelisik wajah temannya yang sedikit berbeda. Ada beberapa luka lebam di wajah Hilal. 

"Biasa." Hilal melepas hoodienya lalu segera menggantungnya di lemari.

Pria keturunan jawa itu mengerutkan keningnya. "Tanding lagi?" tebaknya, tapi dia tidak mendapat jawaban, dan justru Hilal berbalik setelah mengambil handuk. Karena merasa belum puas dengan jawaban rekannya, Rangga menahan tangan Hilal. "Muka lo kenapa?!" tanyanya. 

Kesatria Geni [NCT DREAM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang