"Tuhan, kalau aku memang tak ditakdirkan untuk memilikinya maka biarkanlah aku untuk mengingat dirinya"
-Nisma Putri Saraswati-
•
•
•Kejadian itu masih membekas dikepalaku sampai saat ini, sebuah ingatan yang rasanya sangat sulit untuk ku lupakan, sebuah cerita dimana aku pertama kali bertemu dengannya, ya "Ajisaka Dwi Mahendra" seorang anak berkebutuhan khusus namun sangat berbakat dan periang.
Kamu mungkin bertanya-tanya, bagaimana kira-kira awal pertemuanku dengan musisi hebat ini?, Haha, pertemuan kami kala itu sangat singkat, bahkan bisa dibilang pertemuan yang tak disengaja, tapi siapa sangka dari pertemuan itu, aku malah tak bisa lupa dengannya.
Kala itu kami sama-sama belum mengenal satu sama lain, dan sedikit kujelaskan kalau aku adalah siswi yang sangat ceroboh kala itu, tapi aku bersyukur dari kecerobohanku itu aku bisa mengenalnya.
"Aduuh, maaf ya aku nggak sengaja" ucapku sambil membereskan buku-buku yang berserakan dilantai.
Kulihat kedepan, seorang siswa laki-laki juga tampak jatuh terduduk sambil berusaha membantuku membereskan kekacauan itu, awalnya kupikir dia marah padaku karena tatapan nya yang datar, dia bahkan seakan tak menghiraukan ucapan maafku.
Dia hanya membungkuk singkat sebelum akhirnya meninggalkanku di perpustakaan kala itu, aku hanya bisa terdiam menatap rambut hitamnya yang acak-acakan dan punggungnya menjauh dari ruang perpus.
Sesaat kupikirkan apa yang salah denganku, aku memang salah telah menabraknya, tapi itu adalah hal yang tidak disengaja, lagipula apakah dia harus semarah itu denganku?.
Tapi ya sudahlah, aku tidak punya waktu lagi, aku harus segera mengembalikan buku-buku ini ke rak nya dan bergegas kembali ke kelas, pelajaran seni budaya kala itu akan segera dimulai.
Aku duduk dikelas, sambil sesekali memainkan gitarku untuk ujian seni budaya yang akan diujikan sebentar lagi, saat sedang asyik memetik gitar tak sengaja mataku melirik kearah pintu, aku kaget bukan main ketika melihat seorang yang baru beberapa menit tadi bertabrakan denganku tengah berdiri di depan pintu kelas, "astaga dia kan yang ku tabrak tadi di perpus, duuh mau apa ya dia?" Pikirku.
Tak lama Bu Cahya guru seni budaya kami masuk disusul oleh siswa laki-laki dibelakang nya, aku langsung merapihkan posisi duduk ku dan menatap anak laki-laki itu, persis seperti yang aku lihat tadi di perpustakaan.
"Selamat siang semuanya" ucap Bu Cahya.
Semua murid menjawab salam dari Bu Cahya, aku masih memperhatikan siswa itu lekat-lekat, rambut hitam acak-acakan dan kulit putih bersihnya, terbersit dikepalaku sebuah kata-kata "pasti anak baru".
Bu Cahya mengatakan kalau semester ini kita akan kedatangan siswa pindahan dari sekolah lain, beliau mempersilahkan siswa itu untuk menyapa teman barunya di SMA Wiyatamandala.
Namun bukan nya merespon ucapan Bu Cahya, laki-laki itu hanya diam mematung dengan senyum tipis di wajahnya, kalau diingat aku bisa mendengar beberapa bisikan temanku yang mengejeknya karena kurang sopan, lalu Bu Cahya menghampiri anak itu dan memberikan nya sebuah spidol.
Bukan nya memperkenalkan diri dia malah menulis sebuah kata-kata di papan tulis, sebuah kata-kata perkenalan yang sangat aneh dilakukan untuk siswa normal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Tanpa Suaranya
Teen FictionKata orang dunia itu berisik, tapi menurut Ajisaka dunia itu sangat sepi dan sunyi, sebuah kekurangan yang diberikan oleh Tuhan justru bagaikan anugrah terindah bagi nya. Kekurangan tak membuatnya lemah, kekurangan tak membuatnya menyerah, itu yang...