"Pandu suka sekali buku, ya?" tanya Alen di saat Pandu memilihkan buku mana saja yang boleh Alen pinjam. Dia datang ke sini tentu tidak banyak membawa buku, tapi harus. Sam bilang bahwa di desa ini mungkin mereka akan mati kebosanan karena tanpa internet yang memadai, hiburan apa yang akan menolong mereka di saat-saat senggang yang membosankan?
"Lumayan," jawab Pandu, di sebelah Pandu ada Sandi karena memang mereka satu kamar. Sandi menyenggol lengan Pandu, menanyakan tanpa suara maksud gadis masuk ke dalam ruang para lelaki yang terhitung masih menjadi orang asing.
"Aku pinjam lagi, ya?" Alen mencari-cari buku yang tersusun di meja, ia membukanya satu persatu dengan cepat dan mengambil buku tebal yang isinya hampir menguning.
"Kamu bisa Bahasa Inggris?" tanya Pandu, meski pun menggeleng Alen terlihat sumringah membacanya.
Alen mengelus permukaan halaman pertama buku, yang setiap hari si kembang desa pinjam adalah buku yang telah ditulisi sesuatu oleh Pandu.Bagi Alen coretan tangan Pandu begitu mengesankan, ralat! Apa pun tentang Pandu sangat mengesankan.
"Kamu suka tulisanku?" tanya Pandu.
"Iya!" jawab Alen semangat.
"Okay, aku buatkan kamu buku tapi selama dua bulan ini aku butuh konsentrasi. Jangan dekat-dekat sama aku selama dua bulan." Alen terlihat berpikir, ini pertaruhan yang berat.
"Kalau dari jauh?"
"Boleh asal aku nggak sadar."
"Kalau ngasih camilan? Kopi?"
"Boleh, aku butuh itu."
***
Hari pertama tanpa Alen adalah hari Minggu. Mereka sepakat akan lembur di hari senin dan libur di hari Minggu seperti hari konvensional. Meski mungkin, Sandi lebih memilih untuk bermalas-malasan dan Arul lebih suka untuk mengambil gambar pemandangan desa teh yang indah, mereka sangat menikmati itu.Termasuk Pandu, yang menselanjarkan kakinya saat duduk di bawah rindangnya pohon yang menghadap hamparan kebun teh dan juga pegunungan hijau yang berkabut.
Anak kecil berlarian ke arahnya membawa rantang makanan putih bercorak mawar serta botol minum berisi kopi."Ini Kak Pandu, dari Kak Alen!" Pandu tersenyum, Alen mengikuti peraturan mainnya.
Kedua bocah itu berlari menjauh setelah Pandu mengucapkan terima kasih dan memberikan masing-masing permen mint.Alenia berada di bawah pohon yang lain, sambil tersenyum memangku buku yang dia pinjam kemarin. Ia memperhatikan Pandu dari jauh, apa benar pemuda itu menulis untuknya? Pandu juga memegang janjinya.
Rantang makanan berisi camilan itu ada pesan tersembunyi di rantang kedua. Kertas berwarna coklat susu ditulisi dengan pulpen hitam yang indah.
'Semangat Pak Pandu!"
Pandu tersenyum geli membacanya, pemuda itu menggeleng lalu memukul kepalanya sendiri. Dia sudah pernah setuju kepada dirinya sendiri bahwa cinta itu bodoh, akan lebih bodoh kalau jatuh cintanya ke Alen.***
Hari kedua, ketiga, dan seterusnya juga sama. Perjanjian itu membuat Alen menjadi selalu bersembunyi setiap hari di tempat yang sama. Pandu sebenarnya tahu di mana kepala gadis itu sedang diam-diam memantau aktifitasnya di bawah pohon. Hanya saja menurutnya, itu jauh lebih baik dibandingkan biasanya. Alen tidak macam-macam saja sebenarnya lebih dari cukup.
"Pandu, kopi terbaik karena tadi aku habis dikasih Pak Kades kopi dari kecamatan!" Lily datang membawa kopi.
"Waaah kecamatan!" Pandu menerimanya dengan suka cita, Lily tertawa melihat reaksi Pandu. Benar juga Kecamatan menjadi tempat yang terdengar keren saking plosoknya tempat ini.
Alen meremat buku yang dibelum dikembalikan ke Pandu. Dia cemburu, hatinya seperti terbakar tapi dia tidak bisa datang ke tempat itu dan menarik-narik rambut hitam Lily, atau Pandu akan menjadikan cerita yang didedikasikan untuk Alen itu misteri abadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alenia Pertama
Teen FictionMembuat seorang Alenia jatuh cinta nampaknya adalah sebuah dosa besar. Karena membuat Alenia jatuh cinta akan memenjarakan Pandu pada sebuah konflik yang tidak ingin gadis itu sudahi, sementara Pandu adalah pemuda yang nol besar terkait cinta. Bagi...