Missing

83 8 0
                                    

Haneda, Tokyo Airport.

Hirai dan Ran tengah menunggu jemputan mereka tiba di bandara. Sepasang kekasih itu tengah menunggu pada cafetaria Airport.

Hirai yang terus mengoceh seperti biasanya, dan Ran yang tersenyum menyimak apa yang wanitanya tengah ucapkan, sesekali lelaki itu gemas mencubit kecil pipi Hirai atau mengusak rambut wanitanya.

Sebuah denting ponsel menandakan pesan masuk pada ponsel Ran berbunyi, gegas lelaki itu membacanya.

"Ayo, Madoru sudah menjemput." Ran bangkit.

"Tunggu... aku mau ke toilet dulu." Hirai menahan tangan Ran kemudian memberikan tas kecil miliknya.

"Baiklah..." Ran hendak melangkah dengan kedua tangan yang sudah memegang pegangan koper miliknya dan milik Hirai, namun tangan gadis itu mencekalnya.

Hirai tiba tiba mendekap erat tubuh Ran, membaui aroma lelaki kesayangannya itu, kemudian mendongak menatap wajah Ran.

Obsidian kelam milik Hirai terlihat begitu sendu. Hirai tersenyum menemukan violet sendu favoritnya. "Ran, apapun yang terjadi, aku mencintaimu." Dan satu kecupan singkat mendarat pada bibir Ran, tanpa lumatan, namun terasa begitu hangat.

"Tunggu aku di mobil, aku akan segera menyusul, i love you my lavender." Dengan sedikit berteriak Hirai mengucapkan kata kata itu, karena posisi Hirai yang sudah menjauh dari tempat Ran berdiri.

Ran mendatangi Madoru yanag menatapnya dengan bingung. Menyadari arti tatapan Madoru, Ran menjelaskan Hirai yang izin ke toilet.

Ran memasuki mobil Mercedes C-Clas hitam miliknya, yang selalu ia bawa ketika ada rapat penting, dan tentu saja dengan supir dan pengawal, kali ini Madoru yang bertugas.

Ran membuka i-pad miliknya, potret dirinya bersama Hirai dalam gendongannya yang tengah tertawa berlatar laut Pulau Jeju menjadi wallpaper i-pad hitam di tangannya. Sebuah garis senyum terukir di wajah lelaki yang sudah nyaris berkepala empat itu.

Ran berkutat dengan beberapa file pekerjaannya, hingga suara Madoru menginterupsinya. "Haitani-sama, apa kita perlu menyusul Hirai-chan?"

Ran mengangkat wajahnya, matanya melirik angka yang menunjukan jam pada sudut I-padnya, 30 menit sudah, dan Hirai tak kunjung menghampiri.

Lelaki dengan rambut dwiwarna itu berdiri, merenggangkan ikatan dasinya di lehernya kemudian bergegas berjalan menuju toilet terdekat.

Awalnya lelaki itu rasanya ingin menerobos saja, namun dia urungkan, karena memikirkan bagaimana respon kekasihnya jika dia seperti itu.

Satu,

Dua,

Tiga,

Hingga toilet terlihat sepi, Ran tidak lagi menahannya, lelaki itu menerobos masuk, dan benar saja, tidak ada tanda manusia di dalam toilet itu.

Ran cukup panik, namun dia menelfon Madoru dan supirnya untuk mencari Ran di toilet lain di bandara, sedang dirinya akan mencoba mencari di sekitar sana.

Langkahnya menyusuri tepian bandara, saat violet sendunya menangkap cardigan merah muda yang dia kenali tergeletak begitu saja pada aspal parkir samping bandara. Gegas lelaki itu berlari, dan belum sempat sampai pada tempat tergeletaknya cardigan milik Hirai, Ran menemukan kalung dengan liontin sabit yang dia belikan pada Hirai putus dan tergeletak tak jauh dari cardigan itu berada

Tangannya dengan cepat mengeluarkan ponselnya, mencari nama Kakucho dalam kontaknya, sedang kakinya bekerja menyambangi tempat tempat benda milik Hirai terjatuh.

Ran kini berada pada ruang cctv bandara, menunggu Kakucho dan yang lainnya tiba, berkat koneksi dari Kokonoi, Ran diperbolehkan memasuki ruang keamanan bandara itu.

Matanya menatap jeli pada semua cctv bandara, namun pada jam 03.15 waktu setempat, cctv sempat eror dalam 2 detik, dan setelahnya Hirai tak kunjung keluar dari toilet yang dia masuki.

Pikiran Ran tentu berkecamuk, khawatir, dan tentu saja rasa takut kehilangan menyeruak dalam benaknya.

