"Kenapa... semua ini terjadi..." Gempa menangis sesenggukan, betapa situasi sunyi di ruang tengah itu membuatnya semakin melankolis. Beberapa menit yang lalu ia masih bersama sang kakak, namun sekarang, ia sendirian. Untuk suatu alasan, ia memiliki trauma yang mendalam tentang menjadi sendirian.
Matanya tak sengaja menangkap bingkai foto yang bersandar pada penyangganya di meja hias, hatinya sesak melihat indahnya kehangatan dibalik foto tersebut yang sekarang benar-benar hilang, lenyap, dan tak terulang lagi. "Foto ini... diambil pas kita lagi piknik ya bang Hali, Ufan..." Ucap Gempa dengan lirih, tangan kanannya meraih foto cetak berbingkai itu. "Aku seneng banget waktu itu, kita akhirnya bisa kumpul lagi, gak nyangka aja hehehe."
"Di foto ini..."
.
.
.
.
.[Kilas balik dimulai]
"Kita baru duduk disini lima menit loh udah abis aja ni makanan yang dibawa, rakus bener lo, Fan... Fan..." Ujar Halilintar yang tak kebagian jatah makanan, lebih tepatnya hanya sedikit karena bagian miliknya dicomot oleh Taufan. "Abisnya masakan Gempa enak, top markotop!" Jawab Taufan dengan mulut yang masih dipenuhi makanan.
Mereka– Halilintar, Taufan, dan Gempa sedang berpiknik yang lokasinya tak jauh dari rumah Tok Aba, mengingat beberapa meter dari tempat yang mereka tinggali terdapat sebuah taman dengan pepohonan tinggi yang daunnya cukup rimbun, cocok untuk mereka bersantai dibawahnya sambil bernaung tanpa merasai sinar matahari membakar kulit.
"Yaudah gak apa lah bang, nanti aku masak lagi aja di rumah. Kita santai-santai aja dulu disini, capek banget di rumah diawasin mulu sama Tok Aba sama satunya tuh." Balas Gempa yang mendesah penat, ia melepas topinya dan membaringkan tubuhnya tepat dibawah pohon sembari memandangi langit.
Halilintar menghela nafas, masih mencoba mengikhlaskan makanan miliknya kepada Taufan, meski berat, ia tak benar-benar rela.
"Jelek muka lo begitu bang." Ujar Taufan dengan nada mengolok dibarengi tatapan usil, untungnya Halilintar tak mudah meradang tapi raut wajah masamnya itu tak bisa berbohong.
"Udah, udah, pusing aku sama kalian tiap hari tengkaaar terus kerjaannya, bantuin aku gak pernah." Gempa yang sudah muak dengan keduanya, ia lebih memilih memejamkan mata untuk mendapat ketenangan, enggan meladeni. Taufan yang melihat itu, langsung buru-buru mengambil ponsel dari tasnya dan membuka aplikasi kamera.
CEKREK!
"YESS! Akhirnya bisa dapetin aib Gem Gem setelah sekian lama HHAHHAHAHAHAHA!" Ketawa jahat Taufan, namun setelah ia melihat foto yang barusan ditangkap, tak ada bagian aibnya sama sekali, Gempa terlihat sempurna disana. Taufan mengeluh kecewa, sementara dua lainnya tampak menahan tawa. "Gempa kan emang gak ada aibnya, angle mana aja dia cakep, lupa lo?" Ucap Halilintar membuat Taufan mengerucutkan bibirnya, ia merajuk.
Nasib baik, merajuknya Taufan tak lama seperti bagaimana Gempa yang merajuk. Hanya dalam hitungan beberapa detik, ia kembali ke settingan awal. "Aha! Bang Hali, coba baring di samping Gempa." Pinta Taufan dengan sedikit memaksa.
"Ngapain? Ogah dah gue, kotor. Lo juga Gem, kenapa baringannya gak di alas, lebar gini kok. Lagian Taufan gak makan tempat, dia makan makanan gue doang." Sewot Halilintar, diikuti cekikikan keduanya. Mereka menyukai ketika Halilintar mulai bersikap seperti itu.
"Loh bang, baringan disini enak loh, coba duluuu!" Paksa Gempa yang menarik Halilintar untuk berbaring di sampingnya. "Ayo lah bang! Pleeaaaseeee!" Sementara Taufan ikut mendorong Halilintar agar berbaring. Mau tak mau, Halilintar harus mau.
Saat Halilintar dan Gempa berbaring, Taufan menggantung tali berukuran cukup panjang yang entah ia temukan dari mana pada dahan pohon diatas mereka. "Ini tali buat apa digantung gitu, Fan?" Tanya Gempa.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 TEEN'S PLAY! [ALTER EGO]
Fanfiction"Berdikari berujung ngeri." . . . "Ini semua tentang kisahku bersama diriku sendiri, sendirian, namun berdiri dengan tujuh jati diri untuk menentang hari-hari yang semakin membenci, hingga saat ini." Boboiboy, diceritakan ia sebagai pemuda menyenang...