01. Chaos

53 4 0
                                    

Pagi itu Raya nggak telat buat datang upacara, jadi dia dengan tenang ambil barisan paling belakang biar adem. Tapi, karena cewek itu lumayan tinggi diantara anak cewek kelasnya, mau nggak mau dia harus mengalah untuk maju ke depan. Yang buat Raya bingung, kenapa yang tinggi selalu disuruh di depan sedang yang tingginya kurang malah di belakang? Bukannya mereka nggak bakal kelihatan karena ketutupan? Terus nggak apa-apa gitu yang tinggi jadi gosong sendirian karena melindungi teman-teman kurcacinya?

Beruntung atribut yang Raya pakai lengkap meski kaos kakinya kedodoran sedikit.

Saat upacara dinyatakan selesai, suara Pak Seno terdengar memberi arahan agar tidak meninggalkan lapangan terlebih dahulu.

"Ngapain lagi sih ya Allah.." Jeje menggerutu.

"Biasa, paling paskib menang lomba." kata Marsel menimpali.

"Males banget anjir, maksud gue kayak nggak perlu lah diumumin ke satu sekolah, kan ekskul disini bukan cuma paskib," ujar Jeje masih misuh. Cewek berambut panjang dengan mata fox-nya itu udah pas banget jadi karakter antagonis menurut Raya.

"IYA! Waktu PMR menang kemarin nggak disebutin kayak paskib, gue sakit hati banget." Shanin, yang kemarin baru saja dilantik jadi wakil ketua ekskul PMR juga ikutan.

"Biarin aja. Namanya juga ekskul unggulan." ucap Tasa menambahi. Plot twistnya, cuma Tasa satu-satunya anak paskibra di kelas 11 IPA 2. Jadi cewek itu sering ikut ghibahin ekskulnya sendiri.

Pak Seno menyuruh seluruh murid untuk duduk ditempat setelah enam orang siswa-siswi masuk ke tengah lapangan.

Raya mengernyit, "Ohh pemilihan ketos waketos baru, ya?" tanyanya menengok ke Jeje yang dibelakangnya.

"Hooh, mukanya pada asing anjir. Gue cuma tahu si Gadis,"

"Yeee, itu kan emang temen lu di SMP." cibir Raya. Jeje cuma tersenyum tengil.

Saat penyampaian visi-misi Raya nggak denger, dia nggak begitu peduli juga sama keberlanjutan program yang mereka tawarkan, cewek itu sibuk menutupi mukanya pakai topk karena silau. Cuma dia salfok sama salah satu calon wakil ketua OSIS di depan sana. Mukanya ngajak ribut.

Seusai pengenalan serta pembacaan visi-misi dari para calon, mereka semua dipersilakan masuk ke kelas masing-masing.

Jeje langsung gandeng Raya dan berjalan menuju tangga karena kelas mereka berada di lantai dua. Di belakang terdengar rusuh suara anak laki-laki kelasnya yang nggak tau ngomongin apa.

"Anjeng." umpat Raya ketika tubuhnya nggak sengaja kehimpit sama Ardian.

"Bukan gueee, itu noh si Jupe!" seru Ardian membela diri.

"Apaan sih monyet, fitnah lu!" balas Juvy nggak mau kalah.

Dua cowok itu jadi toyor-toyoran dan mengumpat satu sama lain. Raya cuma melirik tajam ke arah mereka berdua, lanjut jalan sama Jeje yang cekikikan di sampingnya.

"Eh Je, yang itu namanya siapa?" tanya Raya tiba-tiba menunjuk sosok yang berjalan mendekat berlawanan arah dengan mereka.

"Yang mana?"

"Itu noh yang mukanya songong,"

"Mana anjir???" Jeje celingukan mencari.

"Ih buta lu apa gimana? Yang ituuu," kata Raya gemes sendiri.

"Ohhh, Rasi. Emang napa?" tanya Jeje saat netranya menangkap sosok Rasi yang sedang berjalan dengan Gadis.

"Ganteng." ceplos Raya sambil senyum-senyum. Jeje yang lihat itu langsung melongo kaget nggak percaya.

YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang