- Sebelas -

147 7 0
                                    

"Na, aku berangkat ya," seru Hans dari luar kamar Reina.

Hans tahu kalau Reina sudah bangun, tapi Hans juga tahu kalau Reina masih marah. Hans tidak tahu, apa penyebab Reina marah. Inilah perempuan, penuh teka-teki dan kamus tersendiri.

Reina keluar dari kamarnya, setelah ia merasa Hans sudah pergi. Sudah tiga hari sejak kejadian malam minggu kelabu —kalau kata Reina— berlalu, Reina masih saja mendiamkan Hans. Dari Senin, Hans berangkat tanpa sarapan karena memang Reina tidak mau keluar bertemu Hans. Reina hanya keluar kamar untuk memasak makan siang dan makan malam, ketika Hans pulang, Reina akan langsung masuk kamar.

Semalam Yovita sudah meneleponnya selama satu jam, katanya dia ingin menjenguk Reina, tapi langsung Reina tolak mentah-mentah. Yovita juga bercerita kalau Yudhi meminta alamatnya, tapi katanya Reina tidak perlu khawatir karena Yovita tidak akan memberikan informasi itu. Biar Yudhi usaha sendiri, itu kata Yovita kemarin. Memang ada saja temannya itu.

Reina berjalan ke arah dapur untuk membuat sarapan untuk dirinya, tapi lagi-lagi Hans sudah membuatkannya sarapan. Meski hanya sandwich isi daging asap dan selada, ya lumayanlah. Ketika ia berbalik ke arah lemari pendingin, ternyata di sana sudah ada note dengan tulisan tangan Hans.

Na, kita ketemuan ya nanti jam 7 malem di Nachtisch

Aku tunggu.

Love,

Hans

Reina menyerngitkan dahinya, menimbang apa dia harus datang nanti malam. Dan kenapa harus Nachtisch, kayaknya Hans tahu banget kalau Reina suka sekali makanan-makanan di sana, apalagi mereka memang signature dish-nya adalah dessert-dessert kesukaan Reina.

"Liat ntar malem ajalah, kalo nggak males," gumam Reina sambil memakan sarapannya.

**

Reina melangkahkan kakinya ke dalam Nachtisch dan di sambut oleh pegawai yang sebenarnya tidak asing bagi Reina, mengingat dia sudah sering ke sini entah bersama Reihan, Yovita, ataupun sendiri.

"Malam, Mbak Reina. Aku kira udah lupa sama Nachtisch," sapa seorang pelayan ramah yang Reina tahu bernama Wenny.

"Iiihhh... Aku baru sempet tahu. Aku duduk di pojok situ ya, tempat biasa," kata Reina sambil menunjuk bangku bagian pojok yang memang menjadi tempat favorite Reina.

"Oke, nanti panggil aja ya kalo udah siap pesen."

Reina mengangkat ibu jarinya, lalu berjalan ke dalam dan duduk di sana. Ia melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Masih jam tujuh kurang, tapi Reina memang sengaja tidak memberikan pesan kepada Hans kalau dia jadi datang kemari. Masih kesel ceritanya.

"Na," sapa seseorang di depannya. Reina yang sedari tadi sedang menunduk sambil memainkan ponselnya langsung terlonjak kaget. Tapi memang Reina anaknya kagetan sih, untungnya tidak latah.

"Bisa nggak sih nggak ngagetin?" Reina mengelus dadanya yang berdetak cepat.

"Sorry, lagian kalo apa-apa tuh jangan bengong kek!"

"Bawel. Fokus tau ini namanya!"

"Aku pikir kamu nggak dateng, aku udah mau pulang aja tadi kalo nggak liat kamu di dalem," kata Hans sambil memasang senyum anehnya.

"Udah lama nggak ke sini aja," kata Reina beralasan.

"Ya udah, pesen makanannya ya sekarang."

Hans memanggil salah satu pelayan di sana – bukan Mbak Wenny – lalu menyebutkan pesanannya dan pesanan untuk Reina. Dan Hans tentunya tidak melupakan cremé brulee kesukaan Reina.

Ternyata Dosen Gue ... || Hyunjin X YejiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang