BAB 29 ~ Afraid

1.6K 35 0
                                    

Suasana pagi di rumah Ara terasa tenang. Aksa sibuk dengan pekerjaannya, duduk di ujung sofa sambil fokus bekerja dengan laptopnya. Di seberang, Ara terlihat duduk santai di sofa lain, menonton acara TV.

Vera, yang sebelumnya memberi tahu Aksa tentang kepergiannya bersama Henry, menghubungi Aksa untuk memberikan instruksi lebih lanjut. "Aksa, aku tadi pagi sudah memberitahu Ara bahwa kau akan menemaninya selama beberapa hari. Bisakah kau berada di sana dan menjaga dia?"

Aksa menjawab dengan tenang, "Tentu saja, Vera. Aku akan menjaganya dengan baik."

"Terima kasih, Aksa. Henry dan aku akan segera berangkat. Pastikan Ara baik-baik saja, ya?"

"Kamu tidak perlu khawatir, Vera. Aku akan merawatnya dengan baik. Hati-hati di jalan," kata Aksa.

Setelah panggilan berakhir, Aksa kembali fokus dengan pekerjaannya. Ara, yang sejak tadi pagi menonton TV, tak bisa menahan pandangannya yang terus melirik ke arah Aksa. Namun, Aksa sepertinya tak menyadari tatapan Ara, pria itu terlalu fokus dengan tugasnya.

Setelah momen intim di mana Ara tidur dengan memakai kemeja pria itu, perasaan hasrat yang tak terduga tumbuh dalam dirinya. Momen tersebut meninggalkan jejak yang kuat di ingatannya, membangkitkan keinginan yang mendalam untuk merasakan kembali kehangatan dan ketenangan yang diberikan oleh aroma tubuh Aksa.

Setiap kali Aksa berada di sekitarnya, aroma yang menguar dari tubuh pria itu seakan menjadi panggilan bagi indera penciumannya. Rasanya ingin mencium dan meresapi setiap nuansa wewangian yang ditinggalkan oleh pria itu. Bayinya di dalam perutnya, seolah-olah juga merasakan ketenangan dari aroma pria itu.

Namun, meskipun hasrat itu begitu kuat, gengsi yang melekat pada diri Ara membatasinya untuk mengekspresikan perasaannya dengan terbuka.

Ara mencoba menutupi hasratnya, membiarkan rasa gengsi menjadi penghalang antara dirinya dan Aksa. Meskipun begitu, ketika pandangannya meluncur ke arah Aksa yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, hasrat untuk menciumnya bahkan lebih intens.

Mungkin, di balik kemeja yang pernah dikenakan Ara, telah tertinggal sisa-sisa aroma pria itu yang semakin merayap masuk ke dalam ingatannya. Aksa, dalam kebersihannya, memancarkan wewangian yang begitu khas. Aroma yang memikat dan melekat, mengundang hasrat dan ketertarikan yang tidak dapat diabaikan oleh Ara.

Namun, Aksa, yang peka terhadap sekitarannya, merasakan kehadiran Ara yang tidak biasa. "Apa yang kamu pikirkan, Ara?" tanyanya tanpa menoleh dari layar laptop.

Ara terkejut sejenak, namun kemudian tersenyum kikuk, "Tidak apa-apa. Aku hanya menikmati acara TV yang sedang ku tonton."

Aksa mengangguk dan kembali fokus pada pekerjaannya. Ara, sementara itu, melanjutkan upayanya untuk mengekspresikan perasaannya tanpa mengungkapkannya secara langsung.

Saat itu juga, Aksa berinisiatif untuk memasak dan menyajikan makanan untuk Ara. Menu yang disiapkannya sesuai dengan selera Ara dan juga untuk mendukung kesehatan janin yang sedang tumbuh di dalam kandungan. Aroma harum masakan pun mulai memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang lebih hangat.

"Terima kasih," kata Ara walaupun sebenarnya dia sedikit enggan mengingat wanita itu belum memaafkan Aksa.

"Tidak perlu berterima kasih. Aku hanya ingin memastikan kau mendapatkan asupan yang cukup," jawab Aksa sambil tersenyum.

Saat makan berlangsung, Aksa terus memberikan perhatian pada Ara. Setiap gerakan Ara diawasi oleh mata Aksa, dan setiap senyumnya membuat hati Aksa berbunga. Bahkan kejadian Ara yang menggunakan kemejanya sudah dia kubur agar hasrat itu tidak kembali muncul.

🍁🍁🍁

Suasana malam merayap perlahan di sekitar rumah Ara. Cahaya bulan menyelinap masuk melalui jendela, memberikan nuansa kedamaian pada malam yang gelap. Ara, yang tadinya merasa kenyang setelah menyantap hidangan yang dimasak oleh Aksa, tiba-tiba merasakan kekosongan dalam perutnya yang memberontak pada malam itu.

LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang