Lorong Gelap

19 2 2
                                    

Suara tawa Fariz yang nyaring membuatku terkejut dan bingung.
Aku masih berusaha memproses apa yang terjadi dihadapanku.

"Ck Riz jangan bercanda deh ga lucu" Ucapku berdecak sebal melihat tingkah laku Fariz.

Fariz hanya melihatku sambil tersenyum. Aku menantap matanya dengan dalam berusaha menebak apa yang sebenarnya dia lakukan. Aku tau Fariz orang yang suka bercanda dan mengerjaiku.

Tapi pada saat itu, sorot matanya sama sekali tidak menunjukkan rasa jahilnya.
Matanya menatapku tajam, bibirnya menyeringai lebar seakan ingin mengeluarkan seluruh giginya dari dalam mulutnya.

"Plakk"

Dengan perasaan ragu dan takut aku menamparnya keras dengan harapan dia pingsan. Rona merah bekas tamparanku tergambar jelas dipipinya. Namun wajahnya tidak bergerak sedikitpun dari ekspresi awal yang dia tunjukkan kepadaku.

Tangannya menarik tanganku dengan kasar. Kuku-kukunya mencengkram dengan kuat. Dia membawaku pergi dengan langkah cepat yang hampir membuat kakiku yang sakit terseret karena tidak bisa mengimbangi langkahnya.

"Riz lu gila ya, istigfar riz" Aku berusaha menarik tanganku sambil terus merapalkan doa-doa yang aku bisa dalam hati. Namun nihil, cengkraman tangannya semakin kuat bahkan kukunya terasa menusuk ke dalam tanganku. Jantungku berdebar dengan sangat cepat bahkan terasa lebih cepat dibandingkan langkah kakiku.

Tanpa memperdulikanku yang sulit untuk berjalan, Fariz justru mempercepat langkahnya yang membuat kakiku terseret. Aku meringis kesakitan akibat tulang keringku dan betisku yang sepertinya telah mendapatkan banyak goresan luka akibat benturan bebatuan dan tanaman liar berduri yang ada di sepanjang jalan.

Aku ingin berteriak dan meminta bantuan, namun lidahku terasa kelu. Badanku terasa lemas dan tidak bertenaga. Rasa pening yang tadi pagi aku rasakan kembali muncul, pandanganku yang jernih mulai berubah menjadi samar-samar. Bayangan-bayangan hitam terus muncul secara bergantian dengan titik-titik cahaya dimataku.

Aku berusaha membuka mata ketika aku merasa Fariz sudah berhenti menyeretku. Dengan pandangan yang samar aku berusaha mengedarkan pandanganku ke sekelilingku.
Entah karena pandanganku yang samar atau karena hari sudah malam, aku tidak bisa melihat banyak cahaya.

Hanya hamparan warna hitam yang memenuhi pandanganku saat ini.
Tanganku berusaha meraba apapun yang bisa aku raih. Di sisi kiriku aku merasakan sebuah dinding dengan permukaan yang kasar, terasa beberapa batu yang tajam yang tidak rata di dinding itu.

Disisi kananku aku tidak bisa meraih apapun selain sebuah kehampaan yang gelap. Aku membalikkan tubuhku untuk mengecek bagian belakangku dan aku merasakan tekstur dinding yang sama.
Aku yakin bahwa aku berada di pojok sebuah ruangan.

Aku membalikkan tubuhku dan berusaha untuk merangkak, namun kakiku yang sakit seakan mati rasa. Kakiku tidak memiliki tenaga untuk bergerak sedikitpun.

"Line" Ponselku yang tiba-tiba berbunyi membuatku terkejut. Rasa takut dan panik membuat aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Aku bahkan tidak ingat bahwa aku membawa HP.

Aku mengeluarkan HPku dan melihat pesan line dari Qiqa yang bertanya soal keberadaanku sekarang. Tanganku yang tremor berusaha mengetikkan balasan dengan susah payah.

"HELP" hanya pesan singkat itu dan share location yang bisa aku kirimkan kepada Qiqa.

Namun sialnya sinyal HPku tiba-tiba hilang sehingga pesanku tidak dapat terkirim. Aku hanya menatap putus asa melihat lambang jam pada pesanku yang disebelahnya tertulis waktu 17.00.

Masih ada waktu sebelum hari benar-benar gelap untuk kembali ke posko pikirku. Aku menyalakan senter HP dan mengarahkannya ke segala penjuru ruangan.

Cahaya kekuningan dari HPku berhasil menambahkan jarak pandangku sedikit lebih jauh. Aku mengarahkan ke arah dinding yang berada disampingku. Tepat dengan apa yang aku bayangkan,aku berada disebuah ruangan dengan dinding yang memiliki permukaan kasar seperti bangunan yang belum selesai dibangun.

Bagian bawah ruangannya pun belum dipasang lantai,melainkan hanya sebuah pluran semen yang mulai ditumbuhi dengan lumut sehingga membuat ruangan ini menjadi lembab. Langit-langit ruangan ini rendah dan belum dipelafon. Samar-samar terlihat beberapa kayu dengan ukiran-ukiran bunga yang menjadi penyangga genteng.

Ketika aku menyorot bagian kananku hanya terlihat sebuah lorong gelap. Aku berusaha menggerakkan tubuhku dengan menyeret pantatku,kalau kalian tau suster ngesot mungkin akan ada yang mengira aku bagian darinya karena mengesot disebuah lorong gelap.

Aku meringis menahan rasa sakit yang ada dikakiku sambil terus berusaha untuk menemukan ujung dari lorong gelap ini.
Entah lorong ini yang panjang atau pergerakanku yang lambat,aku merasa tidak menemukan ujung dari lorong ini.

Tubuhku mulai merasakan dingin.Bukan karena hawa di lorong ini,melainkan karena celanaku yang sedari tadi aku pakai mengesot mulai basah terkena lumut. Aku mengerahkan segala kekuatan yang aku miliki ditanganku untuk bergerak menarik badanku.

Aku yakin bahwa walaupun secara perlahan aku bergerak seperti ini, nanti aku pasti bisa sampai diujung lorong dan dapat keluar untuk kembali ke posko.
Perlahan tapi pasti kata-kata itu terus menguatkan setiap kali aku ingin berhenti untuk bergerak dan menyerah.

"Awww" teriakku meringis karena tanganku yang perih.

Lumut-lumut yang berada dibagian lantai membuat tanganku beberapa kali tergelincir karena licin. Darah segar mulai mengalir dari tanganku yang sedari tadi aku jadikan tumpuan tubuh untuk bergerak.

Aku mengelap tanganku yang basah ke bajuku dan menghisap setiap darah yang keluar dari tanganku. Aku berpikir setidaknya dengan cara ini aku bisa menghentikan darahku. Aku mencoba mengesot seperti tadi namun tanganku yang terluka benar-benar perih dan tidak bisa aku jadikan tumpuan lagi.

Aku merasa putus asa. Baik tangan dan kakiku sudah tidak bisa lagi aku gunakan untuk bergerak dari tempat ini. Aku mulai menangis sejadi-jadinya karena sudah tidak tau harus berbuat apa lagi. Aku menjambak rambutku dengan kuat sembari berteriak minta tolong,namun tenggorokanku terasa tercekat dan aku tidak bisa mengeluarkan suara apapun.

Betapa terkejutnya aku setelah aku menjambak rambutku,tangan kiriku seakan menghantam sebuah dinding disisi kiriku. Aku mengarahkan cahaya ponselku ke arah sisi kiriku dan terlihat sebuah dinding yang sudah aku lihat sejak pertama aku terbangun di lorong ini.

Dengan perasaan yang kalut aku melihat jam yang ada di HPku,waktu menunjukkan pukul 17.00. Jantungku terasa berhenti karena kaget. Aku merasa sudah mengesot jauh dan menghabiskan waktu yang lama di lorong ini agar bisa keluar. Namun situasi sekarang menunjukkan seakan tubuhku dan waktu tidak bergerak sedikitpun.

Aku mencubit tanganku berharap apa yang aku rasakan ini hanya mimpi. Namun tidak,aku sepenuhnya sadar dan situasi ini bukan sebuah mimpi. Apa aku sudah gila dan membuat skenario halu seperti ini.Berbagai macam dugaan muncul dikepalaku berusaha untuk menjawab secara logis apa yang sedang terjadi.

Aku berusaha mengingat setiap runtutan kejadian yang terjadi. Aku hanya ingat bahwa sebelum aku terbangun di lorong ini,Fariz menyeretku hingga membuat aku tidak sadarkan diri. Benar,salah satu orang yang harus bertanggungjawab dan tau kondisi saat ini adalah Fariz.Tapi apa tadi yang menyeretku benar-benar Fariz?atau setan yang menyerupai Fariz?atau Fariz kesurupan?atau Fariz psikopat?atau jangan-jangan aku akan dijadikan tumbal?

Semakin lama aku berpikir membuat rasa overthinkingku semakin parah. Dibandingkan mendapatkan jawaban atau solusi yang bisa membantuku untuk keluar dari lorong ini. Aku hanya semakin tenggelam dalam rasa ketakutan dan overthinkingku sendiri. Aku menggigit-gigit tanganku dengan badan yang gemetar hebat sembari terus memikirkan bahwa sepertinya sebentar lagi aku akan mati,entah sebagai tumbal atau menjadi sebuah santapan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KKN : Kuliah Kerja Nyata atau Kuliah Keancam NyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang