Hari terus berganti, waktu juga terus berjalan. Waktu yang mereka harap akan terhenti sejenak dan membiarkan diri mereka beristirahat sebentar pun tidak akan terjadi.
Sama halnya akan Gibran. Sudah seminggu pula Gibran tak bersemangat untuk ke sekolah karena Mei sudah 3 minggu mengabaikan segala pesan-pesannya hingga dirinya.
Kini, semua kembali menjadi awal—dimana mereka belum bertemu.
Setelah pulang sekolah, Gibran memutuskan untuk menghabiskan waktunya bersama teman-temannya di warung dekat sekolah. Sudah menjadi kebiasaan mereka jika ingin bersama mereka akan lari ke warung sana.
Semua teman-teman Gibran sedang asik bertukar candaan dan saling tertawa terhadap candaan masing-masing. Tidak dengan Gibran yang sedang fokus memetik gitar sambil bernyanyi di ujung pojok.
Dahulu ku mengenalmu paling
Semua tentangmu, tertawa denganmu
Mengapa kini berubah asing?
Tak saling menyapa lupa ku pernah disanaGibran tersenyum sejenak, menertawakan dirinya yang telah jatuh ke pelukan Mei saat Mei mengabaikannya.
Tiba-tiba Kevin menghampiri dirinya. Ia sedikit iba melihat sahabat satu-satunya sedang tenggelam di kesedihan.
"Galau banget kayaknya bro? Daritadi nyanyi lagu Asing mulu." Goda Kevin, ia menyenggol bahu lebar milik Gibran.
"Bacot."
"Gimana lo sama Mei?" Tanya lelaki itu sambil menghidupkan korek untuk merokok sejenak.
"Nggak tau, dia tiba-tiba ngejauhin gua tanpa alasan." Gibran mengambil rokok milik temannya dan ikut menghembuskan nafas rokok itu. Sudah hampir 1 bulan ia tak menyentuh benda itu karena Mei tidak kuat terhadap asap rokok.
"Coba deh lo samperin ke rumahnya, tanyain kenapa dia kayak gitu. Pasti ada alasannya."
"Gua kemarin udah dateng ke rumahnya, dianya nggak mau keluar."
"Elah, palingan lo cuman nyuruh dia keluar. Taroh effort dikit lah bro."
"Maksud lo?"
"Tungguin dia sampe dia beneran mau keluar. Sejahat-jahatnya manusia pasti ada rasa kasihan."
"Tumben pinter."
"Enak aja lo! Gini-gini cewek gua banyak bro, udah berpengalaman."
Gibran tertawa terhadap candaan Kevin. Bagi Gibran, teman-temannya adalah hal yang paling berharga di dalam hidupnya selain kedua orang tuanya. Teman-temannya selalu ada disampingnya disaat ia sedang rapuh maupun senang, suka dan duka mereka akan jalani bersama-sama sambil merangkul.
***
"Gua pulang duluan ya! Nyokap udah nanyain gua nih!" Pamit salah satu temannya sambil melambaikan tangannya.
Gibran hanya mengangguk, kini sisa ia sendirian di warung itu. Ia berpikir, bagaimana caranya agar Mei bisa kembali seperti dulu kepadanya?
Gibran teringat oleh kata-kata Kevin, "diem di depan rumahnya, tunggu sampe dia keluar. Sejahat-jahatnya manusia pasti ada rasa kasihan." Gibran langsung mengambil kunci motornya dan menancap gas untuk pergi ke rumah mewah gadis itu.
Ditengah menunggu lampu merah, ada anak kecil yang berjualan bunga mawar merah. Gibran melihat anak kecil itu dengan iba, ia langsung memanggil anak kecil itu.
"Satu berapa dek?" Tanya Gibran.
"Satunya cuman 2,000 aja kak. Buat pacar kakak cocok nih hehe." Anak kecil itu menatap mata polos Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incendiary!
Romance"Dia mempesona kan, Mei?" Bisik seseorang ke telinga cantik itu. Mereka menatap laki-laki indah itu bersamaan, tidak mau melepas tatapan mereka. "Buat apa ganteng kalau suka memanfaatkan orang lain?" Balasnya sambil memainkan kukunya, ia sama sekali...