Hujan ...
Begitu banyak air yang berjatuhan langsung dari alam, dan di sebutlah hujan. Pagi yang beranjak menuju siang ini ada kelas bagi Qairina, Fika, dan juga Reya. Berdasarkan kesepakatan antara Qairina dan Reya yang sudah di obrolan kemarin, akhirnya Reya menyetujui rencana bodoh Qairina itu.Baru kali ini Qairina berdandan sedikit berbeda dari biasanya, agar dirinya tak dapat di kenali saat berada di kelas Reya.
Namun, hujan membuatnya harus terjebak di dalam mobil, enggan untuk turun karena hujannya begitu deras. Akhir-akhir ini cuaca memang tak menentu, terkadang ketika ingin kesejukan ... Panaslah yang datang, begitupun sebaliknya ketika hujan tak di inginkan namun dia datang.
Apa itu bisa di samakan dengan Faidhan? Lelaki yang sulit untuk dilupakan oleh Qairina?
Rencana bodoh yang sudah Qairina susun akhirnya akan terlaksana hari ini, kini Qairina bersama dengan kedua sahabatnya tengah berada di toilet kampus, merapikan pakaian dan juga make up yang mereka kenakan.
"Rin seriusan ini?" tanya Reya ragu.
"Iya Re, udah lo tenang aja masuk kelas gue, ada Fika kok di samping lo." Jawab Reya.
"Rin gak usah gegabah deh." Fika menimpali.
"Penasaran gue tinggi banget Fik, gue harus mastiin kalau itu Faidhan atau bukan. Gue pengen minta penjelasan kenapa dia tiba-tiba ngilang dari gue. Ya, iya sih udah lama kejadiannya, itu karena gue gak bisa move on, dan gak terima di tinggal gitu aja." Jelas Qairina yang tak dapat melupakan kisah masa lalunya.
Fika memandang pilu Qairina, kemudian bergantian memandang Reya yang juga menatapnya. Fika tahu rasanya ditinggal, karena dia anak broken home. Mamanya yang tak dapat menerima ayah Fika, lari dari rumah tanpa mengatakan apapun, hingga di ketahuilah bahwasanya Mamanya Fika sudah menikah lagi dengan pria lain secara siri.
Ayahnya tak memedulikan hal itu lagi, beliau berusaha menyibukkan diri dengan perusahaan yang di wariskan oleh orang tuanya kepadanya.
Oke, back to the story
Qairina mulai memasuki ruangan kelas Reya, beruntung dia memasuki kelas tak jauh dari jam masuk, sehingga tidak harus menunggu lama dan tidak ada aksi mengobrol mengeluarkan suara.
Dosen yang ditunggu-tunggu akhirnya memasuki ruangan kelas tersebut. Qairina sedikit khawatir jika harus mengeluarkan suara. Tampilannya kini adalah bermasker menutupi sebagian wajahnya, rambut yang tertutup oleh penutup kepala ala-ala look Arabian.
"Tumben banget lo pake sorban begini? gak biasanya." Bisik Gibran yang memang duduk di sebelah bangku Reya.
"Gak usah banyak omong deh," balas Qairina berbisik.
Gibran yang menyadari suara itu sedikit terkejut, suara gadis yang sedang berusaha dirinya dekati berada di ruang kelasnya? Dan duduk di sebelahnya? Mimpi apa Gibran semalam? Apakah kapalnya sebentar lagi akan berlayar? Namun, belum sempat mulutnya kembali bertanya, terdengar suara tajam dari dosen tersebut yang ternyata memiliki identitas bernama Rafasya bukan Faidhan.
"Kamu yang di sebelah Gibran, siapa namanya? Perasaan saya baru lihat, pertemuan pertama MK saya apakah kamu tidak masuk?" pertanyaan itu membuat tubuh Qairina menegang, mengapa menjadi atensi perhatiannya? Apakah pakaian yang dikenakan olehnya terlalu mencolok?
"Hm ... Ekhem ... Eee ... " kalang kabut Qairina mengeluarkan suara. Sikutnya menyenggol lengan Gibran agar membantunya berbicara.
"Hmm anu pak ... Maaf aya yang menjawab, dia Reya, pertemuan pertama kemarin masuk kok mungkin bapaknya tidak terlalu memperhatikan mahasiswa. Hari ini tenggorokannya lagi bermasalah pak, suaranya ke tarik ke dalem jadinya ilang pak," jawab Gibran yang peka akan hal itu.
Qairina sedikit lega, beruntung Gibran ini yang berada di sampingnya, jadi ... Sedikit berguna juga ya. Hanya saja, kasihan juga Gibran. Rafasya mengangguk-anggukan kepalanya paham, dirinya tidak kembali bertanya dan banyak bicara.
"Ya sudah, lekas sembuh Reya ... Advika?" tanyanya memastikan nama lengkap Reya sembari melihat absensi. Qairina menganggukkan kepalanya mengiyakan.
"Oke teman-teman ... Kita mulai perkuliahan dengan bersama-sama berdoa dalam hati sesuai kepercayaan masing-masing." Rafasya berucap sembari melepaskan maskernya.
Saat itu juga ... Mata Qairina tak dapat berpaling melihat sosok lelaki itu, napasnya memburu, emosinya meningkat, susah payah dirinya menahan, namun sepertinya air matanya tak dapat lagi bekerja sama.
"Gib gue ke toilet bentar ya ... Tolong bantu sampaikan," katanya berbicara pada Gibran.
"Pak ... Maaf, Reya izin ke toilet sebentar," izin Gibran.
Rafasya melihat ke arah Gibran, kemudian matanya beralih melihat ke arah Qairina, beberapa detik terpaku seakan tahu bahwa gadis itu menahan genangan air di pelupuk matanya.
"Oh iya silakan," jawab Rafasya.
Qairina dengan sedikit berlari keluar dari kelas menuju toilet.
Di toilet, Qairina menangis sejadi-jadinya. "Tega banget si lo, sampe harus berpura-pura pake nama lain?" monolognya.
"Bodohnya gue kenapa juga masih harus cari tahu keberadaan lo? Makin sakit hati yang ada," racaunya.
Tangannya bergerak mengambil benda pipih di dalam saku bajunya. Mulai mengetikkan sesuatu disana, mengirim pesan ke grup yang isinya hanyalah Reya, Fika, dan dirinya.
Sengklek
Anda, Fikachu, dan ReyotOy, sini ke toilet, gue lagi di toilet. Buru yaaa ... Jangan lama pokok'e
Fikachu
Lah ... Udah keluar aja lu. Otw gue.GPL, sama si Reya juga ya Fik.
Fikachu
Amannn."Rin ... Rin lu kenapa?" khawatir Fika mendapati mata Qairina yang memerah.
"Reya mana?" tanya balik Qairina.
"Masih di kelas, gak bisa langsung berdua keluarnya, harus nunggu jeda." Jelas Fika.
"Fik ... Susah banget ya move on, gue nangis banget lihat wajah dia lagi," tangis Qairina pecah kala tubuhnya mulai memeluk Fika.
Fika yang paham akan arah pembicaraan Qairina mencoba menyalurkan sedikit ketenangan kepadanya. Tangan Fika Bergerak mengusap punggung Qairina yang bergetar karena tangis, membelai rambut yang tertutup oleh kain sorban.
"Udah gak usah ditangisin cowok begitu mah cintaku, ya udah sekarang mau balik kelas Reya atau balik kelas sendiri?" tanya Fika.
"Mau balik kelas sendiri aja, gak mau lihat muka dia, nantinya bikin sakit hati terus," jawabnya dengan sesenggukan.
Sekitar lima menit lamanya, akhirnya Reya datang ke toilet. "Rin ... Ya Allah mata lu merah, abis nangis ya." Reya langsung memeluk Qairina kala mendapati kondisinya yang tak ada semangat hidup.
"Kita balik ke habitat kita masing-masing lagi ya Re, gue gak mau masuk kelas lo," katanya masih dengan sedikit sesenggukan.
"Ya udah iya, kita harus tuker kostum kita dulu." Kata Reya mengiyakan.
Qairina mulai mengganti pakaian, bertukar dengan Reya. Rencananya untuk mengetahui kebenaran wajah dosen itu memang berhasil. Namun, tidak berhasil dalam hal melupakannya.
Sebegitu sulitnya bagi Qairina untuk memulai kembali hidupnya dengan membuka hati untuk orang lain.
'Jika saja dulu kau tak menarikku kedalam hidupmu, aku mungkin tak akan sesakit ini ketika kamu pergi. Tolong ... Jangan pernah bermain dengan cintanya seorang perempuan' -Nurqairina Syafezea.
✨✨✨
Walaupun di gempur tugas UAS, ku sempatkan untuk update 🙂
Gimana bab ini? Lanjut?
KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu, Yang Ku Rindu {TERBIT}
Teen FictionSELAMAT DATANG DI STORY KE DUA AKU GUYSSS JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA. TINGGALKAN JEJAK DI POJOK KIRI BAWAH DAN TINGGALKAN KOMENTAR DI KOLOM KOMENTAR YA🤗 ✨✨✨ "Jika memang takdirnya aku tak bersamanya, tolong hilangkan rasa Rindu ini padanya...