Perpustakaan kampus mungkin telah dimonopoli oleh anak-anak semester delapan dan beberapa mahasiswa kawakan seperti Sam. Mereka berisik pun dibiarkan karena pada dasarnya petugas perpustakaan susah berhasil terjebak dengan bualan Sam.
Pandu sibuk memilih buku yang akan ia gunakan untuk mendukung informasi tambahan yang akan masuk ke dalam skripsinya nanti.
"Kayaknya gue mau ganti judul, deh, Ndu. Capek banget!" keluh Lily."Jangan diganti ah sayang, nanti kita selesain sama-sama. Kalau ganti nanti ngulang dari awal," saran Pandu memang sulit bagi Lily, tapi dia adalah tipikal gadis yang penurut.
Pemuda bertubuh tinggi itu tiba-tiba menjatuhkan bukunya, ada nyeri yang menjalar di dada kirinya. Pandu mengerutkan keningnya lalu meremat bagian dada. Lily memegang bahu Pandu untuk menghindari tumbang yang menyakitkan.
"Pandu? Kamu gak apa-apa? Asma kamu kambuh lagi?" tanya Lily khawatir. Pandu melepaskan tangan mungil Lily yang meremas kemejanya, pemuda itu menarik napas dalam-dalam lalu mensugesti diri bahwa dirinya baik-baik saja.
"Gak apa-apa, Lily." Pandu kembali seperti semula, masih mengotak-atik buku-buku yang berdiri di rak science.
Sam datang kemudian merangkul adik tingkatnya. Mungkin bisa jadi Sam dijuluki sebagai dewa bersenang-senang, hidupnya hanya tentang bagaimana caranya bahagia. Semalam ia mengajak Pandu dan yang lainnya untuk minum alkohol sampai pagi.
"Pandu, lo sadar nggak lo kaya kakek-kakek? Sakit-sakitan mulu. Kalau nggak asma, masuk angin, muntah-muntah, demam. Itu karena lo stres, Brader. Ngulang satu semester gak apa-apa kali," ucap seseorang yang tinggal di titik yang sama selama dua semester.
Mungkin benar juga, Pandu terlalu memaksakan diri sampai fisik dan mentalnya bertengkar.
"Sekarang lagi masa ospeknya Maba. Sekarang letakin buku lo itu, kita cuci mata." Sam berbisik lalu memaksa Pandu untuk keluar ruangan. Pandu pasrah saja, siapa tahu memang dia mengeluarkan terlalu banyak tenaga hanya untuk skripsi dan perlu sedikit hiburan."SAM! LO NGOMONG APA?" Sebenarnya Lily dengar, jadi dia membuntut untuk mengantisipasi Pandu terpincut orang lain.
***
Pandu, Sam dan Lily berdiri di balkon lantai dua mengamati para mahasiswa berseragam serupa berbaris di lapangan. Mereka cermat mengamati satu persatu wajah yang sedikit tak jelas tapi Pandu tersenyum, akhirnya dia melihat barisan manusia bukan kata-kata ilmiah.
Sebuah kericuhan terjadi setelah seorang mahasiswa baru naik ke atas podium panitia dan merebut pengeras suara. Semua orang nampak bingung termasuk Pandu dan teman-temannya, barisan mahasiswa siswa di bawah menciptakan kebisingan seperti kawanan lebah. Orang gila bernyali seperti apa gadis berambut ikal bawah itu?
"TERUNTUK PANDU LAKSAMANA, PRODI TEKNIK ELEKTRO ANGKATAN 2020! GUE ALENIA, NYARI LO!"
"Kacau," gumam Pandu menutup wajahnya, tubuh si tampan berisi 100% rasa malu.
Orang-orang pun mulai berspekulasi kenapa seorang perempuan mencari Pandu sampai seperti ini? Apa Pandu punya hutang dan harus dipermalukan? Atau Pandu menghamili anak orang? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menjadi sebuah isu yang didiskusikan dalam barisan.
"Gila banget itu cewek," komentar Lily.
***
"Mbak, anakmu sudah besar, loh. Sudah saya anggap sebagai anak sendiri," ucap seorang wanita yang hari ini menyempatkan waktunya untuk datang ke rumah sakit jiwa, membawakan sup ayam makanan favorit kakak iparnya.
"Terima kasih, ya? Sudah membiarkan saya merawat Pandu karena saya belum dikasih keturunan. Mbak tenang aja, Pandu nggak pernah lupain Mbak Wulan. Mamanya tetep Mbak Wulan, sebab kenapa dia tidak bisa terlalu terbuka dan dekat dengan saya," ucap Dewi yang membuatnya ikut gila karena Wulan hanya mematung dengan tatapan kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alenia Pertama
Teen FictionMembuat seorang Alenia jatuh cinta nampaknya adalah sebuah dosa besar. Karena membuat Alenia jatuh cinta akan memenjarakan Pandu pada sebuah konflik yang tidak ingin gadis itu sudahi, sementara Pandu adalah pemuda yang nol besar terkait cinta. Bagi...