chapter 1; Pertemuan

177 11 0
                                    

Ketika semua orang menjauhi diriku karena menganggap ku aneh, pria itu membuka tangannya dengan lebar, menerimaku apa adanya. Hatiku menghangat tatkala mendapatkan sesuatu yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Apakah ini yang biasanya mereka sebut dengan 'kehangatan'? Sungguh, aku sangat menyukainya.

Lelaki yang lebih tua beberapa tahun dariku itu membantuku dari keterpurukan yang ku alami. Di tempat tinggal ku yang kumuh itu, dia menjulurkan tangannya dengan sukarela, membawaku pergi dari tempat yang telah meninggalkan banyak kenangan yang tak ingin kuingat lagi.

Semenjak hari itu, aku sudah menganggapnya sebagai 'abang' ku sendiri.  Pembawaannya yang sangat tegas dan peduli itu memberikan kehangatannya tersendiri. Ia selalu tak sungkan untuk membantu orang yang membutuhkannya, hal itu yang membuat diriku sangat mengagumi lelaki dengan rambut legam itu.

. . .

Author POV

"Ren, boleh bantu aku sebentar?" ucap lelaki yang lebih tua. Tangannya masih sibuk memotong beberapa bahan untuk ia masak sebagai masakan makan malam, sehingga ia membutuhkan bantuan dari yang lebih muda.

"Boleh bang, bantu apa?" Si lebih muda menjawab dengan suaranya yang tenang sembari mendekatkan dirinya kepada yang lebih tua, ia baru saja selesai dengan memetik beberapa berry yang berada di dekat rumah mereka, jadi sekarang ia tak memiliki kesibukan lagi. Membantu abang-nya bukan masalah yang besar, bukan?

"Tolong carikan beberapa kayu bakar di luar, sepertinya malam ini akan hujan badai. Lebih baik mempersiapkan dari sekarang sebelum nanti kita mati kedinginan saat malam hari tiba." lelaki dengan warna mata emerald itu pun menyudahi kegiatannya sejenak, menatap netra obsidian yang dimiliki sang 'adik', "Oke bang, mungkin aku akan sekalian menyetok beberapa kayu bakar untuk beberapa hari ke depan." kakinya pun melangkah ke tempat peralatan menebangnya berada.

Yang lebih tua tersenyum tipis, tak dipungkiri bahwa dalam hatinya ia merasa bangga karena telah membesarkan adiknya itu. Ia sungguh tumbuh menjadi orang hebat.

Tak sampai satu menit, adiknya itu pun keluar, beberapa peralatan yang dibutuhkan nampak sudah ia pegang, "Aku pergi dulu ya bang." pamitnya, Si pemilik netra emerald berjalan mendekati adiknya untuk mengantarnya pergi, lantas menyelaraskan langkah kaki mereka, "Hati-hati ya saat di hutan nanti, takutnya akan ada hewan buas yang akan menantimu. Kau tidak lupa kan untuk membawa senapan?" si lebih tua berujar khawatir, mengingatkan adiknya itu.

"Tenang saja bang, aku sudah membawa semua yang kuperlukan kok."

"Baguslah, nanti jangan terlalu malam ya pulangnya. Segera pulang saat sekiranya sudah mendapatkan kayu bakar yang cukup. Aku akan memasak sup daging untuk makan malam hari ini, makanan kesukaanmu, kan?" tangannya bergerak untuk merapihkan helaian rambutnya yang sedikit berantakan akibat hembusan angin yang sepertinya sedikit lebih besar dari biasanya, yang menandakan benar adanya bahwa nanti malam akan turun hujan badai.

Yang lebih muda terkekeh pelan, terharu, abangnya itu ternyata mengingat detail kecil yang dimiliki dirinya.

"Baiklah bang. Aku akan kembali saat matahari terbenam. Tak sabar untuk menantikan sup daging yang akan kita makan nanti."

Yang lebih tua tersenyum, mengacak gemas rambut si pemilik netra obsidian, "Hati-hati ya, Narendra. Kalau ada apa-apa jangan lupa untuk meniupkan goat horn. Nanti aku akan segera menyusul jika hal itu terjadi."

Pemilik nama Narendra itu menganggukkan kepalanya, kakinya berjalan pelan menjauh dari rumah yang mereka tinggali, lalu ia melambaikan tangannya, "Kalau begitu aku pergi dulu ya, bang Awan!"

...

Tempat Berpijak | YTMCI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang