Dua bulan sudah usai kejadian baku tembak di Wakkanai itu, mansion Bonten terlihat begitu damai seperti tak pernah terjadi apapun.
Kakucho tengah menyesap kopi paginya ditambah dengan ocehan Kokonoi yang terus terusan dijahili oleh Sanzu, just an ordinary day.
Rindou dengan rambut yang belum sepenuhnya kering itu berjalan melewati mereka.
"Mau kemana?" Tanya Kakucho melihat lelaki dengan violet sendu itu sudah serapi itu sepagi ini.
"Mengunjungi Aniki." jawabnya singkat lantas melanjutkan jalannya menuju parkiran mobil mansion Bonten.
Mobil Porsche merah kesayangan Rindou melaju membelah keramaian kota Tokyo pada minggu pagi itu, dengan sebuket bunga Lily putih tergeletak pada kursi penumpang di sisinya.
Langkah Haitani bungsu itu memasuki pemakaman umum, hingga tungkainya membawa Rindou pada sebuah pusara. Rindou menyilangkan kakinya dan terduduk tepat di depan pusara itu, meletakkan buket bunga Lily yang dia bawa tepat di samping sebuah figura dengan potret lelaki yang menandakan pemilik pusara itu.
"Maafkan aku, sudah dua bulan sejak kematianmu, aku baru sempat mengunjungimu, Kisaki." Rindou mengusap figur dalam bingkai foto kemudian menangkup tangannya dan memejamkan matanya, melafalkan doa doa terbaik untuk mendiang salah satu rekannya disana.
Usai mengunjungi pemakaman, mobil Porsche itu kembali melaju menuju hingga pada Roppongi, tempat kelahiran Haitani bersaudara itu.
Mobil Rindou memasuki sebuah gereja katedral besar dengan bangunan batu kokoh yang terlihat tua dikelilingi oleh hijaunya pohon pohon teduh yang membuat kesan sejuk.
Ini bukan hari minggu, Gereja itu terlihat begitu sepi tanpa pengunjung. Rindou membuka pintu besar gereja itu, dua sudut bibirnya terangkat membentuk senyum, mendapati seorang lelaki yang duduk membelakanginya dengan setelan hitam yang dilengkapi dengan kerah Romawi.
Dalam sunyi, Rindou menempatkan dirinya di sisi lelaki yang tengah khusu memejamkan matanya dan berdoa kepada Tuhan. Rindou menatap wajah yang serupa dengan wajahnya itu begitu khusyu mengadu pada Tuhannya.
"Aniki, aku disini."
Sepasang violet sendu milik lelaki di sisi Rindou terbuka. Ada ketenangan dalam manik itu, namun luka masih begitu kentara dalam kesenduan tatapan dua violet itu.
"Ah aku merindukanmu Rindou." Ran mendekap adik laki lakinya kemudian kembali melepaskannya dan tersenyum.
"Bagaimana kabar mansion?" Tanya Ran dengan senyum yang begitu manis menyembunyikan kabut dalam hatinya.
Rindou membalas senyum itu, "Baik seperti biasa, mungkin minggu tengah malam, kami akan berdoa kesini."
Ran tertawa, sedang Rindou menatap sendu dengan senyum tipis pada wajahnya.
"Setidaknya pilihanku menjadi Pendeta membuat Bonten sedikit lebih dekat dengan Tuhan." Gurau Ran, kemudian membuang pandangannya pada salib besar di pusat ruangan tersebut kemudian memberikan senyumnya.
Rindou meneteskan air matanya, mengingat bagaimana akhirnya Ran memilih jalan ini.
Flashback
"Bagaimana keadaan Ran?" Rindou menghampiri Dokter khusus Bonten yang baru saja keluar dari ruangan klinik dalam mansion Bonten.
"Haitani-san, dapat kami selamatkan, namun dia belum sadarkan diri."
Tarikan nafas yang terdengar bersamaan dari penjuru lorong mansion mengisi sunyi yang hampir 3 jam menemani mereka.
"Mikey..." Sanzu menyentuh pundak Mikey yang tak berekspresi.
KAMU SEDANG MEMBACA
T W I S T E D (Haitani x OC) [[ End ]]
Literatura KobiecaWARNING 18+ Content! Terlalu klasik jika menceritakan tentang gadis polos dan miskin yang bertemu dengan eksekutif mafia sekelas Bonten.Bagaimana jika kita ubah ceritanya, Haitani bersaudara jatuh cinta pada gadis yang sama, yang tidak dapat ditebak...