Kenangan di Gunung Pelion Part 2

78 8 14
                                    


Memang benar. Chiron tahu bahwa dua muridnya terlibat percintaan sesama jenis. Awalnya, dia mengira Achilles dan Patroclus hanyalah sepasang pangeran dan pendamping biasa. Lagipula mereka masih berusia sepuluh tahun saat itu.

Namun, lama-kelamaan, Chiron bisa melihat sesuatu di wajah Patroclus. Patroclus sering memandang Achilles dengan mata penuh damba. Achilles sendiri tidak terlalu peka. Dia tetap berteriak-teriak ceria, memanjat pohon, berlatih senjata.

Jika Achilles menoleh ke arahnya, Patroclus segera berpaling, atau berpura-pura bodoh. Kemudian, dia berlari bergabung dengan Achilles seolah tidak terjadi apa-apa.

Di hari-hari panjang musim dingin, saat mereka berdua terpaksa dikurung di gua karena ekstremnya cuaca, Patroclus terlihat tersiksa. Wajahnya memerah. Chiron kira dia kedinginan. Ternyata itu adalah rona malu karena dia harus berbagi selimut dengan Achilles.

Achilles sendiri terlihat nyaman dibelit selimut berdua dengan Patroclus. Wajahnya sangat imut saat dia mengusap-usapkan wajah ke lengan atas Patroclus, mencari kehangatan seperti anak kucing.

"Kau harum seperti akar wangi," kata Achilles dengan suara kekanak-kanakan yang ceria. Patroclus hanya terkekeh canggung.

Tanda-tanda cinta itu semakin jelas, terutama saat keduanya tumbuh dewasa.

Dua pangeran itu tumbuh dengan cepat. Bahu Achilles melebar, dan dia semakin tampan. Patroclus juga. Tidak setampan Achilles, tapi garis rahangnya terlihat tegas, dan tangannya berurat-urat bagus. Mereka mandi berdua di sungai, serta saling mencukurkan jenggot dan memotongkan rambut satu sama lain.

Di hari-hari musim panas, keduanya berlari berdua menembus kebun-kebun dengan kaki telanjang.

Achilles sangat lincah. Kadang dia usil, mengerjai Patroclus dengan cara melompat ke dahan pohon di atasnya dan menghilang dari pandangan. Saat Patroclus yang lebih lambat itu panik, Achilles akan terjun dan memiting dirinya di tanah. Keduanya lalu tertawa hangat.

Chiron ikut merasakan kehangatan itu. Hangat dan mengalir ke dadanya seperti sungai di puncak musim panas. Tatapan mata keduanya amat tulus dan menyenangkan untuk dilihat. Chiron menyayangi dua anak ini sepenuh hati.


Pubertas cukup berat bagi kedua remaja ini.

Biasanya, remaja-remaja seusia mereka sudah mencicipi petualangan seksual sebagai bagian dari pendidikan menuju masa dewasa. Di tengah gunung Pelion ini sama sekali tidak ada wanita.

Chiron sempat khawatir saat pertama kali memergoki Achilles mandi dan mencuci tuniknya di sungai pagi-pagi buta di musim dingin.

"Airnya dingin sekali," Chiron menegur, "naiklah! Kau bisa kena hipotermia."

"Sebentar!" Achilles menjawab dengan gemetar. Saat Chiron mendekat, tahulah dia bahwa Achilles sudah mengalami mimpi basahnya yang pertama. Dia tidak berkata apa-apa, hanya melempar handuk dan membantunya naik ke bantaran.

Patroclus juga sudah mulai bertingkah aneh.

Dia menolak tidur satu selimut dengan Achilles, dengan alasan, tubuh mereka sudah membesar. Satu selimut takkan cukup untuk berdua. Patroclus juga menjadi pendiam dan mudah gelisah. Terkadang Chiron sampai harus memberinya tugas-tugas tambahan dan pelajaran yang lebih keras agar Patroclus tidak gelisah lagi.

"Salah, Patroclus," Chiron menegur suatu kali, saat Patroclus sedang belajar membedah kaki seekor kelinci yang disarangi mata panah, "lihat arah ototnya. Melakukan pembedahan pada pasien berbeda dengan saat kita memotong daging untuk dimakan! Kalau kau menekan di sudut ini, pasienmu akan cacat permanen."

Diary Patroclus X AchillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang