Polar? Non Polar?

6 1 0
                                    

Kita ini sama-sama positif atau negatif, sih?

Kok bisa, elektron ikatan aku dan kamu tidak simetris? Padahal sejelas kita sama. Tapi kenapa dipol-dipolnya saling meniadakan?

•••

Dua Minggu yang benar-benar menguras tenaga. Satu impian Fenola tidak tercapai.
Impiannya menjadi Ketua OSIS Delmas, tidak tercapai.

Ya tidak apa-apa. Paling tidak dia sudah menyuarakan ide-idenya, gagasan-gagasan monotonnya.

Yang mungkin dirasa menyebalkan oleh banyak orang. Entah itu belajar bahasa Indonesia, belajar bahasa inggris dan hanya berfokus pada sampah yang menumpuk di sekolah.

Kamis itu ada tiga hal yang membuat Fenola sedih dan terharu. Yang pertama, ia gagal menjadi ketua OSIS dalam pemilihan. Yang kedua, Bagaskara tidak ada pada kamis itu, dan yang terakhir...

Kata Bu Biologi, “Tidak boleh patah semangat, harus yakin bahwa Fenola adalah yang terbaik.”

Itu adalah kata mutiara yang kesekian, kata yang tepat menancap dihati Fenola. Terharu sekali mendengar itu. Fenola merasa kehadirannya dilihat, diakui, dan dihargai perjuangannya.

Lebay mungkin. Tapi itulah Fenola. Ia menangis, sebab imipian dan angannya terlalu tinggi untuk sekolah Delmas kita.

Pikiran Fenola tidak terkira. Tidak ada yang bisa memahaminya. Maka dari itu tak heran apabila hanya 95 orang yang paham dirinya.

Didampingi teman-teman kelas yang selalu mendukung, memilih, dan ikut menangis kala Fenola menangis.

Aneh, kenapa menangis? Kan Fenola jadi tambah sedih.

“Fen, udah ya... ayok pulang.” kata Nora.

“Fen, Lo udah berjuang. Lo hebat. Mungkin ada hal yang lebih baik dipersiapkan Tuhan.” ungkap Caca.

Kata-katanya menyentuh hati. Air mata Fenola mengalir lagi.

Dipeluk Riska, ditenangkan Fahla, dan diketawai Nora, walau matanya juga berair.

Memang lucu sekali.

Menjadi ketua kelas yang disayang memang menyenangkan...

Tapi sekiranya itu adalah bukti dari dukungan para teman-teman kelas Fenola, yang katanya Tim Sukses 02.

Ada banyak teman, tapi jarang yang ikut serta dalam kesedihan saat kita menerima kekalahan.

Ada banyak teman, tapi tak jarang, teman hanya datang ketika kita menang.

Bersyukur sekali Fenola hadir disamping teman-teman baru, dikelas baru, dan tingkatan baru ini.

Intinya, Fenola ingin mengucap beribu terima kasih, dan semoga kekompakan ini terjalin kuat, juga lama.

Lucu sekali jika dikenang lagi. Untungnya saat itu jam pulang sekolah. Jadi tak banyak yang melihat sisi lemah Fenola.

Jalan menuju rumah dengan Nora dan Caca, sampai dirumah Fenola menangis dipelukan mama.

Kata mama, “Yaudah gapapa. Jangan Cemen. Masih banyak prestasi lain.”

Pret. Padahal, kan mama yang nyuruh Fenola nyalon. :)

Dasar, namanya bunda-bunda.

Hari itu Fenola menangis. Juga terharu.

Menangis ... karena kenapa cuma 95 yang pilih dia? Padahal, Fenola sekeren ini.

Di sisi lain juga terharu, dan bangga memiliki 95 suara itu. Berarti ada 95 orang yang percaya dengan Fenola.

Sudahlah. Hari itu Fenola akhiri dengan tangisan dipipi.

Seandainya ada Bagaskara, Fenola tidak akan sesedih ini.

Satu cara untuk dilihat Bagaskara, gagal diraih Fenola. Sekarang, cara apalagi?

•••

Kembali di Senin pagi. Mencari kabar Bagaskara, "adakah dirinya datang hari ini?”

Rindu sekali. Jika saja mata Fenola melihat Bagaskara. Pasti sedihnya langsung tiada.

Tapi, di mana Bagaskara?

@rnndtsfyn

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FenoTipe [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang