Semilir angin di Taman Mandala

8 0 0
                                    

"terkadang aku merasa dunia ini tidak pantas untuk disebut sebagai tempatku pulang"

Awal bulan Agustus menjadi titik awal bagiku untuk kembali menjalani hidup, apalagi setelah serentetan trauma yang masih sering aku alami.

Pagi ini seorang siswa tengah berjalan di sampingku, satu-satunya orang yang selalu ada dikala aku sedih maupun senang.

Entah mengapa setelah kejadian itu dia menjadi agak protective padaku, seperti bodyguard yang mencoba menjaga tuan nya.

Disatu sisi aku malu namun disisi lain aku juga merasa tenang dan aman didekatnya, hanya dia satu-satunya yang mengerti keadaanku.

Aku taruh tas ku diatas meja dan mulai memperhatikan sekeliling kelas yang mulai ramai dengan teman-teman sekelasku.

"Ciee, berduaan aja nih" ledek salah satu teman perempuanku Ghea.

"Apa sih Ghe, biarin aja lah sekali-kali" jawabku.

"Si Aji nempel mulu gue liat, kenapa dia?" Tanya Ghea padaku.

"Nggak tahu, setiap ditanya jawaban nya 'kamu ceritain dulu masalah kemarin' gitu" jawabku.

"Ya kenapa nggak Lo ceritain aja sama dia?, Biar dia juga nggak bingung"

"Nggak ah, gue nggak mau dia tahu seberapa buruk perlakuan si Revan ke gue, apalagi kalo sampai dia tahu itu adik gue"

"Lho kenapa? Masalah kah?" Tanya Ghea keheranan.

"Ghe, Lo lagi tidur apa gimana sih?, Dimana-mana orang tuh nutupin aib nya bukan ngumbar-ngumbar ke orang lain"

"Tapi dia juga berhak tahu Nis, yang kelibat masalah kemaren nggak cuman Lo, sekelas aja sampe heboh semua"

"Cukup sama Lo aja Ghe gua cerita, gue nggak mau dia lihat gue sebagai anak broken yang pelihara harimau buas disekolah sama dirumah"

"Cieeee, anak muda satu ini, terus Lo mau nya dia liat Lo sebagai apa?" Tanya Ghea.

Aku sempat terdiam, dan merenung sejenak, dalam hatiku aku membatin 'benar juga selama ini aku mau Aji melihat aku sebagai apa ya?'.

"Nggak tahu ah! bingung" jawabku.

Sementara Ghea hanya tertawa-tawa mendengar jawabanku, selama beberapa detik aku melirik Ajisaka yang tengah membaca novelnya di sebelahku, untunglah dia tidak bisa mendengar pembicaraan kami.

Sudah beberapa hari ini Ajisaka dan aku tidak mengobrol, paling hanya sesekali dan itu hanya tentang ekskul atau musik, selebihnya ia selalu menghindar dengan alasan 'ada urusan'.

Aku sempat berfikir apakah dia masih marah padaku setelah kejadian itu, tapi setiap aku tanya dia selalu berkilah dengan senyuman manis yang mudah membuatku terhipnotis akan kepolosan nya.

Entahlah aku sendiri juga masih bingung harus bicara apa pada Ajisaka setelah kejadian itu, yang aku heran mengapa anak ini terlihat seolah-olah dirinya sudah tahu dengan perangai buruk adikku dan ingin mencegah nya melakukan sesuatu padaku?.

Yah bersyukurlah selama beberapa hari ini Revano tidak pernah menyakitiku lagi, baik dirumah maupun disekolah, walaupun setiap bertemu dia selalu mengatakan kata-kata kasar padaku.

Dunia Tanpa SuaranyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang