05. Date?

20 3 0
                                    

Karena Mid Semester tinggal dua hari lagi, Raya memutuskan buat pergi ke toko buku bekas buat cari buku yang bisa menunjang pengetahuannya. Selain bisa membantu UMKM, harga yang diberikan juga tergolong murah buat pelajar pas-pasan seperti dirinya.

Meskipun kelihatannya cewek itu cuek soal akademik, dia selalu masuk tiga besar. Seringnya sih rangking dua atau tiga, kejar-kejaran sama Tasa. Karena buat ngalahin Kanaya si cucu Einstein butuh keajaiban dan juga kerja keras. Tapi menurut Raya, ini lebih ke anak-anak IPA 2 yang nggak punya daya saing tinggi kayak kelas IPA 4 dan IPS 1. Jadi dia cuma beruntung aja karena nggak masuk kelas itu.

SMA Trisha Madya memang sengaja nggak buat kelas unggulan agar bisa mewujudkan pemerataan pendidikan. Tapi entah kenapa sosok-sosok yang pintar secara genetik maupun secara usaha biasanya suka berkumpul di satu tempat, menjadi yang paling tinggi; pemuncak rantai kehidupan. Seperti sudah menjadi hukum alam.

Lalu setiap kenaikan kelas, biasanya suka ada rangking parallel. Sekolahnya juga punya.

Tahun lalu tiga teratas di sekolahnya itu Gadis, Mario, dan Kanaya.

Gila.

Kadang Raya suka berhalusinasi jadi seorang Kinasih Gadis Archa.

Sudahlah rupawan, pintar, ketua OSIS pula.

Tuhan waktu menciptakan dia sambil tersenyum kali, ya?

Kata Ayah juga memang di dunia ini ada manusia-manusia yang spesial. Yang Tuhan kasih semuanya; sempurna tanpa cela. Tapi Ibu menambahi barangkali lupa, manusia yang seperti itu biasanya Tuhan sudah ambil banyak darinya.

Jadi Raya termenung mengerti, tidak lagi iri. Karena sejatinya, manusia yang sekarang ada di bumi, sudah sesuai porsi.

Baru saja tangannya mengambil satu buku yang berada di rak paling atas, seseorang menyerobotnya.

"Eh maaf mas, saya duluan." kata Raya berusaha menarik kembali buku itu.

"Oh sorry, nggak keliatan."

Raya kemudian menoleh ketika buku yang ia incar sudah dipegang.

"Rasi?!" pekiknya tertahan.

Rasi ikutan menoleh, mengernyitkan dahi, lalu ia mengangguk.

Raya nggak tahu kenapa di posisi itu jantungnya seperti mau melompat keluar. Pipinya bahkan terasa panas sampai menjalar ke seluruh bagian tubuhnya. Betul-betul hal yang aneh.

"Ahhh, kayaknya lu nggak tau gue, ya?" tebak Raya sambil terkekeh malu, "Gue Raya sekbid 7,"

"Ahh.." Rasi mengangguk-angguk, "anak dance itu ya?"

"Iya bener!" jawab Raya sumringah, senyumnya merekah sampai whisker dimple-nya muncul.

Rasi cuma diam kikuk memandang lurus ke arahnya. Bingung mau merespon bagaimana. Cowok itu langsung mengalihkan pandangan ke arah rak buku lagi.

Raya mengulum bibir, merasa bahwa dirinya terlalu sok asik.

'Nggak apa udah gas aja dah' batinnya menyemangati.

"By the way, kesini sendiri?" tanya Raya berusaha membuka topik obrolan.

"Iya,"

"Bawa motor?"

"Bawa,"

"Gue nebeng ya?"

***

Raya tahu kok dia terkadang bisa gila. Pertanyaan melanturnya tadi ternyata Rasi anggap serius.

Dan disinilah Raya berbaring di kasur sambil meninju-ninju ke atas. Sesekali meredam teriakannya dengan guling.

YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang