chapter 3; Si rambut coklat

58 7 0
                                    

Yang lebih tua itu sudah kembali dari gudang, ia segera menuju rumah yang ia tinggali. Nampak Narendra yang sudah duduk rapi di ruang tengah dengan perasaan gugup, menunggu interograsi dari Awan.

Pemuda yang dibawa oleh Narendra pun sudah tidak terlihat, sepertinya ia telah ditaruh di kamar tamu oleh si pemilik netra obsidian itu. Bercak-bercak darah yang tadi ada di pakaian Narendra juga sudah tidak ada, kelihatannya si adik itu telah berganti pakaian sebelum dirinya kembali.

"Jadi beritahu aku, apa yang telah terjadi di hutan tadi. Mengapa kamu membawa pemuda itu dan kenapa kalian terlihat berlumuran banyak darah" Tanpa basa-basi, pertanyaan bertubi-tubi pun dilontarkan oleh Awan. Nampak raut wajahnya yang cukup serius, membuat Narendra sedikit bernafas berat.

"Tadi saat aku berjalan pulang, aku mendengar sebuah suara tak jauh dariku. Aku was-was jika itu adalah sebuah hewan buas. Jadi aku mencoba untuk memeriksanya dengan membawa senapan, namun yang kutemui malah dia yang sedang berlumuran banyak darah. Lalu saat aku mendekatinya dan bertanya apa yang terjadi dengan dirinya, ia malah menuduhku adalah salah satu prajurit yang mengejarnya. Sepertinya ia habis bertarung dengan banyak orang sampai keadaannya terlihat seperti itu. Lalu beberapa saat kemudian ia jatuh pingsan, sepertinya ia terlalu kehilangan banyak darah sehingga kesadaran dirinya terambil. Aku memutuskan untuk membawanya ke rumah karena kupikir jika itu bang Awan, abang akan melakukan hal yang sama. Dan oh ya, darah yang ada di bajuku itu bukan darahku tetapi darahnya, jadi bang Awan tidak perlu khawatir."

Penjelasan panjang lebar Narendra itu membuat Awan mengangguk-angguk paham, namun pertanyaan baru pun muncul. Siapa yang mengincar bocah remaja tanggung itu? Badannya yang kurus itu tidak terlihat bahwa ia adalah seorang yang bisa melakukan kejahatan. Lalu alasan apa yang membuatnya dikejar oleh para prajurit? Apakah ia terlibat dengan bangsawan? Ah, mungkin saat pemuda itu telah siuman, ia akan menanyakannya secara langsung.

"Baiklah, aku mengerti. Terima kasih sudah menjelaskannya kepadaku, Naren. Aku akan mengobatinya terlebih dahulu. Kau bisa memanaskan sup daging yang ada di dapur, makan yang banyak ya, aku tahu kamu sangat lelah setelah melakukan perjalanan sembari membawa kayu bakar dan menggendongnya. Setelah selesai makan langsung tidur saja untuk mengistirahatkan tubuhmu. Ngomong-ngomong tak usah menungguku di meja makan, aku sudah makan tadi." Awan pun berdiri, lantas menuju ke tempat obat-obatan dan mengambil barang yang diperlukan untuk membersihkan luka-luka yang diperoleh oleh pemuda dengan helai rambut coklat itu.

. . .

Pintu yang sebelumnya tertutup itu berderit pelan, tanda ada seseorang yang telah membukanya. Kakinya yang jenjang itu membawa dirinya mendekat kepada si pemuda yang saat ini masih tidak sadarkan diri.

'Sebenarnya, apa yang telah ia lakukan sehingga para prajurit itu mencarinya, dan sampai-sampai badannya mengalami banyak luka'

Ia mendudukkan dirinya di samping pemilik helai coklat itu. Dengan perlahan ia mengambil sebuah pisau kecil dan merobek pakaian yang sudah tak layak digunakan itu. Dan segera membersihkan luka-luka yang ada pada pemuda itu secara hati-hati agar ia tidak terbangun.

. . .

Matahari telah menyapa dari ufuk timur, menyapa pagi hari. Burung-burung berkicau, angin berderu tenang, serta udara yang segar. Awan lah yang bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan pagi ini.

'Hmm, menu hari ini apa ya? Bubur?' Ia berpikir sejenak, menimbang-nimbang apa yang akan ia masak.

Terdengar pintu yang terbuka, netra emerald dan orange itu bertubrukan. Ah, sepertinya pemuda semalam sudah siuman.

"Sudah baik-baik saja? Sebaiknya kamu jangan banyak bergerak terlebih dahulu karena lukamu belum kering."

. . .

Tempat Berpijak | YTMCI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang