"Tapi janji nggak kasih tau ke siapa-siapa ya?"
"Aman."
"Lo tau kan keadaan rumah gua nggak senyaman rumah lo? Kemarin, mamah gua bareng selingkuhannya ke rumah. Gua sebenernya nggak terlalu seneng sama selingkuhan nyokap gua karena tatapan dia ke gua tuh aneh banget, gua jadi nggak nyaman."
"Lo udah coba cerita ke mamah lo?"
"Udah. Responnya malah marahin gua katanya nggak sopan sama yang lebih tua, padahal itu kan firasat kita sendiri."
"Terus?" Gibran yang awal mulanya menatap ke gundukan tanah yang bermotif bebatuan itu beralih pandangan ke wajah kiri Mei.
Gadis yang tengah asik memandangi bintang-bintang dilangit pun melanjutkan ceritanya. "Gua tuh trauma sama hubungan Gib. Dulu mantan gua tuh abusive banget, gua sampe dipukulin tiap buat masalah. Sampe akhirnya gua berhasil lari dan nggak kontakan lagi sama dia."
Gibran terkejut, ia tidak menyangka bahwa masa lalu Mei akan sekelam itu. Memiliki pacar yang keras tentu saja menyiksa fisik dan mental. "Terus gimana? Dia masih nyariin lo?"
"Masih. Dia masih sering spam akun ig lama gua, masih sering nanyain gua ke temen-temen lama gua, masih sering juga nyari tau sekolah baru gua. Cuman untungnya gua berhasil nutupin itu semua. Gua blok akses dia ke gua."
"Bagus lah. Sembunyiin sebisa lo biar dia nggak akan bisa datengin lo dan nyakitin lo selama gua nggak ada."
"Maksudnya?" Kini giliran Mei yang menatap Gibran, mereka berdua saling berpandangan mesra.
"Gua nggak bisa selamanya jagain lo Mei. Disaat gua lengah, gua takut mantan lo itu berhasil nemuin lo lagi."
"Gua udah gede kali, nggak usah dijagain segala."
"Siapa tau pas lo lagi lemah dia tiba-tiba nyerang lo kan? Nggak ada yang tau." Gibran mulai memegang lembut kedua tangan Mei. Gibran mengelus tangan Mei dengan hati-hati dan penuh kasih sayang.
Mata Gibran menyiratkan perasaan berbunga-bunga ke Mei. "Gua janji gua akan selalu jagain lo dan nggak akan pernah nyakitin lo kayak mantan lo. Tapi satu hal yang perlu lo tau adalah jangan pernah percaya sama gua, oke?"
"Kenapa lo nggak mau gua percaya sama lo? Bukannya bagus kalau gua percaya sama lo?"
"Percaya sama orang tuh bagus, tapi nggak bagi gua. Gua cuman takut nanti suatu saat gua khilaf ke lo. Gua nggak bisa ngontrol emosi gua, Mei. Gua cuman takut lo terluka kalau lo percaya sama gua."
"Gib, lo tuh layak dipercaya. Percaya deh, semua orang tuh layak dipercaya. Cuman tergantung, dia seberapa percaya sama lo."
"Terus, lo percaya sama gua?"
Mei mengembangkan senyumnya sambil menatap mata Gibran dengan dalam. Ia sambil berkata "percaya."
Sungguh, hati Gibran menghangat kembali. Hati yang dingin dan beku itu dengan mudahnya dihangatkan hanya oleh senyuman polos Mei. Gibran menatap bibir sehat perempuan itu. "Lo pernah ciuman?"
"Hah? Tiba-tiba banget??" Mei bingung.
"Nanya aja, pernah nggak?"
"Ya nggak lah!"
"Terus lo penasaran nggak?"
"Penasaran. Gua pengen tau rasanya ciuman tuh gimana, cuman belum ada cal-"
Gibran memotong pembicaraan Mei seenaknya. Bibir lelaki itu menempel lekat dengan bibir Mei. Mata Mei otomatis terbelalak, ini adalah langkah yang tiba-tiba diambil oleh Gibran. Mei hanya bisa terdiam dan membeku ditempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incendiary!
Romance"Dia mempesona kan, Mei?" Bisik seseorang ke telinga cantik itu. Mereka menatap laki-laki indah itu bersamaan, tidak mau melepas tatapan mereka. "Buat apa ganteng kalau suka memanfaatkan orang lain?" Balasnya sambil memainkan kukunya, ia sama sekali...