🥐
..
"Kue sus." Mash berkata pelan. Mendongak melihat [Name] yang masih betah di atas pohon, gadis itu terlihat sedang duduk bersantai di dahan sambil membaca buku. Sesekali menggoyangkan kakinya dengan riang.
"Ayo kita beli kue sus." ajak Mash lagi. Berharap sang empu mendengarnya.
Ah, ya.
Semenjak bertemu delapan tahun lalu karena ketidaksengajaan, kini Mash dan [Name] jadi berteman, bahkan bisa dibilang sangat dekat. [Name] kerap kali mengunjungi Mash di hutan tempat pertama kali mereka bertemu. Dan hutan itu kini menjadi tempat bermain mereka berdua tanpa diketahui oleh siapapun.
Ketika bermain dengan Mash di hutan, [Name] sering membawa mainan nya mulai dari boneka, kartu, buku bergambar, dan sejenisnya. Namun karena kini mereka sudah beranjak remaja, [Name] hanya membawa beberapa buku.
"[Name], aku bicara padamu." ucap Mash sedikit tegas.
[Name] menunduk, melihat Mash yang berada tepat di bawahnya. Seakan tak peduli, gadis itu mengedikkan bahu kemudian membalik halaman buku dengan wajah serius. "Ikanai." tolaknya.
"Kalau begitu, ayo buat kue nya saja."
"Ikanai."
"Bagaimana kalau—"
"Ikanai."
Ah, jahat sekali. Mash menghela napas berat setiap mendengar jawaban penolakan dari [Name]. Selalu bilang tidak mau dan tidak mau. Memangnya gadis itu mau apa?
"Kau sedang apa?" tanya Mash kemudian, ikut memanjat ke atas pohon dan duduk di sebelah [Name].
[Name] sedikit terhuyung akibat kedatangan Mash yang tiba-tiba. Tahulah, kekuatan Mash ini seperti apa, pohon pun sampai bergoyang. Jantung [Name] hampir copot, untuk saja dia tidak jatuh.
Gadis itu mengerutkan dahi menatap Mash di sampingnya. "Bisa tidak, naiknya pelan-pelan?" ketus nya.
"Padahal sudah pelan."
"Tidak sama sekali. Aku hampir jatuh."
"Aku akan menangkapmu."
[Name] berdecih. Walau perkataan Mash ada benarnya, tapi tetap saja itu berbahaya. [Name] hanya bisa menghela napas. Dia kemudian membagi buku bacaannya pada Mash, agar dapat dibaca oleh pemuda itu.
[Name] kembali tersenyum, tangan telunjuknya menunjuk sebuah kalimat di buku itu. "Aku suka kata-kata ini. Artinya, 'seandainya aku bisa membaca pikiran hari esok, aku tidak akan membiarkanmu memudar'." ucap [Name] menjelaskan.
Mendengar itu, Mash yang tadinya tengah melihat tulisan yang sama sekali tak dia mengerti itu jadi menoleh pada [Name]. Menatap gadis itu intens. "Aku juga tidak akan membiarkanmu pudar." ucap Mash tiba-tiba.
"Hm?" [Name] ikut menoleh pada Mash, mata mereka menumbuk. "Kau bilang apa tadi?"
DEG!
Mash langsung menggeleng, menutup mulutnya dengan kedua tangan.
[Name] berkerut bingung melihat kelakuan temannya itu. Beberapa detik selanjutnya, [Name] tersenyum lagi. "Tunggu sampai aku menyelesaikan cerita ini, lalu aku akan menceritakannya kembali padamu, oke?" kemudian mengelus kepala Mash pelan.
Mash mengangguk ringan. Oh, tidak. Jantungnya berdetak lagi. Sejak dulu, ketika sebuah tangan yang ukurannya lebih kecil darinya itu mengusap kepala nya, Mash selalu berdebar seperti ini. Dan pemuda itu tidak tau apa alasan nya.
"Ah, Mash. Sudah sore, aku akan pulang." ucap [Name], menarik kembali tangannya dari kepala Mash. Ia melipat bukunya rapat-rapat, lalu memasukkannya ke dalam totebag miliknya.
Bersamaan dengan itu, Mash berusaha menetralkan ekspresi nya yang canggung, lalu menatap manik pink milik [Name]. Pemuda itu sekali lagi mengangguk. "Aku akan mengantarmu pulang."
"Tidak perlu, Mash. Bisa gawat kalau orang-orang melihat wajahmu."
Hm, ada benarnya. Mash kan, tidak memiliki tanda.
"Aku bisa menyembunyikan wajahku." ternyata dia tidak peduli.
"Keras kepala, pokoknya tidak." tolak [Name], menyilangkan tangannya.
Mash tidak menjawab. Dia memakai kupluk dari jubahnya, membuat wajahnya jadi sedikit samar. Tak lama kemudian, Mash langsung meloncat turun dari pohon.
[Name] menghela napas lega. Ah, untunglah Mash tidak terlalu keras kepala seperti yang dia bayangkan. Gadis itu tersenyum manis, menatap Mash yang berada di bawah pohon. "Sampaikan salamku pada kakek—"
BAAMM!
Mash menendang batang pohon itu sedikit keras, membuat [Name] yang masih berada di dahan pohon jadi terhuyung, hal itu membuat keseimbangan nya jadi goyah dan terjatuh.
"KYAA—"
[Name] jatuh. Ya, jatuh.. ke dalam pangkuan Mash.
"Sekarang kau tak bisa memberontak lagi." ucap Mash setelah dengan mudahnya menangkap [Name] yang terjatuh dari atas pohon.
[Name] menggerutu kesal. Dia memukul pundak Mash beberapa kali agar temannya itu mau menurunkannya. Namun tetap saja, Mash tidak peduli. Pukulan [Name] tidak lebih seperti tepukan angin baginya.
"Pegangan." Ucap Mash. "Nanti kau benar-benar jatuh ke tanah kalau terus meronta."
Setelah mendengar itu, [Name] tertegun dan mulai tenang dengan perlahan. Kedua tangannya melingkar memeluk leher Mash erat. "Jangan berlari." ucapnya pelan.
Mash mengangguk. "Osu."
Sedetik kemudian, Mash berlari.
"KYAAA! MASHH! KUBILANG JANGAN BERLARI!"
"Padahal cuma jalan cepat."
"KAU BERLARI, BAKKA!"
Mash mengulam senyum. Ah, sekarang.. entah kenapa perutnya jadi penuh dengan kupu-kupu yang menari. Yang dia tau, dia hanya senang.
Namun, rasa senang itu tidaklah abadi. Karena sepulangnya dia mengantar [Name].. Mash menemukan tiga orang polisi di rumahnya, yang tengah menyerang kakeknya habis-habisan.
🥐
.
Gimanaaa? Suka gaa sama chapter 1 nya? ( ♡ω♡ )
Anyway book ini up nya 3 hari sekali yaaa :3Ekhem, ada yg suka sama Rayne Ames atau Orter Madl? Mau nambah fanfict ga? WKWKWKW
SEE UU ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
my big boy ; mash burnedead
Fanfiction𔘓 「 𝗠𝗮𝘀𝗵 𝗕𝘂𝗿𝗻𝗲𝗱𝗲𝗮𝗱 𝘅 𝗥𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 」 "Jangan." Kedua tangannya menangkap tubuhmu dari belakang, memelukmu begitu erat. Sejenak, kamu dapat mendengar suara napas Mash yang menderu ketika dia mendekatkan wajahnya padamu. "Jangan pergi."...