1. Stigma

473 31 18
                                    

"Kamu kenapa, sih, Rhe? Padahal pas ji'ar tadi bisa, loh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kamu kenapa, sih, Rhe? Padahal pas ji'ar tadi bisa, loh." Suara wanita tiga puluh tahunan itu sedikit meninggi, menggambarkan kekesalan yang ditahan.

"Aku juga nggak tahu, Mbak...."

Rhea Anahita, penyanyi perempuan muda yang baru saja menyelesaikan giliran tampilnya di sebuah acara penghargaan musik itu menunduk dalam di depan cermin rias, berusaha meredam kecamuk di dadanya. Si manager memangkas jarak di antara mereka untuk lebih merahasiakan pembicaraan di tengah hiruk pikuk ruang rias.

"Kemarin jadi latihan sama Coach Indra, kan?"

Yang ditanya hanya mengangguk.

"Gimana?"

"Aku bisa, kok, Mbak," lirih Rhea tanpa repot-repot menatap Mbak Dita. Jemarinya sibuk menggaruk pergelangan tangan. "Nadanya dinaikin setengah sampai satu juga aku bisa."

"Terus kenapa tadi balik kaya gitu...?"

Tak ada jawaban selain gelengan lesu sehingga Mbak Dita ikut menunduk, berusaha menelisik wajah talent-nya. Ia kemudian bertanya pelan dan hati-hati meski dengan tatapan penuh selidik, "Rhe, jujur, deh sama Mbak. Kamu bukan sengaja, kan ngelakuinnya?"

Seketika kepala Rhea terangkat demi menatap managernya. Karena tidak hanya terjadi sekali, banyak orang berasumsi bahwa kegagalan Rhea dalam menyanyikan bagian nada tertinggi di lagunya sendiri merupakan kesengajaan demi meraup popularitas. Meski demikian, gadis itu tidak menyangka bahwa mendengar pertanyaan serupa dari sosok yang sangat ia percaya dalam menata kariernya akan terasa sangat menyakitkan. Garukan di pergelangan tangan lebih kencang lagi, kali ini mulai menimbulkan lecet.

"Eh, jangan digaruk." Mbak Dita yang tanggap, segera meraih kedua tangan Rhea agar tak melukai dirinya sendiri.

"Mbak... Apa untungnya?" Lirih Rhea. Hanya itu yang mampu dia paparkan sebab suaranya lebih dulu tercekat oleh sesak yang teramat sangat. Secara pasti air mata gadis itu jatuh membasahi gaun magenta berhias manik-manik berkilau rancangan designer ternama yang ia kenakan.

Entah didorong oleh penyesalan atas pertanyaannya atau keprihatinan, Mbak Dita semakin mendekat. Tangannya sudah bergerak ingin merengkuh talent-nya, bermaksud menguatkan, tapi Rhea menepis rangkulan itu. Bukan ingin menolak, Rhea hanya takut ketahuan menangis sehingga teman-teman di sekelilingnya akan menganggapnya lemah. Buru-buru gadis itu menghapus tetesan bening yang sialnya belum juga mau berhenti mengalir.

Selama berusaha mengumpulkan ketenangan pula, benak Rhea justru dipenuhi ketakutan bahwa tayangan memalukan barusan juga akan tersebar secepat api membakar jerami. Nanti, kolom komentar di semua media sosialnya, atau di mana pun yang memberitakan tentangnya akan kembali dipenuhi hujatan. Nyanyian sumbangnya akan dijadikan bahan lelucon. Dan seperti yang sudah-sudah, orang akan mempertanyakan kapabilitasnya sebagai penyanyi, bahkan mungkin kembali merendahkan kredibilitas The Star, ajang pencarian bakat yang melambungkan nama Rhea dalam memilih finalis. Terlebih lagi, pertunjukan hari ini disiarkan secara langsung.

Silent Descent || Part Of Purple Universe ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang