Atmosfer ruang kerja Baginda Kaisar tampak begitu dingin. Dua orang paling berpengaruh di Kekaisaran sedang berhadapan, saling pandang dengan tatapan tajam dan serius.
"Saya tidak mengerti kenapa Baginda memilih saya untuk melakukan pernikahan politik ini," Tukas Leighton yang ditanggapi dengan helaan napas oleh Baginda Kaisar.
"Hah...itu adalah keputusan akhir, semuanya sudah dipertimbangkan. Termasuk soal rumor burukmu akhir-akhir ini yang kembali memanas dikalangan bangsawan." Sahut Baginda Kaisar, masih tetap dengan tatapan tajam dan serius.
"Apakah itu akan menjadi masalah untuk saya?" Tukas Leighton dingin, seperti biasa.
"Tentu saja akan jadi masalah! Para bangsawan akan menggunakan kelemahan itu untuk menjatuhkan mu dari posisimu!" Seru Baginda Kaisar.
"....."
"Anggap saja ini sebagai perintah," Ujar Baginda Kaisar kemudian, saat kalimatnya tidak ditanggapi oleh Leighton.
Setelah pembicaraan keduanya berakhir, Leighton memutuskan untuk segera kembali ke kediamannya bersama Rix dan menyelesaikan dokumen yang tersisa. Sepanjang perjalanan itu, Rix hanya diam. Tidak berkomentar apapun tentang peristiwa yang dilihatnya di ladang murbei pagi tadi.
Sesampainya di pintu gerbang mansion.
"Anu.. Yang Mulia." ujar Rix, ragu. Kereta kuda mereka baru saja berhenti.
"Ada apa?" tanya Leighton, tanpa memalingkan wajah. Bersiap untuk turun.
"Ahh.. Tidak ada." Ucap Rix akhirnya.
*****
"Hah..." Alora menghela napas berat ketika ia baru saja tiba di kamarnya.
"Apa yang terjadi di pesta tehnya, Tuan Putri?" Tanya Ruru khawatir, setelah mendengar helaan napas berat Alora.
"Sangat melelahkan, aku ingin istirahat sebentar. Ruru, kau juga istirahatlah, aku akan memanggilmu jika butuh sesuatu," titah Alora, dia sudah merebahkan dirinya di kasur.
"Baik, Tuan Putri. kalau begitu, saya pamit undur diri, silakan panggil saya kapan saja jika anda membutuhkan sesuatu," jawab Ruru dengan patuh, bergegas keluar.
"Yah, tentu." Balas Alora singkat, melambaikan tangannya dalam posisi masih berbaring malas di atas kasurnya.
Dia memejamkan matanya, berusaha untuk tidur. Melepas penat. Pesta teh yang dia kira damai ternyata penuh drama. Wanita bangsawan yang mendekatinya tidak membiarkannya untuk bernapas sejenak setelah tiba di sana. Mereka mengoceh banyak hal tanpa henti. Meski begitu Alora tetap menyimak, menunggu informasi berharga yang mungkin akan di dapatkannya. Nihil. Semuanya hanya cerita tidak penting, menurut Alora.
Selain informasi yang di sampaikan Permaisuri padanya setelah pesta teh berakhir. Baginda Kaisar sudah memilih calon suami untuknya, namun tidak diketahui siapa pria pilihan Baginda itu. Hanya itulah yang disampaikan Permaisuri.
Kamar yang hening dan damai menjadi rusuh ketika seekor kucing gempal berbulu hitam tiba-tiba melompat dari bawah istana Ovale menuju balkon dan menjatuhkan pot bunga.
"BRUK!!"
"SIAPA?!" Seru Alora setengah berteriak, dia bangun dari tidurnya. Menatap kearah sumber suara. Masih dalam posisi duduk di atas kasur.
"Diablo?! Apa yang kau lakukan?" Serunya, masih setengah berteriak. Melihat Diablo lari terburu-buru kearahnya.
Diablo sudah bertransformasi ketika tiba di sisi ranjangnya.
"Master! Ini gawat! Bangsa Detorian sudah menyerbu perbatasan kota terdekat, Pablo baru saja tiba membawa surat dari Tuan." terang Diablo, dia tampak panik sambil menyerahkan gulungan kertas yang berukuran dua jari itu. Alora mengambilnya, membacanya singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Grand Duke Demon Wife
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan] WARNING!! [AKAN UPDATE SETIAP KALI AUTHOR INGAT!] HEHE:) **** Grand Duke muda Delacroix ternyata impoten! Begitulah rumor menyebar dengan sangat cepat. Setelah beberapa lamaran yang datang ke mansion Grand Duke, yang langsu...