"Bagaimana?" Kakucho dan Kokonoi tiba.

"Tidak terlihat sama sekali di cctv." Wajah Ran pias.

"Aku menemukan ini!" Rindou, suara Rindou menyusul menghampiri Kakucho, Kokonoi dan kakaknya yabg terlihat frustasi menatap layar layar monitor cctv bandara.

Jujur saja, awalnya Ran sempat berpikir ini ulah Rindou, tapi Kakucho mengkonfirmasi Rindou sedang bersamanya sejak 3 jam lalu, gym dan bermain bilyard.

Rindou tengah menggenggam ponsel dengan case boneka pororo milik hirai, yang remuk. Layar dan backdoor ponsel itu retak sebagian seperti bekas injakan.

Mereka saling menatap dan berakhir mengangguk. Ran mengucapkan terimakasih pada petugas keamanan yang sedang bekerja, hal itu tentu saja bukan sebuah hal yang lumrah untuk mafia sekelas Ran.

Mereka kini tengah dalam perjalanan pulang menuju mansion Bonten. Kisaki yang sudah dihubungi untuk persiapan meretas ponsel Hirai pun telah bersiaga. Dalam perjalanan, Rindou mengirim pengumuman pada semua anggota Bonten untuk melaporkan jika melihat Hirai. Sebetulnya Kokonoi ingin menyebar pencarian Hirai ke relasi Bonten, namun Kakucho mencegah hal itu, dia berpikir bisa saja ini cara bermain salah satu orang luar Bonten yang terkait, entah itu relasi, atau mungkin Yakuza yang posisinya sudah tergantikan.

Kisaki kini tengah meretas ponsel Hirai, ada sebuah pesan yang belum sempat Hirai kirim tertuju untuk Ran. "Ran tolong aku!" Begitu isinya, dan hal itu jelas membuat Ran semakin khawatir.

Kisaki tengah melacak airpod milik Hirai yang signal terakhirnya tertangkap di sekitar Tamagawa Sky Bridge, di mana Ran tengah dalam perjalanan menuju ke sana ditemani dengan Rindou

Benar saja, Ran menemukan airpod putih dengan case inisal H yang Ran yakini adalah milik Hirai tergeletak di tepi jalan dengan keadaan terbuka dan satu earpodnya terpental cukup jauh.

Lelaki itu memijit pelipisnya, pening menguasai kepalanya, ditambah tubuhnya yang letih usai perjalanan dari Korea. Rindou menepuk nepuk pundak kakak sulungnya, ada rasa bersalah menggerogotinya, mengingat kejadian terakhir yang disebabkan olehnya, dan rasa sesal itu semakin membuatnya sungkan, kala Hirai tersenyum padanya seolah tidak terjadi apa apa keesokan harinya.

"Aniki, ayo pulang dan mandi, setelah itu kita bicarakan bersama, Mikey yang menyuruh kumpul makan malam hari ini." Rindou mengusap pundak Ran yang melorot itu.

Ran tanpa suara mengikuti titah sang adik, kembali ke mobil dan duduk pada kursi depan untuk penumpang, sedang Rindou menyetir untuknya. Ran mencoba memejamkan matanya, tangannya menggenggam erat liontin berbentuk sabit milik Hirai. Sekelebat ucapan sayang dari Hirai.

"Ran, apapun yang terjadi, aku mencintaimu."

Dengung suara Hirai menggema dalam pikirannya, membuatnya membuka matanya.

"Rin, atau Hirai berniat kabur dari kita?"

Rindou menghentikan mobilnya secara mendadak. Membuat keduanya sama sama terlonjak kaget.

"Gila, bagaimana bisa pikiran itu ada dalam kepalamu?" Rindo menatap sengit kakak lelakinya.

"Ucapannya sebelum ke toilet, seperti sebuah perpisahan, atau... mungkin dia sudah tau jika kami di intai, dan dia mengorbankan dirinya." Ran kembali membuat konsep dalam kepalanya.

Rindou menarik nafas frustasi.

"Aniki, apakah ada alasan Hirai kabur dari kita?"

Ran tampak berpikir, namun akhirnya, dengan lemah, lelaki itu menggelengkan kepalanya.

"Hirai kuat, dia akan baik baik saja, tugas kita sekarang adalah, menemukannya." Rindou berucap begitu dalam. Rasa cintanya pada Hirai serta sayangnya pada sang kakak, dan tentu saja rasa bersalah, membuatnya berpikir harus menemukan Hirai bagaimanapun caranya.

TBC

HALOOOOO!!!

Kira kira Hirai kenapa gays?

T W I S T E D (Haitani x OC) [[ End ]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang