3. KAGUM?

1K 44 0
                                    

Akhirnya Mei dan Gibran selamat dari serangan teriknya matahari di siang ini. Bel pun berbunyi, menandakan saatnya pergantian pelajaran. Cindy yang sedari tadi khawatir menatap sahabatnya yang berdiri tegap di tengah lapangan pun langsung berlari kencang untuk menemui sahabatnya itu.

"MEEEEIIIIIII!!!!!!" Teriak cempreng Cindy menggelegar memenuhi gedung sekolah mereka.

"Ck, apasih Cin?!" Decak kesal Mei. Hari ini Mei merasa harinya penuh dengan kekesalan dan kesialan.

"OMG MY BESTIEEEE! LO NGGAK APA-APA KAANNNN???" Pekik Cindy sambil memutar balikkan badan Mei yang lemas berdiri di lapangan selama 2 jam penuh.

"Mending temenin gua ke UKS deh. Gua mau istirahat aja, pusing gua." Pinta Mei, suara Mei sudah mulai lemas dan jalannya sempoyongan.

***

Bagaimana dengan Gibran? Bukannya ia sedaritadi menemani Mei?

5 menit sebelum bel Gibran sudah pergi berpamitan dengan Mei untuk kembali ke kelasnya agar tidak ada murid yang melihat mereka. Sesampainya di kelas tentu saja Bu Indah langsung menjewer telinganya dan memarahinya tepat di depan seluruh siswa XII IPA 5.

Gibran kembali ke tempat duduknya setelah dimarahi habis-habisan oleh Bu Indah. Ia duduk di bangku belakang dan bersadar penat. Seragam ia basah terutama dibagian pinggang karena habis menemani Mei berpanas-panasan.

Kevin yang melihat temannya kehabisan nafas itu langsung menyodorkan air dingin. "Abis ngapain aja Bos? Sampai ngos-ngosan begitu." Tanya Kevin sambil mengipasi Gibran dengan buku pelajarannya.

Ia membuka air mineral itu dan mengambil beberapa tegukan untuk membasahi tenggorokkannya yang kering. "Nemenin Mei panes-panesan di lapangan." Jujur Gibran dengan santai.

"Tumben? Biasanya paling ogah jemuran. Kagak kasian apa hari ini lo jemuran 2 kali?" Tanya Kevin.

"Lebih kasian dia mukanya merah kena sinar matahari." Gibran kembali mengingat wajah Mei yang merah bagaikan tomat yang terus disinari matahari. Gibran menahan tawanya.

"Naksir ya sama Mei? Lagian dia tuh udah cakep, pinter, kaya lagi! Gua sih kalau bisa dapetin Mei langsung bahagia 7 turunan sumpah!" Kevin ini sebenarnya termasuk cowok pentolan sekolah juga. Ia bisa memikat hati perempuan manapun yang ia mau hanya dengan wajah paripurnanya.

"Nggak." Tolak Gibran. Ia berpikir sejenak, apakah ia naksir dengan Mei yang jutek, judes, jauh dari tipe perempuannya?

"Boong. Kata gua, mending lo kejer aja dia. Kalau udah dapet, bawa dia ke club terus kenalin deh ke temen-temen club lo."

"Enak aja, emangnya gua cowok apaan ngerusak cewek?"

"Daripada lo di-bully dibilang nggak punya pacar. Gua jadi lo sih auto menghilang dari bumi!" Ucap Kevin yang heboh, ia akan tertawa puas jika mengingat perkataan teman club-nya dulu terhadap Gibran. "Main cewek mulu, punya pacar kapan bro? Oh iya baru inget gua, nggak ada yang mau sama lo kan? HAHAHAHA"

"Anjing! Nggak usah bawa-bawa itu! Sialan emang si Diva!" Gibran kesal, ia tidak suka diremehkan seperti itu—terlebih lagi soal perempuan. Ia merasa bahwa hidupnya itu sempurna perempuan manapun pasti akan mau dengannya.

"Percaya sama gua bro. Pacarin si Mei dan bawa dia ke club, semua pasti kaget lo bisa dapetin spek bidadari." Bujuk Kevin.

Perkataan Kevin membuat Gibran kepikiran, apakah ia benar-benar harus mendekati Mei dan memperkenalkannya kepada teman-teman di kelab malamnya?

***

"Mei! Gua duluan yaa! Abang gua udah nungguin nih di parkiran!" Pamit Cindy. Ia langsung melengos pergi begitu saja meninggalkan Mei yang sedang mengerjakan tugas fisikanya di kelas. Biasalah, anak rajin.

Incendiary!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang