"In the pursuit of survival, the cat learned a harsh truth — hunger could transform companions into prey. 'Now not alone, yet surrounded! Hunger dominates,' cried the cat. Daylight saw the mouse's capture; night, the dove's refuge. Selfishness, an innate drive in all creatures, emerged as the ultimate survival tool. Consuming former friends, the cat's journey echoed the relentless force of self-preservation — it walked and walked."
Si kucing sangat bahagia memiliki teman, dia bermain setiap hari dengan tikus dan merpati. Dengan alasan itu kucing menahan laparnya. Hari ini, esok hari, lusa, minggu depan, setiap hari, kucing itu bertahan dengan perut kosongnya.
Tetapi suatu hari, dia menjadi sangat lapar, dia mendapat siksaan yang besar. Di tengah kekacauan jalanan kota yang gemerlap, kucing itu duduk di sudut gang sempit. Mata lapar dan keputusasaan menciptakan bayangan yang mengambang di balik kerumunan manusia yang sibuk.
Suatu malam, ketika perutnya yang kosong menangis minta belas kasihan, kucing melarat itu berteriak pada langit kota yang seolah tak peduli. "Dengar aku! Lihat aku! Sekarang aku tidak lagi sendirian dan kesepian. Namun mereka telah tumbuh sebanyak itu! Kelaparan telah menguasaiku," teriaknya dengan suara serak, meresap ke dalam kebisingan jalanan.
Dalam redupnya lampu jalan yang bersinar samar-samar, kucing itu melangkah dengan kaki yang gemetar. Dia menyusuri lorong-lorong kumuh dan bertahan di bawah bayangan bangunan yang tinggi. Di antara tumpukan sampah, setiap kelokan jalan yang dihadapinya, dan harapan yang hampir padam,
Kota dan aktivitasnya yang tak pernah tidur, tidak punya belas kasihan untuk menyaksikan seekor kucing yang melarat, terombang-ambing dalam gelombang kehidupan. Kucing itu merintih, lalu terkapar, tidak ada yang peduli dan mencoba memedulikannya. Matahari terbit, memberikan sedikit cahayanya kepada kucing itu. Dia mengangkat kepalanya dan berdiri, melangkah ke dalam pilihan yang telah diputuskan sebagai ujiannya.
Saat siang hari kucing merayap pergi ke persembunyian tikus dengan mata yang terpusat. Melangkah dalam keheningan, cepat dan tanpa belas kasihan, cakar kucing menyusup masuk dan menancap tikus yang selama ini menjadi sahabatnya. Suara jeritan tikus tidak berpengaruh kepada siang di kota, semuanya tetap berjalan seperti biasa dengan rutinitas masing-masing.
Kucing tidak berhenti di situ, ketika hari menjadi gelap, kucing berpindah ke sarang nyaman yang dibuat merpati. Terdengar suara sayap gemetar, tetapi itu hanya suara merpati yang kini meregang nyawa. Sayap merpati mengepak keras, dan kedua kakinya mengejang hebat, namun itu tidak cukup untuk menjadikan malam itu berbeda, manusia tetap melakukan aktivitas dan rutinitasnya di bawah gedung-gedung korporat.
Sejak memasuki sarang itu, kucing telah memutuskan ikatan terakhir dengan teman yang pernah memberinya kehangatan. Itu semua terjadi hanya karena satu hal, satu hal yang menguasai. Manusia, binatang, semua makhluk mempunyai hal itu—keegoisan. Keegoisan untuk bisa bertahan hidup.
Kucing berjalan tanpa henti, memakan tikus, merpati, temannya tikus, dan temannya merpati. Karena tidak ada yang tersisa, kucing melakukan perjalanan. Dia memakan semua makhluk yang ditemukannya. Dia berjalan dan terus berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Sendiri dan Sepi, di Alam Gelap Tersembunyi
Narrativa generaleDalam keheningan yang menyayat hati, kucing tak bernama itu berbicara, mencoba memecah kesepian yang melekat padanya. Namun, kehidupan terus berjalan tanpa mempedulikan seruannya. Kehadirannya terasa tak berarti, terabaikan oleh dunia yang sibuk den...