"Eh, siapa dia?"
.
.
.
.
.Dear Rescue Man,
Dokter Kai, aku menuliskan pengalaman ini pada jurnal halaman keenam, mari kita beri tajuk sebagai... 'Takdir.'
Kadang aku bingung, aku mencoba berpikir di luar kepalaku, menyangkutkan peristiwa ini pada hal mistis maupun ilmiah namun tak kunjung menemukan titik terang.
Semula aku menciptakan personifikasi yang serius dan pemarah bernama Halilintar hanya sebagai benteng pertahanan diriku yang mendapatkan ketidakadilan publik. Kemudian, percaya atau tidak, beberapa hari yang lalu aku mendapati kloningan diriku dengan kepribadian yang sangat bertolak belakang dengan Halilintar! Aku, dengan aku yang lain, yang ku katakan ini benar terjadi dan tolong letakkan pena itu, jangan mencatat apapun ketika anda sedang membaca jurnalku hingga ke bagian ini.
Oh ya, namanya Taufan. Awalnya... aku keberatan, aku tidak terima dengan kehadirannya. Namun, semenjak kami menghabiskan satu hari bersama, aku mulai menyadari sesuatu. Aku membutuhkan sosok Taufan untuk menyeimbangkan karakter Halilintarku, jadi ini berarti pertanda bagus, 'kan? Aku bisa mencari solusi sendiri untuk masalahku sekarang! Aku tidak butuh Dokter Kai lagi dan obat-obatan pahit itu.
Tapi tunggu dulu aku belum selesai! Aku sempat berpikir kalau aku akan berakhir dengan dua jati diri; Halilintar dan Taufan. Karena mereka... menurutku mereka sudah saling melengkapi. Namun anehnya, malam ini aku menemukan figur lain. Aku berasumsi penyebab ia muncul adalah... untuk membimbing mereka berdua yang begitu serampangan.
❈❈❈
"Itu dia! Gempa! Kalo dia marah, bakal gempa bumi!" Bisik Taufan dengan sedikit menyisipkan kedramatisan, ia bersembunyi dibalik Halilintar untuk menghindari menatap langsung sang pemuda pemilik iris cokelat kekuningan itu. Halilintar yang belum mengerti apapun, terdiam sejenak berusaha mencerna apa yang sedang terjadi sementara matanya mengedar pada pemuda yang kiranya bernama Gempa tersebut. 'Kloningan lagi?'"Nah kenapa dua-duanya senyap? Gak punya mulut buat ngomong?" Ucap Gempa dengan nada netral, wajahnya sama sekali tak menunjukkan keganasan yang kemudian membuat Halilintar menganggap remeh, ia berpikir bahwa Taufan hanya mendramatisasi saja perihalnya.
"Sorry to say tapi- lo siapa sih? Kok seenaknya masuk rumah orang." Tanya Halilintar begitu hambar, Taufan yang mendengar itu langsung membelalakkan kedua matanya lebar-lebar menatap Halilintar seolah sedang memberi tatapan 'Anjir berani bener dia! Gak ikut-ikutan deh kalo udah begini.'
Gempa menyilangkan kedua lengan di depan dadanya, senyuman yang terpatri menambah kesan creepy, ia datang mendekati Halilintar hingga berada tepat didepan pria serba hitam-merah itu. "Halilintar, mana mannernya? Gini kah seharusnya ngomong sama adek sendiri? Aku udah capek-capek seharian beberes rumah, abang pas datang malah bilang gitu gak ngehargain banget, sih." Gempa mulai mengomel. Sekarang, di tangan kanannya bahkan terdapat kemoceng yang ia ambil entah kapan dan dari mana. Ia menepuk-nepuk kemoceng tersebut pada telapak tangan kirinya seakan siap memukul sepersekian detik. "Abang kalo masih kayak gini mending cabut aja, sana, gak usah tinggal di rumah ini lagi."
Halilintar terkejut saat Gempa memarahinya, rasa takut yang sebelumnya tak pernah ia dapati dari seorang pun terutama yang lebih muda darinya kini menguasai diri. Halilintar menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil memandangi pemuda galak didepannya yang tampaknya masih berapi-api. "Duh- sorry... er, siapa tadi namanya?"
"... Nama adek sendiri gak inget juga? Parah, udah gak bisa ditolerir lagi ini."
Gempa buru-buru menarik lengan Halilintar tanpa rasa takut sedikitpun, ia menyeret pemuda itu keluar dari rumah diikuti oleh Taufan dibelakangnya sambil meneriakkan berbagai cheering line. "Go Gempa go! Kasih paham! Slebew!" Teriak Taufan sambil mengangkat kedua tangannya bersemangat dan cekikikan. Di waktu yang bersamaan, Halilintar mencoba berontak menyadari ia akan diusir dari rumah. "Loh kok gue yang diusir, harusnya gue yang usir lo. Lepasin!"
KAMU SEDANG MEMBACA
7 TEEN'S PLAY! [ALTER EGO]
Fanfiction"Berdikari berujung ngeri." . . . "Ini semua tentang kisahku bersama diriku sendiri, sendirian, namun berdiri dengan tujuh jati diri untuk menentang hari-hari yang semakin membenci, hingga saat ini." Boboiboy, diceritakan ia sebagai pemuda menyenang...