Ini dari Fenola

16 3 1
                                    


9 Januari, 2024
Aku, Bunga Fenola.

Namaku cantik.

Saat kecil, mama pernah bilang, “Kamu itu gedenya jadi bunga. Cantik, menawan, dan cerdas. Jujur dan gak akan sembunyiin apapun dari mama.”

Persis seperti Bunga dan Fenotipe.

Aku rasa itu ada benarnya.
Aku tumbuh sampai saat ini, mekar, menawan dan cerdas. Aku juga cantik, menurutku.

Standar kecantikan Indonesia sangat gila.

Jadi lebih baik aku membuat standarku sendiri.

Kurang lebih itu membantu dalam lingkungan hidupku yang selalu mengutamakan harta, tahta dan wajah.

Tapi banyak hal-hal kecil yang tidak aku ketahui.

Toko 28 aku tidak tahu, toko Frida saja aku kurang mengerti letak strategis-nya di mana.

Banyak hal, aku ingin tahu.

Tapi malas keluar. Namanya juga aku. Ya begitu.

Contoh lainnya tentang selai.
Apa yang aku pahami tentang selai, selain selai coklat, yang sedari kecil ada di sampingku saat sarapan?

Mama dan papa tahu kesukaanku, hanya selai coklat. Selai coklat rasanya sudah hangat dilidahku. Tapi selai lainnya, terasa aneh.

Aku tidak tahu mendeskripsikannya bagaimana. Entah aku suka, kagum, ataukah penasaran dengan rasa selainya.

Kenapa aku tidak puas dengan selai coklat, hingga dengan beraninya aku mulai suka dengan selai rasa lain?

Bukankah coklat cukup bahkan lebih, jika hanya untuk sarapan?

Aku tidak paham.

Kata mama, “Itu lumrah terjadi.”

Tapi tetap aku tidak paham.
Entah itu suka, atau mungkin hanya kagum saja.

Atau bisa saja ini cara Tuhan menguji keimanan ku.

Tapi apasih yang aku tahu tentang kagum? Dan sudah seberapa banyak amal yang kuperbuat?

Bagian mana dari sosok itu yang aku kagumi? Sifat yang mana? Tingkah dia yang mana, yang bisa buat aku kagum?

Apa yang telah mentari perbuat, sampai-sampai hatiku jatuh, dan tahu arti masa-masa remaja yang dikatakan orang-orang?

Dari kapan rasa kagum itu hadir? Dan dengan cara apa aku bisa tahu jawabannya?

Lalu, hatiku yang bagian mana? Yang bisa menjawab semua pertanyaan itu?

Apa perlu aku membuka sel hatiku? Agar bisa meneliti, adakah namanya yang menyempil?

Kagumku aneh. Dan kenapa harus ia yang aku kagumi?

Kenapa mukanya sekarang lebih keren, padahal dulu seperti monyet? Kenapa sekarang dia agak tinggi, padahal dulu aku yang lebih tinggi? Dan kenapa sekarang cukuran rambutnya lebih cocok, daripada style cukur Ronaldo?

Mataku, kah yang salah? Atau memang dia yang glow up?

Aneh.

Wajahnya nyaris lucu, seperti anak kecil. Padahal sudah kelas 1 SMA.

Mataku, kah? Yang buram? Atau memang benar bahwa orang bisa buta karena rasa.

•••

Sudah berapa kali aku bilang kata “Aneh.”?

Barangkali sudah tiga kali, bahkan lebih.

Aneh dalam artian jarang terjadi, tidak lumrah dilakukan dan itu adalah perasaan dan tingkah yang spontan memang dari sananya.

Aku ingin bercerita tentang kebegoan dan ketidak-sinkronan diriku hari Jum'at lalu.

Dan kupikir, tingkahku hari Jum'at itu benar-benar di luar nalar.
Aku pikiranku tidak jelas, dan tingkahku kesalatingan seperti orang gila.

Sudah jelas dikatakan bahwa hari Jum'at, full dengan P5.

Jika tidak ada yang tahu, maka akan kujelaskan.
Biar kalian ngerti. Siapa tahu kalian kudet.

P5 adalah singkatan dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Isi dari P5 bukan susunan silabus yang harus dibaca.

Dalam P5 kita diajar untuk bekerja sama, membangun kreatifitas, dan bagaimana cara menjalin komunikasi dengan baik, serta mengurangi permasalahan lingkungan yang sedang marak di eranya.

Setiap tahun berganti tema sesuai keadaan Indonesia. Entah lingkungan, digital, ataukah hati Bagaskara, juga mungkin.

Dihari yang melelahkan, dan akhirnya menatap agar Bagaskara. Rasanya menyenangkan, tapinya aku tidak suka.

Sebab, kata Riska aku seperti orang gila.

Tapi apa yang bisa dilakukan? Itu adalah adaptasiku.

Seperti adaptasi morfologi yang harus merubah bentuk tubuh demi bertahan hidup.

Seperti adaptasi fisiologi yang mau tidak mau, perlu mengubah fungsi organ tubuh terhadap lingkungan.

Dan seperti seluruh makhluk hidup yang harus beradaptasi dengan lingkungannya.

Adaptasi hatiku juga seperti itu.

Saat melihat Bagaskara dipersekian detik, tubuhku tiba-tiba terdiam kaku.

Didetik keduanya senyumku mulai mekar. Rasanya tidak bisa dihentikan.

Dan adaptasiku, yaitu harus memalingkan wajah dan menatap ke burung Dara, itupun jika ada.

Dan terlihat seperti orang gila.
Senyum sendiri.
Tertawa sendiri.
Apapun sendiri.
Bahkan suka-pun, sendiri.

Kalo bahasa Inggrisnya, aku itu Independen women. Keren, kan?

Kalo gak keren yaudah, kan aku yang ngomong.

Titik.

Klik.
Published.


Kalo selai coklat dicampur strawberry juga enak.

Apa boleh aku minta, manis strawberry-nya dari Bagaskara?

@rnndtsfyn

FenoTipe [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang