Adik Kecilnya

10 0 0
                                    

"Nisma kalau sudah besar mau jadi apa?" Tanya seorang pria paruh baya di depan nya.

"Nisma pengen jadi musisi kayak ayah" ucapnya dengan riang

"Kalau begitu kamu harus belajar yang rajin ya, biar bisa jadi musisi hebat" dukung ayahnya

Anak kecil perempuan nan manis itu hanya bisa mengangguk semangat mendengar dukungan dari ayah nya, dukungan yang selalu menjadi motivasi nya hingga saat ini

"Lalu adek mau jadi apa kalau sudah besar?" Tanya ayahnya

"Hmm?, Adek mau makan permen yang banyak" jawabnya polos

Kakak dan ayahnya hanya bisa tertawa kecil mendengar jawaban adik kecil laki-laki nya itu, sebuah jawaban nan polos yang selalu menghibur mereka berdua dengan gigi ompong yang terlihat ketika dia tersenyum.

Kejadian itu sudah lama sekali, hingga akhirnya mereka beranjak dewasa, sang kakak kini sudah menginjakkan kaki di sekolah SMA sedangkan adik kecil nya saat itu masih SMP.

Hingga suatu hari kejadian yang sangat memilukan terjadi, tepat dihari ulang tahun anak perempuan nya, sebuah kecelakaan terjadi, sebuah kecelakaan maut yang menyisakan kesedihan mendalam bagi kedua anaknya.

Permintaan terakhir yang diminta sebagai hadiah ulang tahun untuk sang anak perempuan berhasil selamat, namun tidak dengan seorang pria di dalam mobil yang kini sudah berlumuran cairan berwarna merah.

Ingatan itu masih terekam dengan jelas seakan baru terjadi kemarin, sang kakak hanya bisa meraung dan menangis melihat itu semua, ia segera memeluk adiknya dengan erat berusaha saling menguatkan satu sama lain.

🌠🌠🌠

Namun alih-alih menenangkan sang kakak, sang adik justru menyalahkan kakaknya atas kematian ayahnya,
"Andai kakak nggak minta gitar itu!!, Ayah nggak akan mati kayak gini!!" Teriaknya diiringi Isak tangis.

Betapa hancur hati kakaknya ketika mendengar kata-kata itu keluar dari mulut seseorang yang selama ini ia sayangi sepenuh hati, bagaikan sebuah pedang yang menusuk tepat di jantung nya, membuat dada nya sesak seakan ingin meledak.

Kini mereka hanya punya satu sama lain, mereka kini hanya bisa menjaga satu sama lain, sang kakak yang belum bisa menerima kejadian itu selalu menangis dan berusaha menyakiti dirinya sendiri, namun ia selalu tersadar ketika mengingat janji terakhirnya dengan sang ayah.

"Kalau Nisma nanti jadi musisi, ayah harap bisa datang ke penampilan kamu, terus ayah kasih tepuk tangan meriah buat kamu sambil bilang
"ayah bangga sama kamu"

Kata-kata yang selalu membekas dihatinya, menguatkan dirinya kembali untuk menjalani hidupnya yang kini telah berbeda.

Sang ibu yang sudah tiada sejak mereka kecil ditambah kepergian sang ayah yang tiba-tiba, memaksa dirinya harus menjadi dewasa sebelum waktunya.

Ekonomi tidak menjadi masalah bagi mereka, kebutuhan mereka selalu terpenuhi berkat warisan yang diturunkan oleh sang ayah.

Hanya saja kini kasih sayang dan kehangatan yang semulanya selalu mereka dekap dengan erat harus terbang dengan bebas kelangit, meninggalkan mereka berdua tanpa rasa.

Ditambah adiknya yang kini selalu menatapnya dengan tatapan kebencian juga menjadi salah satu penyebab dirinya selalu bersedih dan menyalahkan dirinya sendiri.

Namun dia tak mau kesedihan itu menenggelamkan dirinya kembali kedalam keterpurukan, dia memilih untuk mencari cara agar bisa menepati janjinya dengan sang ayah.

Dunia Tanpa SuaranyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang