02. Pemilihan Ketua OSIS

37 6 0
                                    

"Gue udah nggak apa-apa kok, Nin." kata Raya setelah meneguk teh manis hangat dan meletakkannya di nakas.

Raya beranjak dari kasur UKS sambil dipegangi oleh Shanin, takut-takut cewek itu tidak kuat menahan badannya sendiri dengan kaki. Raya meringis ketika dia merasa kepalanya seperti ditusuk-tusuk oleh jarum. Dalam hidupnya, saat itulah pertama kali Raya merasakan pingsan.

"Ray, makasih ya.." lirih Shanin pelan. Gadis yang dicepol tinggi itu tersenyum hangat. Jasa Raya terhadapnya, bakal dia ingat lamat-lamat.

"Santai," balas Raya sembari mengambil ranselnya yang berada di nakas.

Kedua perempuan itu keluar dari ruang UKS dan berjalan melewati koridor sekolah yang sudah lumayan sepi. Saat melewati lapangan sekolah, Shanin menarik lengan Raya dan menunjuk seseorang yang sedang main badminton.

"Itu yang angkat lu tadi," ujar Shanin memberitahu.

Raya mengernyit bingung, "Lah, bukan Hanan?"

"Cowok lembek itu mana kuat." Shanin memutar kedua bola matanya, sebal. "Untung aja IPS 3 lagi olahraga, jadi tadi lu digotong sama Pak Gilang dan cowok itu." Lanjutnya, kembali menunjuk sosok yang katanya membantu dirinya.

Raya mengalihkan pandangan mengikuti arah yang dituju oleh Shanin. Laki-laki tinggi dengan sepasang jersey badminton kebanggaan sekolah.

"Arthayasa?" gumam Raya pelan membaca nama belakang yang tertulis di sana. Raya nggak asing dengan wajahnya, kayak pernah lihat tapi dia lupa dimana.

"Gue tahunya dia anak kelasnya Gadis, nggak tahu namanya." ucap Shanin.

Raya mengangguk mengerti masih memperhatikan orang itu. Baru saja berpikir buat ber-terima kasih, tak sengaja netranya bertubrukan dengan laki-laki itu. Dari lapangan sana, nampak ia menarik senyum lebar dan kemudian berlari mendekat kearah mereka berdua.

"Eh, eh dia nyamperin Ray!" kata Shanin heboh sendiri.

Raya nggak tahu kenapa dia jadi gugup dan pura-pura benerin rambut.

"Gimana kondisi lu? Udah oke?"

Raya mengangguk kikuk, "Udah kok, thanks banget udah bantu, er..."

"Samuel Arthayasa, panggil Yasa aja. Nama lu Raya 'kan?" Seakan tahu isi kepala Raya, cowok itu mengulurkan tangannya. Raya mendongak dan mendapati Yasa sedang tersenyum ramah. Cewek itu membalas uluran tangannya.

"Eh? Hooh," Raya agak kaget karena ternyata Yasa kenal dirinya, padahal baru kali ini Raya lihat sosok jangkung dengan senyum manis itu di SMA Trisha Madya. Meski tampang Yasa kayak bad boy, Raya akui aura cowok itu keren abis dengan rambut lepek acak-acakan karena keringat.

"Ini temen gue, Shanin." Raya menoleh ke arah Shanin memperkenalkan. Shanin dan Yasa juga saling berjabat tangan.

"Gue.. balik latihan lagi ya." kata Yasa. Cowok itu tersenyum lagi, kemudian membalikkan badan dan berlari menuju ke lapangan.

Raya masih berdiri disitu ditemani Shanin yang masih memandangi Yasa. Atmosfer apa ini? Kenapa rasanya napas Raya ngos-ngosan padahal dia nggak habis olahraga? Atau mungkin ini akibat dari cuaca yang panas? Tapi sekarang mendung. Raya menggeleng, jadi mengibaskan tangannya ke depan wajah, menarik lengan Shanin untuk lanjut berjalan menuju ke gerbang.

Saat mendekati gerbang, mereka berdua berpisah karena arah rumah yang berlawanan. Biasanya Shanin naik angkot, tapi hari itu Ayahnya datang menjemput. Raya melambaikan tangan ketika motor yang dikendarai Ayah Shanin beranjak pergi. Gadis itu kemudian belok ke kanan dan menuju ke parkiran mengambil motor maticnya.

Begitu menyalakan motornya, rintik hujan jatuh membasahi. Iya, gerimis. Raya mau nekat buat terjang aja, tapi di detik berikutnya gerimis itu sudah menjadi lebih liar. Raya mendengus, cepat-cepat kembali turun dari motor dan berlari ke teras sekolah.

YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang