9. Pelaku

57 9 4
                                    

𝐰𝐞𝐥𝐜𝐨𝐦𝐞 𝐭𝐨 𝐦𝐲 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲!!!

𝐡𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐫𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐠𝐚𝐢𝐬!!
𝐡𝐨𝐩𝐞 𝐲'𝐥𝐥 𝐥𝐢𝐤𝐞 𝐚𝐧𝐝 𝐞𝐧𝐣𝐨𝐲 𝐢𝐭!!

𝐥𝐨𝐯𝐞 𝐲𝐨𝐮𝐮

─━━━━ ⋆ · · ❅ · · ⋆ ━━━━─

Alkina tersadar dari pengaruh bius yang diberikan kepadanya, kepalanya masih terasa pusing karena obat tersebut. Matanya tertutup sehelai kain, sehingga tak bisa melihat apa-apa. Gadis itu terduduk di sebuah kursi, kedua tangannya terikat ke belakang, mulutnya turut dibungkam dengan sehelai kain.

Tiba-tiba seseorang menarik kasar kain yang mengikat mata dan membungkam mulutnya.

Gadis itu menyipitkan mata untuk memperjelas seseorang yang ada di hadapannya. "Siapa?"

Alih-alih menjawab, sosok tersebut justru mengeluarkan sebilah pisau yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya, pisau itu ia selipkan pada ikat pinggang yang sedang ia kenakan.

"Aaaaa!!" jerit Alkina ketika pisau tersebut menyapa kulit wajahnya dengan gerakan lambat. Gadis itu menangis. Merasakan perih dan juga panas yang menjalar ke otaknya. Sayatan panjang dari pipi satu ke pipi lain yang melewati batang hidungnya itu membuat aliran darah yang cukup deras.

Laki-laki itu menaruh pisaunya di atas meja yang berada tak jauh dari pintu, tangannya beralih ke dagu Alkina, menyengkram kuat dagu gadis itu, membuat sang empu meringis menahan sakit.

"Tau gak? kenapa lo bisa ada di sini?" tanya laki-laki itu. Akina hanya bisa menggelengkan kepalanya samar.

"Ini semua gara-gara sepupu lo!!" Laki-laki itu melepas cengkramannya dengan kasar.

Napasnya masih tersengal, namun Alkina berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaranya. "A-Alnino?"

Laki-laki itu terkekeh, menampilkan seringaian yang terlihat menyeramkan. "Menurut lo?"

Alkina mengedarkan pandangannya, netranya menyapu sudut demi sudut tempat di mana ia berada saat ini. Dinding dengan cat yang sudah luntur dan berjamur, ruangan yang minim cahaya, lantai yang diselimuti dengan debu, dan berseraknya beberapa serpihan bangunan yang telah lapuk.

"Ini di mana?" tanya Alkina.

Belum sempat menjawab pertanyaan Alkina, laki-laki itu mendapat notifikasi pesan di handphonenya. Setelah melihat pesan tersebut, ia bergegas keluar.

"Bye bye, mau urus pahlawan kesiangan lo dulu," pungkasnya sebelum menutup pintu dan meninggalkan Alkina seorang diri di dalam sana.

Alkina paham, jika 'pahlawan kesiangan' yang dimaksud adalah sepupunya, gadis itu semakin gencar menggesekan kedua tangannya, berharap tali yang tersimpul kuat di sana dapat terlepas.

"Lepasin gue!! lo apain Alnino, hah!!" sergah Alkina, suaranya menggema satu ruangan.

─━━━━ ⋆ · · ❅ · · ⋆ ━━━━─

"Nin, lo yakin di sini?" tanya Keanu pada Alnino yang masih fokus dengan ponsel pintarnya, begitupun Farzan yang fokus menatap bagian depan bangunan tua itu tanpa mengalihkan pandangan.

Alnino mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Keanu. "Titiknya ada di sini," ucapnya sebelum memasukan benda pipih itu ke dalam saku celana. "Kita masuk sekarang," titah laki-laki bermata sipit itu.

Ketiganya melangkah masuk. Tak sadar jika sedari tadi diawasi oleh empat orang misterius yang sedang bersembunyi di dalam, bersiap untuk menyergap mereka.

BLIND LOVE || &TeamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang