17 Oktober 2016
Pria itu memandang penuh harap ke arah jendela. Senja kekuningan dan gemersik dedaunan cukup membuyarkan pikirannya yang sedikit acuh. Di atas ranjang tubuhnya terbujur kaku. Selang infus tertusuk di pergelangan tangannya. Di sekeliling ruangan yang memaksanya tidak leluasa berbuat apa-apa itu didominasikan warna putih. Hanya ada beberapa benda yang terlihat dengan warna mencolok, seperti pengatur cairan selang infus di dekatnya, beberapa perkakas di atas meja dan sofa tempat putranya menjaga dirinya. Dalam keadaan yang seperti itu, pria itu merasa kesal. Ia yang menjadi seorang ayah merasa dirinyalah yang seharusnya menjaga putranya, bukan malah sebaliknya. Namun sesuatu yang menyangkalnya itu tidak memiliki arti untuk saat ini. Rasa sakit yang tak kunjung mereda di sekujur tubuhnya menghalangi hasratnya itu.
Untuk saat ini Alika kecil menggantikan ibunya yang kembali ke rumah bersama dengan Rina untuk mengambil beberapa keperluan. Tiga hari sudah ayahnya menjalani rawat inap di Rumah sakit yang sebenarnya berada tidak jauh dari rumah. Dari dua minggu yang lalu Astra Djuanda sudah mengalami banyak gejala aneh. Semua itu dimulai ketika pria itu mendadak terkena demam tinggi hingga muntah darah. Ia sebenarnya sempat sembuh seminggu kemudian dan menjalankan aktivitas seperti biasanya. Namun setelah beberapa hari berselang, gejala lain mulai timbul seperti sesak nafas hingga pandangan yang mendadak kabur meskipun pria itu sudah lama mengenakan kacamata. Puncak dari semua itu ketika timbulnya rasa sakit seperti ditusuk-tusuk di sekujur tubuh hingga membuat Astra lumpuh tak berdaya. Setelah gejala itu dengan segera ia akhirnya dilarikan ke rumah sakit terdekat. Hasil pemeriksaan terakhir menyatakan kalau sesuatu yang diderita Astra tidak bisa didiagnosa medis. Siang tadi ia akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Provinsi dan akan dipindahkan pagi besok demi mendapat fasilitas dan perawatan yang lebih intensif.
"Kamu masih marah sama ayah?" tanya Astra kepada putranya yang tengah menyibukkan diri dengan game console di genggaman. Muslihatnya itu untuk mengalihkan keadaan canggung karena perasaan merajuk Alika kecil kepada ayahnya. "Kemari, ada sesuatu yang ingin ayah bicarakan."
Putranya akhirnya datang menghampiri meskipun dengan wajah yang masih cemberut. Alika kecil kemudian duduk di bangku yang berada dekat dengan ranjang.
"Kamu tahu alasan kenapa Ayah selalu melarangmu masuk ke dalam ruang kerja milik Ayah?"
"Nggak. Memangnya kenapa?" jawab acuh Alika kecil tetap sibuk memainkan game console.
"Terlepas dari hal itu, ayah hanya ingin memberitahukan sesuatu." Astra mengalihkan fokus pandangan, melihat tampak dirinya yang tercermin pada jendela. "Dari dulu ayah itu gemar sekali baca buku. Itu karena buku adalah sumber pengetahuan yang bisa buat ayah mengetahui banyak hal."
Ia kembali menilik putranya lagi. "Begitu juga dengan Alika sendiri. Dari membaca buku Alika bisa mempelajari pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan orang yang mengetahuinya hanya dari mendengarkan saja. Bahkan, dari membaca buku kamu bisa menemukan sesuatu yang masih belum diketahui kebenarannya."
"Menemukan kebenaran?" Perkataan dari sang ayah akhirnya membuat Alika kecil mematikan game console miliknya. "Apa yang Ayah bicarakan emang ada hubungannya sama buku yang nggak boleh Alika baca di ruang kerja Ayah?"
Astra mengelus kepala putranya. "Mulai besok, kamu boleh membaca beberapa dari buku-buku itu."
"Kalau begitu, aku akan melihat dan membacanya besok bersama Ayah." Alika kecil mulai terdengar antusias.
Astra hanya membalas perkataan putranya dengan senyuman. Ia kemudian mengangguk mengiyakan terlepas dari perasaan putranya yang kini dibuat penasaran. Pintu kamar dibuka dari luar. Rianie bersama dengan Rina yang tertidur di gendongannya sudah kembali dengan koper berisikan keperluan yang dibawa dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ify. (REMAKE)
Teen FictionPenghujung tahun 2019 menjadi awal mula cerita mereka dimulai. Ketika Alika belum lama menginjak bangku sekolah menengah atas. Sebuah buku berjudul How Reality ditemukan dari dalam sebuah kotak kayu yang tersimpan di sudut ruang kerja ayahnya. Namun...