Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Evan Nota Arsenio terduduk seorang diri di kursi paling ujung kafe kepunyaan kakak dari temannya. Ia menggulung lengan kemeja hingga sebatas siku, memperlihatkan begitu banyaknya garis sayatan hasil kebodohannya.
Kemudian lelaki bernama Auven datang dengan membawa sekotak P3K. Auven meringis tatkala iris gelap lelaki itu melihat pergelangan tangan Nota. Tubuhnya merinding seperti ikut merasakan betapa perihnya luka bekas sayatan tersebut. "Ta, berhenti ngelukain diri lo sendiri," katanya.
Yang diajak bicara terkekeh, "Gue ngelakuin tanpa sadar."
Auven menghela napasnya. Jujur saja ini bukan lagi hal yang mengejutkan bagi Auven. Dulu waktu pertama kali Auven memergoki Nota menyayat tangan dengan derai air mata, Auven panik bukan main.
Pikirannya sudah berkecamuk. Ia tahu bahwa Nota sudah kecewa dengan dunia, namun ia tidak sampai mengira bahwa Nota akan melakukan hal-hal seperti ini. Hingga pada akhirnya Nota dilarikan ke rumah sakit lantaran mengalami pendarahan, Glen adalah orang pertama yang dikabari perihal kondisi Nota.
Auven ingat, saat itu Glen datang dengan keadaan lebam dimana-mana. Perawakan Glen yang tampak seperti preman pasar membuat lelaki itu berhasil menyita banyak atensi. Namun persetan dengan orang lain, yang tersisa hanyalah raut wajah khawatir Glen serta bagaimana lelaki itu meminta penjelasan padanya mengenai kondisi Nota.
Ah, kala itu Auven jadi mengerti alasan mengapa Glen kerap kali mengawasi Nota, begitu juga sebaliknya. Mereka berdua tampak seperti bayangan yang akrab dengan luka, Glen yang tidak bisa membiarkan Nota pergi ke atas sana lantaran itu sama saja seperti melihat dirinya sendiri meregang nyawa, dan begitu juga Nota yang tidak bisa membiarkan Glen bertindak seenaknya lalu menimbulkan kerugian pada banyak pihak. Keduanya dapat saling mengerti tentang masing-masing luka.
"Mending ngudud aja kalau sekiranya lagi stres." Auven menyodorkan sekotak Marlboro beserta koreknya pada Nota.
"Sorry, gue mau mati dengan paru-paru yang sehat," Nota berujar sarkas.
"Gaya lo tai!" Auven memantik rokoknya, kemudian kembali bersuara. "Glen masih belum keliatan batang hidungnya?"
Nota yang pada awalnya fokus membersihkan luka, kini teralih tatkala Auven menanyakan soal Glen. Lelaki itu mendongakkan kepala sehingga sejajar dengan Auven. "Masih suasana duka," ujarnya.
"Bukan gitu, Ta. Gue ngerti kalau bang Idam baru aja pergi, tapi sebelum-sebelum ini gimana soal tanggung jawab Glen?"
Nota sudah tak dapat menampik, bahwa sebelum kepergian Aidam, Glen benar-benar telah memutus kontak dengan teman-temannya. Pada hari ketika Landscape hendak tampil, Glen tiba-tiba menghilang entah kemana, hilangnya seorang gitaris membuat Zidan, sosok yang bertanggung jawab atas Landscape kalang kabut bukan main, Zidan harus merombak ulang penampilan yang seharusnya mereka tampilkan dalam durasi yang cukup singkat.
"Gue gak masalah kalau Glen—"
Ucapan Auven terpotong begitu dering ponsel mengisi indra pendengarannya. Kemudian, Auven merogoh saku celana dan menempelkan benda persegi panjang pada telinga setelah mengangkat panggilan dari seseorang bernama Yasa.