03. Bingung

29 4 0
                                    

Sepedanya tidak mau berhenti kala melewati taman-taman berduri. Di ujung sana, suara air terjun terdengar. Remnya dia tekan kuat-kuat namun tampaknya itu tidak berfungsi. Gawat. Dia akan jatuh ke sungai dalam beberapa detik lagi.

"AWW!

Raya betulan jatuh. Bukan jatuh ke sungai, tetapi dari kasurnya. Cewek itu meringis, mengusap dahinya yang mencium lantai. Wah, mimpi yang menyebalkan. Raya mendongak, menatap jam dinding.

"Aishhh monyettt!" umpatnya langsung bangun dan terburu-buru pergi ke kamar mandi yang berada di luar.

"IBUKK KENAPA NGGAK BANGUNIN AKUU?!" pekik Raya dari dalam kamar mandi.

"Ibu nggak denger!"

Ibu Raya, Daisy, atau kerap dipanggil Bu Ici oleh tetangganya menata meja makan dengan tenang. Di sana, ada suaminya yang sudah berpakaian dinas rapih sedang meneguk secangkir kopi.

Kedua orangtuanya adalah seorang Aparatur Sipil Negara. Kala itu Ayah seorang polisi perwira menengah. Sedangkan Bu Ici adalah seorang guru matematika di SMA swasta. Ibu cenderung pendiam dibanding Ayah yang cukup banyak berguyon.

Raya keluar tergopoh dari kamar mandi masih dibalut handuk dan langsung menuju kamarnya. Gadis itu dengan cepat bersiap memakai seragamnya, bedakan tipis, dan pakai lipbalm. Rambutnya di cepol tinggi karena tidak sempat keramas.

"Nih kotak bekelnya," Ibu mengulurkan kotak bekal berwarna kuning kepada Raya. Dengan cepat Raya mengambilnya lalu dimasukkan ke dalam ransel.

"Aya berangkat ya, assalamualaikum!" katanya menyalimi Ibu dan Ayah.

Gadis itu tergesa memakai sepatu dan langsung berangkat menggunakan motor maticnya.

Ayah dan Ibu yang menengok itu cuma geleng-geleng kepala.

***

Gadis itu melongo. Mengerjap pelan dan mengatupkan bibir.

"Tapi gue nggak daftar buat jadi anggota OSIS?"

"Setiap ekskul harus punya perwakilan, karena ekskul dance belum ada yang mengajukan diri jadi Kak Naomi merekomendasikan lo buat jadi OSIS," jelas cewek berponi rata itu sambil memegang papan ujian berisikan lembaran kertas.

"Nolak nggak bisa?"

"Nggak. Udah fix kabinet kerjanya." katanya lalu mengambil selembar kertas berstempel OSIS, "Ini nanti tolong isi biodata lengkap ya. Oh iya, nanti abis pulang sekolah kumpul dulu di aula." lanjut cewek itu.

Raya menghela napas, "ya udah, thanks ya."

Cewek berponi rata yang mengaku sebagai sekretaris OSIS itu mengangguk kemudian pergi mengunjungi kelas sebelah.

Raya menutup pintu kelas, kembali duduk di bangkunya.

"Kenapa-kenapa?" tanya Jeje penasaran.

"Kak Naomi rekomendasiin gue jadi OSIS anying soalnya ekskul gue nggak ada yang daftar." jelas Raya.

"Kasian deh jadi babu sekolah," kata Jeje mengejek.

"Tau ah, ketua barunya aja gue belom tau anjir." sungut Raya sembari mengambil pulpen hendak mencatat materi yang ada di papan tulis.

Raya jadi memanyunkan bibir, padahal tadinya dia mau menjadi manusia yang merdeka.

***


Raya memasuki aula yang sudah cukup ramai. Cewek itu celingak-celinguk mencari barangkali ada sosok yang dia kenal di lautan wajah-wajah asing ini. Kalau lagi dalam kondisi seperti ini, Raya agak menyesal karena tidak memiliki banyak teman. Gadis bercepol tinggi itu memepet tembok seraya bermain hape supaya nampak sibuk.

YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang