Sudah seharian penuh terlewati, namun Awan masih belum membuka matanya. Kedua pemuda yang menjaganya pun juga belum tidur sama sekali. Narendra sebenarnya ingin membawa Awan menuju tempat berobat di kota, namun si pemilik emerald itu pernah berpesan kepadanya,
'Jika suatu saat nanti aku sakit, jangan pernah membawaku ke tabib.'
Jadi sekarang ia tak melakukannya, Narendra tidak ingin melanggar janjinya itu.
Raut wajah keduanya nampak kelelahan, mata mereka sembab akibat menangis semalaman. Bahkan Febfeb yang tak lama ini tinggal dengan mereka pun terlihat sangat khawatir.
"Mengapa tidak membawanya pada tabib yang ada di kota?" Febfeb akhirnya membuka suara, menatap sang pemilik mata hitam legam yang ada di sampingnya itu. Narendra menoleh sekilas, menghembuskan nafasnya yang sedikit berat, "Tidak, kita tidak bisa membawanya ke tabib. Bang Awan pernah berpesan kepadaku jika ia sakit suatu hari nanti, sebagaimana parahnya, jangan pernah membawanya ke tabib. Aku pun tidak pernah diberitahukan tentang alasannya, namun aku percaya kepadanya dan tidak ingin melanggari janji yang telah ku buat itu."
Febfeb yang mendengar itu menampakkan raut bingung, ia ingin membalas perkataan laki-laki di sampingnya itu namun ia urungkan, takut-takut perkataannya nanti akan membuat situasi sekarang semakin runyam.
Jemari Awan sedikit bergerak, kedua pemuda yang sebelumnya terdiam pun langsung memfokuskan atensi mereka kembali kepada pria yang berbaring di depan mereka itu. Kelopak matanya mulai terbuka perlahan, warna netra emerald yang biasanya bersinar itu tampak redup entah karena alasan apa. Awan menggerakkan kepalanya secara pelan, dan melihat kedua pemuda itu seperti ingin mengeluarkan air mata mereka akibat melihatnya telah siuman. Awan berpikir bahwa sepertinya Narendra dan Febfeb itu masih mengira dirinya sakit akibat masakan yang telah dibuat oleh mereka kemarin.
Melihat Awan yang telah sadarkan diri, Narendra memeluk tubuh pria di depannya itu secara erat, suara sesenggukan pun terdengar di indra pendengarannya. Yang dipeluk pun membalasnya, menepuk-nepuk pelan punggung pemuda itu. Ia belum mengeluarkan suara sama sekali karena masih belum kuat untuk melakukannya.
Febfeb hanya dapat melihat kedua orang di depannya itu karena tidak ingin menginterupsi mereka, "Aku akan membawakan minum," ujarnya, lalu ia melangkahkan kakinya menuju dapur.
Narendra lah yang pertama kali melepaskan rengkuhan tersebut, "Bang Awan istirahat saja untuk sekarang, aku akan pergi ke kota sebentar untuk membelikan sarapan." Setelah mengatakan itu, Narendra pun keluar dan berpapasan dengan Febfeb di ruang tengah, "Aku tinggal sebentar untuk membeli sarapan di kota, kamu disini saja, ya. Jangan kemana-mana." Febfeb pun mengangguk sebagai jawaban.
Langkah kakinya pun membawanya ke dalam kamar Awan kembali, tangan kecilnya itu menaruh cangkir yang ia bawa di atas nakas, lalu Febfeb pun membantu Awan untuk mendudukkan dirinya dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kasur. Tak lupa ia juga membantu pria di depannya untuk minum air yang telah ia bawa tadi.
Setelah selesai, Awan kembali membaringkan dirinya karena dirasa masih belum begitu kuat untuk duduk terlalu lama, Febfeb pun mendudukkan dirinya di kursi yang ada. Ia menatap lekat Awan. Tangan kecilnya itu meraih tangan yang lebih besar, menggenggam erat, seakan-akan tidak ingin kehilangan kembali. Ia mengeluskan ibu jarinya di punggung tangan pria yang lebih tua itu, memberikan kesan yang hangat, tak lama Awan pun menutup matanya, tertidur pulas. Sepertinya ia masih perlu istirahat.
. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempat Berpijak | YTMCI
FanficTentang mereka yang menemukan tempat untuk bernaung. Akankah kedamaian yang mereka rasakan hingga saat ini dapat mereka pertahankan? Note: > Cerita ini mengambil setting berbeda dengan rp brutal legend (Alternative Universe) > Cerita ini akan memili...