8. Teruntuk Buna Haura

10 1 0
                                    

Ibu adalah salah satu alasan Asha bertahan.
-Varsha

Elijah Woods - ILU🎶
*
TANDAI TYPO, PLEASE.
*
🍟

"Kondisi pasien semakin memburuk, pendarahan pascaoperasi membuatnya kehilangan banyak darah."

Begitulah ucapan dokter yang memberitahukan kondisi Asha. Sehari setelah operasi, Asha sudah membuka mata di sambut binar bahagia yang dipancarkan Daffa. Tapi, gadis itu kembali mengeluhkan pusing dan darah mulai keluar dari hidung dan telinganya.

Dan, semesta milik Daffa kembali runtuh.

"Sha, maaf, tolong bertahan buat Buna dan aku, ya."

Daffa menatap Asha lewat kaca besar di samping ICU. Dia belum berani untuk mendekati gadisnya. Dafa terlalu cengeng saat di dekat Asha.

Oh, ya, tentang Haura, entah kenapa wanita itu begitu kuat. Sampai-sampai Daffa terus memeluk wanita itu, menumpukan semua asanya yang hancur pada Haura. Dekapan Haura sehangat milik Mamanya.

Saat datang ke rumah sakit dengan dibonceng Dion, Haura sempat menangis sebentar. Kala itu dia datang saat Asha masih di ruang operasi dengan Daffa yang tidur di pangkuan mamanya di depan ruang operasi.

Daffa juga sempat bertanya pada Haura, "Buna kecewa sama Daffa? Maaf, Daffa, minta maaf, Bun."

Haura menjawabnya dengan senyuman dan memeluk Daffa. "Buna kecewa sama Daffa, tapi sayangnya Buna ke Daffa melebihi kecewanya Buna, Daff. Daffa harus kuat, ya, demi Asha."

Berhari-hari Asha memejamkan matanya, itu mampu membuat Daffa berlarut-larut dalam penyesalannya. Gadis yang sudah banyak disakiti olehnya, rela berkorban untuk menyelamatkan nyawanya. "Sha, bangun, kamu harus bangun."

Dua hari lalu Akbar resmi menjadi tersangka atas kasus pembunuhan berencana. Niatnya ingin menabrak Daffa, tapi malah salah korban. Akbar juga telah dikeluarkan dari kampus karena kasus mencuri dan menjual kamera milik organisasi. Sungguh miris. Tentu Daffa dan kawan-kawan yang memberi tahu para staf dekan dan dosen yang bersangkutan.

"Sha, lihat senja, yuk." Laki-laki dengan baju berwarna hijau itu menggenggam jemari Asha. Wajahnya terlihat lemah dengan kantung mata yang begitu kentara.

"Sayang, maaf, aku buat kamu sakit lagi. Aku kangen, Sha. Bertahan, ya, demi Daffa."

Daffa terus mengusap jemari lentik Asha yang putih pucat. "Kalo gitu aku pulang dulu aja, deh. Besok aku kesini lagi, Sayang."

Laki-laki itu beranjak dan tidak lupa mengecup sekilas dahi Asha yang di perban. "Bye, sayang."

Haura yang baru saja dari kantin rumah sakit menyapa Daffa, "mau pulang, Daff?"

"Iya, Bun, Daffa mau rapat organisasi, titip salam buat Asha, ya, Bun." Daffa langsung memeluk wanita berusia tiga puluh lima tahun itu dengan perasaan bersalah. Dia begitu takjub melihat kekuatan Haura. Anaknya saja kuat, tentu ibunya sangat hebat. "Makasih, Bun, udah jadi ibu hebat buat Asha sama Daffa."

"Sama-sama, sayang. Hati-hati di jalan, ya, jangan ngebut soalnya habis hujan. Bawa mobil atau motor tadi?" wanita itu mengusap punggung Daffa lembut. Daffa benar-benar memiliki dua ibu yang pengertian, selamat, Daff.

SEMESTABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang