Gloria Victis 14 - Virgin

3.1K 141 86
                                    

Aarseth menahan kedua tangan Rebecca ke atas dengan satu tangan. Ukuran tangan yang kecil dapat mempermudah dirinya untuk menggenggam dan menahannya sekaligus.

"Tu-Tuan...?" Rebecca terlihat memelas seolah hampir menangis.

"Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Aarseth yang mendekatkan wajahnya begitu saja ke wajah Rebecca, posisi yang begitu dekat nyaris membuat mereka berciuman, Rebecca bahkan refleks menahan napasnya karena hal itu.

"A-Apa yang Tuan bicarakan?"

Aarseth menggertakkan rahangnya kuat, tatapannya berubah sedingin es di kutub, "Mengapa kau menghindari ku?"

Rebecca terkesiap mendapati pertanyaan itu, "Apa...? A-Aku tidak menghindari Tuan--"

"Berhenti berbohong."

DEG!

Genggaman tangan Aarseth pada tangan Rebecca semakin kuat, seolah-olah emosi mengalir melalui kata-kata yang diucapkannya pria itu.

"Semakin kau ingin menyembunyikannya, itu terlihat semakin jelas."

"U-Ukhh--! Sa-Sakit!" ringis Rebecca, "Tuan, tolong lepaskan tanganku."

"Apa karena seks yang kau lihat hari itu?"

Rebecca tersentak.

"Itu sebabnya kau menghindariku?" tanya Aarseth.

"Bu-Bukan! Tidak seperti itu!" elak Rebecca cepat.

"Apa masalahnya, bukankah s*ks adalah hal yang biasa?"

"Aku bilang bukan seperti itu, Tuan--"

"Kau juga pernah melakukannya, kan? Lalu apa masalahnya?!"

Rebecca terdiam.

***

"Kau juga pernah melakukannya, kan? Lalu apa masalahnya?!"

Setelah pertanyaan itu dilayangkan kepada Rebecca, Rebecca tak dapat menjawabnya, gadis itu hanya terdiam kaku tanpa tahu harus menjawab apa. Sejujurnya, Rebecca belum pernah bertemu dengan laki-laki seusianya apalagi melakukan hal yang disebut s*ks.

Semua anak laki-laki di desa tempatnya tinggal segera merantau pergi ke kota untuk meneruskan pendidikan atau bahkan bekerja, jadi Rebecca hampir tak pernah bertemu dengan lawan jenis seusianya, bahkan para gadis sepantarannya juga ikut pergi ke kota, hanya dirinya yang harus diam di rumah untuk bersih-bersih dan membantu ibu tiri.

Jika ditanya apakah Rebecca ingin pergi ke kota atau tidak, tentu saja jawabannya ingin, bahkan sangat. Akan tetapi biaya yang dibutuhkan cukup besar, sangat mustahil Rebecca bisa pergi, apalagi ia sama sekali tak memiliki uang sepeserpun. Ia bahkan sudah sangat bersyukur Ibu tiri masih menyekolahkan dan memberinya makan, meskipun pendidikan yang ia tempuh hanya sampai di jenjang  sekolah menengah pertama (SMP).

"..."

Melihat Rebecca yang hanya diam saja, Aarseth segera tersadar akan sesuatu. Aarseth mengerenyitkan dahinya menampilkan ekspresi wajah seolah tak menyangka.

"Jangan bilang..." Aarseth menggantungkan ucapannya.

Di tempatnya, Rebecca hanya menatap ke bawah dengan wajah yang memerah, hal itu tak luput dari perhatian Aarseth.

"Apa kau belum pernah melakukannya?"

BLUUUSSSHHH...

Hanya dalam sedetik, rona merah di wajah Rebecca segera menjalar ke seluruh hingga menutupi hampir satu kepalanya. Begitu merah seperti sebuah tomat di tengah musim panen, dan hal itu terlihat jelas oleh Aarseth.

GLORIA VICTIS | DewasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang