Episode 3

88 7 0
                                    

"Bagaimana menurut Baginda?" Tanya Permaisuri Gladias. Mereka berdua masih duduk di taman Myosotis setelah Alora pamit undur diri.

"Kita tidak bisa sembarangan memilih pria yang akan menikah dengan Putri Acardya. Bagaimana pun juga, tidak banyak putra bangsawan yang memenuhi kualifikasi. Jika Putri naik takhta, itu artinya yang menjadi suaminya kelak akan menjadi seorang Raja. Meski hanya Kerajaan kecil, pengaruh yang ditimbulkan Kerajaan Acardya cukup berpengaruh di daerah Selatan dan Timur benua." Terang Baginda Kaisar kepada Permaisuri.

"Bukankah mereka bisa meminta bantuan dari pasukan Kesatria yang ada di daerah selatan dan timur benua untuk membantu menghadapi krisis? Mengapa harus sampai melakukan pernikahan politik dan meminta bantuan kepada Kekaisaran kita?" Tanya Yang Mulia Permaisuri.

"Perkataan Permaisuri ada benarnya, kenapa raja Acardya menawarkan untuk melakukan pernikahan politik? Padahal mereka bisa saja menawarkan hal lain," Baginda Kaisar mengernyitkan dahi, berpikir.

"Bukankah masih ada Serikat dagang, jika ingin melakukan pertukaran?" Kalimat Permaisuri membuat Baginda Kaisar terperangah. Benar, Serikat dagang.

Kerajaan Acardya adalah salah satu dari sekian banyak Kerajaan yang memiliki serikat dagang paling berpengaruh di seluruh benua. Termasuk pengaruhnya di dalam perdagangan Kekaisaran Khilas.

Salah satu produk unggulan dalam Serikat dagang Orchid milik Kerajaan Acardya yang menjadi incaran bangsawan kelas atas adalah Wine Edelber. Produk alkohol paling terkenal di seluruh benua. Belum ada Kerajaan yang berhasil membudidayakan bahan utama pembuatan wine ini selain Kerajaan pemasok utamanya, Acardya.

"Permaisuri benar, Raja Acardya bisa saja menawarkan kerjasama melalui Serikat dagang dengan memasok produk unggulan mereka ke Kekaisaran. Tapi pertanyaannya, mengapa itu tidak dilakukan? Kenapa harus pernikahan politik?" Baginda Kaisar bertanya-tanya, kembali berpikir tentang keputusan raja Acardya.

Itu menjadi sore yang indah dengan pembicaraan paling berat, Baginda Kaisar dan juga Permaisuri mengakhiri perbincangan berat itu dengan tanda tanya dalam kepala mereka.

Kaisar Kataros tidak tahu bagaimana kondisi sesungguhnya Kerajaan Acardya, meski terlihat baik-baik saja tampak dari luar, sesungguhnya ada banyak hal yang hanya di simpan di dalam internal Kerajaan. Salah satu hal telah di ungkapkan sendiri oleh Putri Alora, mengenai suksesi takhta sesungguhnya. Para rakyat Acardya boleh jadi meyakini hal yang berbeda dengan apa yang sebenarnya terjadi di dalam istana kerajaan, sehingga informasi yang di dapatkan Baginda Kaisar pun menjadi simpang siur.

*****

Bulan purnama mulai terlihat menggantung di langit, cahaya keperakannya menyinari bingkai jendela kamar istana Ovale. Lilin di kamar itu menyala redup, meliuk-liuk saat angin malam melewatinya.

"Aku tahu kau di sana, kenapa masih bersembunyi?" Tegasnya, sibuk membalikkan halaman buku yang dia baca.

"Huh, kenapa anda peka sekali sih?" Sosok anak remaja laki-laki berusia sekitar 12 tahun, keluar dari balik tirai jendela. Mata kuning emasnya tampak berkilat tertimpa cahaya bulan yang melewati tirai jendela.

"Kau pikir aku ini tidak bisa merasakan keberadaanmu?" Alora mendengus, kembali sibuk membolak-balikkan halaman bukunya.

"Master, anda tidak seharusnya menghukum saya! Saya berkeliaran untuk mengumpulkan informasi, tahu!" Anak laki-laki itu tampak kesal, melipat kedua tangan di depan dada.

"Diablo, aku sudah bilang jangan berkeliaran kalau ingin ikut kemari. Kau sudah berjanji, tapi apa kau mematuhinya?" Alora mendelik, meletakkan buku bersampul merah itu di atas meja tepat disamping tempat tidurnya. Menatap galak ke arah anak laki-laki itu.

"Tapi ini untuk membantu master," Cicitnya pelan, ekornya yang berwarna hitam menyembul keluar dari balik punggungnya.

"Kita kemari bukan untuk mencari informasi, melainkan melakukan diplomasi politik dengan Kekaisaran. Jadi jangan sembarangan berkeliaran, apalagi sampai bertemu orang-orang. Bisa saja kau dijadikan bahan percobaan penelitian," Alora memperingati. Lebih tepatnya menakut-nakuti Diablo, anak laki-laki itu.

"Master, bercanda anda sungguh keterlaluan! Padahal saya hanya berjalan-jalan. Tidak ada orang yang bisa melukai saya!." Serunya menggebu-gebu.

"Mana tahu? Bagaimana jika ada yang menyadari kalau kau bukan kucing biasa? Lalu menangkapmu dan melakukan percobaan? Atau bisa saja dia menyerakhkanmu pada para penyihir suci." Alora hanya terkekeh, membuat Diablo bergidik ngeri membayangkan jika itu terjadi.

"Anda yang akan menyesal jika saya tidak ada!" Seru Diablo, setengah kesal bercampur marah.

"Diablo, kau lebih baik kembali menjadi kucing imut saja. Aku lebih suka kau yang tidak banyak bicara." Tukas Alora.

"Sebelum itu, ada yang ingin saya katakan master," Diablo sudah berjalan mendekat di sisi ranjang.

"Hmm.. Apa?" Alora memperbaiki posisi duduknya di kasur.

"Ada aroma Iblis yang samar dari pria yang Anda temui hari ini di koridor istana Kaisar." Ucap Diablo bernada khawatir.

"Apa maksudmu, aroma iblis? Bagaimana mungkin?" Alora sontak terkejut dengan pernyataan Diablo.

Diablo adalah salah satu pelayan iblis yang sudah melayaninya sejak kecil. Penciumannya yang tajam tidak mungkin salah, selama ini dia selalu menjadi kompas terbaik Alora untuk menemukan para iblis pemberontak di Kerajaan Acardya.

"Penciuman saya tidak mungkin salah, sebaiknya master berhati-hati jika bertemu pria itu lagi." Diablo memperingatkannya, sebelum akhirnya kembali menjadi seekor kucing.

Malam itu, Alora mengingat kembali wajah pria yang dia temui di Koridor istana itu. Selain rambut keperakannya dan mata birunya yang tampak berbeda dan menonjol di antara bangsawan lain yang dia temui di Kekaisaran. Tidak ada lagi yang membuatnya bertanya-tanya selain identitasnya.

"Diablo, kau punya satu tugas. Kali ini kau boleh berkeliaran, dapatkan informasi mengenai pria itu." Titah Alora, membuat Diablo sontak terkejut.

"Meong?!"

Diablo sedang melontarkan ucapan protes untuk tugas yang diberikan padanya.

"Ohhh, jadi kau lebih suka ikan mentah ya?" Alora tersenyum jahat. Diablo yang ditatap langsung merinding, bulu hitamnya berdiri. Ketakutan.

"Meong"

Pada akhirnya dia menyerah dan memilih melaksanakan tugas.

"Nah, bagus! Seharusnya kau jadi lebih penurut. Aku dengan senang hati memberikanmu kalkun setiap hari." Kini Alora semringah, sambil tertawa—menertawakan Diablo yang terlihat tidak berdaya, hanya menurut. Diablo melenggang pergi lewat jendela kamar yang terbuka, bersiap melakukan tugasnya.

Malam itu, di tempat lain.

"Yang Mulia, apa yang hendak anda cari tahu mengenai Tuan Putri Acardya?" Pemuda bangsawan sekaligus ajudan pribadi Leighton, Rix Myles bertanya serius. Leighton hanya memandangi bulan yang tampak menggantung di langit lewat kisi jendela ruang kerjanya.

"Semuanya, semua tentang dia." ujarnya kemudian, masih memandangi bulan.

"Tapi untuk apa, Yang Mulia?" Rix bertanya sekali lagi, tidak mengerti.

"Cari tahu saja semuanya, jangan bertanya. Kerjakan saja tugasmu." ujar Leighton lagi.

"Baik, Yang Mulia." Rix akhirnya patuh, menghembuskan napas berat. Berhenti untuk bertanya. 'ini tidak seperti anda yang biasanya selalu cuek' batin Rix.

Ada sesuatu yang membuat Leighton merasa tertarik dengan Alora yang tidak bisa diketahui penyebabnya. Terutama kucing hitam dan gempal itu memiliki aura yang familier saat Leighton mendekatinya.

Apa yang sebenarnya terjadi..

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Halo para pembaca sekalian! Salam sehat untuk semuanya. Ini cerita pertamaku, semoga kalian suka yah.. Harap di maklumi jika terdapat beberapa penulisan ejaan yang salah.

Jangan lupa untuk terus mendukung author dengan vote bintang nya yahh
Terima kasih....

The Grand Duke Demon WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang