"Hai, namaku Aji, kali ini bukan Nisma yang bercerita melainkan aku,
aku ingin kalian mendengar sedikit ceritaku sebentar saja, cerita yang selama ini aku sembunyikan rapat-rapat dari Nisma, aku harap ceritaku kali ini tidak membuat kalian bosan ya~"
•
•
•Senin, 07:30 WIB
Hari ini, aku berangkat sekolah seperti biasa, berjalan dengan penuh semangat dan senyum yang mengembang di bibirku, pikiranku tak henti-hentinya memikirkan tentang nya, seorang siswi SMA yang selalu menemaniku bermain musik.
Perjalananku saat itu sangat mulus, awan putih menaungiku diatas langit, matahari terbit dengan sinar hangatnya, namun satu hal yang tak kusadari adalah kehadiran seseorang yang sangat membenciku.
Diriku yang sedang lengah menjadi sebuah sasaran empuk untuknya dalam menjalankan aksinya.
Suara benda tumpul menghantam kepalaku, tas biola yang kugenggam terjatuh bersamaan dengan tubuhku yang yang kini ambruk ketanah.
Kepalaku sangat pusing, dan samar-samar aku bisa melihat kepalaku mulai mengeluarkan sebuah cairan berwarna merah kental.
Reflek aku menengok kearah belakang, tampak segerombolan siswa berpakaian SMA dengan sebuah stick kasti ditangan nya tengah mengepung diriku.
Aku sangat bingung harus berbuat apa, sepatah kata tak bisa ku ucapkan, yang bisa aku lakukan hanya menggigit bibir sembari menahan sakit.
Kemudian salah seorang menghampiriku dengan tatapan marah, dia mencengkram kerah ku erat dan menarik ku mendekat ke arahnya.
"Heh anak cacat! gue kasih tahu ke lo ya, mulai hari ini lebih baik lo jauhin teman sekelas lo yang namanya Nisma" ucapnya
Aku membaca gerak bibir serta ekspresi nya, aku bisa memahami beberapa kata yang ia ucapkan, seperti kata "Cacat" "Teman" dan sebuah nama yang membuatku sedikit terkejut "Nisma", dia memanggilku cacat?, Menyuruhku menjauhi Nisma?, Tapi.. kenapa?.
Belum sempat aku mencerna itu semua satu persatu anak-anak berandalan itu mulai menendang tubuhku secara bersamaan, sakit sekali, rasanya seperti mau mati, mulutku tak kuasa menahan cairan merah pekat yang kini kumuntahkan.
Mereka merasa puas melihatku tersiksa seperti itu, kemudian salah seorang dari mereka membawa tas biola ku pergi dan meninggalkan ku dengan kondisi yang memprihatinkan.
Beruntunglah saat itu ada beberapa orang yang lewat dan menghampiriku, mereka melihatku yang tergeletak dan membantuku berdiri.
Aku masih ingat jelas wajahnya, anak itu adalah anak yang sama seperti seseorang yang pernah memarahiku dulu dan seseorang yang membuat Nisma menangis, aku juga kini ingat namanya, sebuah nama yang Nisma beritahu padaku, namanya Revano.
Seragam putihku kotor penuh noda tapak sepatu yang membekas di sekujur tubuhku, wajahku memar, rambutku berantakan, perutku sangat sakit, sungguh awal hari yang buruk, kukira hari ini semuanya akan berjalan baik-baik saja, namun ternyata tidak sebaik yang kukira.
Aku pulang kembali ke rumah sembari menuliskan pesan untuk Nisma di hp ku, sebuah pesan untuk mengabarkan nya kalau hari ini aku mungkin agak telat, kebohongan kecil ku ucapkan agar dia tidak terlalu khawatir mengenai kondisiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Tanpa Suaranya
Novela JuvenilKata orang dunia itu berisik, tapi menurut Ajisaka dunia itu sangat sepi dan sunyi, sebuah kekurangan yang diberikan oleh Tuhan justru bagaikan anugrah terindah bagi nya. Kekurangan tak membuatnya lemah, kekurangan tak membuatnya menyerah, itu yang...