"Loh? Pandu mana?" tanya Alen sebagai salam saat dia sedang datang ke kerumunan geng Pandu yang sedang antri untuk bimbingan dan konsultasi tentang skripsi ke Dosen.
Di tangannya ada kopi dan di sebelahnya ada Lily yang juga sedang membawa kopi. Keduanya sedang bertatapan sinis karena merasa bersaing untuk Pandu."Pandu pulang, ibunya mau ketemu," jawab Sam.
"Rumahnya mana?" tanya Alen
"Luar kota, Len."
***
"Kamu sudah besar, ya?" tanya Wulan, tersenyum lantas meraba wajah Pandu yang sedang berlutut menyamakan tinggi ibunya yang sedang duduk.
Perasaannya campur aduk, di mana dia selama ini? Kenapa tiba-tiba Pandu sudah beranjak dewasa? Wulan bisa melihat suaminya kembali hadir sekarang. Pandu mungkin terlihat hanya meniru wajah ayahnya.
"Sini, duduk sama Mama."
Pandu duduk di sebelah ibunya. Ia tidak menyangka jika penantiannya selama ini bisa terwujudkan juga, ibunya di sini bisa mengingat hal lain selain kematian. Pandu sampai berkaca-kaca.
Tiba-tiba ibunya memukul bahu Pandu, perasaan takut muncul kalau ibunya akan gila lagi.
"Pandu jahat! Kenapa buat ending bukunya begini?" tanya Wulan kemudian mengambil bukunya dari sofa. Ia tak berhenti mengagumi kata demi kata yang ditulis oleh Pandu.Pandu menghela napas lalu tersenyum. Alasan sepele yang membuat wanita itu mengerucutkan bibir. Padahal buku itu adalah pembuka hati Wulan yang berkarat, ingin rasanya Pandu menulis seribu judul demi ibunya.
Ngomong-ngomong, Pandu jadi teringat Alenia.
"Pandu, ada yang nyari." Suara bibinya menginterupsi kemesraan ibu dan anak ini.
"Siapa, Bu?" tanya Pandu.
Seorang gadis kemudian muncul mengikuti langkap wanita ramah yang merawatnya selama ini. Bagaimana bisa mahasiswa baru sudah bolos sampai ke luar kota dan parahnya di rumah Pandu?
"Alenia tante," ujar Alen mengenalkan diri. Alen mencium tangan kedua wanita keluarga Pandu.
"Alenia?" Wulan mengamati kembali judul buku yang ditulis anaknya.
"Iya, memang saya yang ditulis Pandu dengan akhir yang sangat membagongkan itu," terang Alen. Padahal sekarang ada istilah open ending, pembaca bisa memilih bagaimana akhir dari cerita tersebut. Ternyata dua orang ini justru merasa terjebak dan dirugikan.
"Oh ya, Tante. Buku Pandu, 'kan Alenia Pertaama. Alen buat sanbungannya." Alen mengeluarkan buku dari dalam tas punggungnya dan memberikan kepada Ibu Pandu. "Alenia Berikutnya." Judul buku Alen.
***
Meski pun terletak di pusat kota nuansa rumah Pandu sangatlah asri. Taman hijau dan penuh tanaman hias membuat sinar matahari sedikit tersaring. Mereka berdua sedang duduk di gazebo kayu coklat yang menghadap langsung dengan kolam hijau berisi koi-kois besar berwarna oranye.
"Masakan Tante Dewi enak banget!!" Alen menikmati makanan yang disajikan oleh Bibi Pandu di gazebo. Ada banyak makanan di depan dua remaja itu, Dewi selalu kesepian dan sekarang ada dua remaja datang rasanya ia harus memberikan yang terbaik.
"Kok lo bisa, sih dateng ke sini, Alen?" tanya Pandu yang sedari tadi tidak menyentuh makanan dan hanya bersandar di pembatas gazebo memandang Alen yang sedang lapar-laparnya.
"Emang gak boleh?"
"Bukan gitu, nanti Ibu sama Mama gue mikir gue pacaran sama lo."
"Ya biarin aja, aku tinggal bilang aamiin." Alen itu sangat keras kepala, Pandu sampai menggelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alenia Pertama
Teen FictionMembuat seorang Alenia jatuh cinta nampaknya adalah sebuah dosa besar. Karena membuat Alenia jatuh cinta akan memenjarakan Pandu pada sebuah konflik yang tidak ingin gadis itu sudahi, sementara Pandu adalah pemuda yang nol besar terkait cinta. Bagi...