"90% Cocok" Katanya

11 1 0
                                    

“Raja kerajaan Samudra Pasai namanya siapa sih?!”

“Udah dibilang...

Saipun Jamil!”

“...”

°\\°

Syair-syair milik siapa lagi yang harus Fenola lantunkan?

Bait-bait puisi mana lagi yang pantas untuk Fenola ucapkan?

Perlu berapa kata lagi untuk menceritakan Bagaskara dengan sempurna?

°°°

“Siapa sih yang enggakkkk kennall Fenola di Sekolah iniii???” ujar Fenola dengan ala kepedeannya.

Bukan Fenola apabila tidak menggebu-gebu saat menceritakan tentang dirinya.

“Udah cantik, manis, baik, berprestasi... Di mana lagi coba Delmas dapet calon Ketos kayak gue?!” lanjut Fenola dengan menggebu.

Dengan manatap pantulan dirinya dihadapan cermin, Fenola mengibaskan rambut panjangnya yang tergerai.

To much information! Fenola masuk OSIS bukan karena sebuah ketidak-betulan, namun sengaja masuk dengan kesengajaan.

Mimpi Fenola saat menginjakkan kaki pertama kali di Delmas ada tiga. Yang pertama, menjadi siswi yang berprestasi, yang kedua menjadi sosok yang terkenal, dan yang terakhir menjadi ketua OSIS Delmas.

Bukan karena apa-apa. Bisa dibilang kepedean.

Agaknya itu boleh juga.

Namun dilubuk hati Fenola, ada sebuah gebrakan yang ingin ia wujudkan.

Menurut Fenola, berpikir “apakah dia betul-betul akan menjadi ketos Delmas” adalah wisata kapan-kapan.

Yang terpenting saat ini adalah,

“Gue se-kece ini? Masa' mas Bagas gak suka sih!”

ujar Fenola seentengnya.

Prinsip Fenola adalah “Too much ke-PeDe-an it's a brilliant idea.”

-
207 kata...

Hampir 207 puluh ribu kata dan kalimat yang sama diutarakan oleh Bunga Fenola.

Over confidence adalah pribadinya. Tapi jangan salah, Fenola memang pantas melakukannya.

Siapa yang tidak suka? Ya biar saja.

Fenola juga masih baik-baik saja.

Hari ini Fenola libur dua hari, setelah kegiatan yang panjang sebagai panitia MPLS Delmas.

Banyak cerita fantastik yang terjadi dalam kehidupan Fenola seminggu terakhir. Bertemu dengm adik-adik kelas yang lucu, imut, dan mungil merupakan hadiah paling cute yang Fenola dapatkan.

Sayangnya ada satu yang kurang.

Bagaskara tentunya!

Katanya fenomena aphelion hoax. Tapi menurut Fenola itu tidak hoax. Karena rasanya, matahari yang biasanya berada tepat di sekitar Fenola menghilang, yang ada cuma mendung bergelimpangan.

...

Fenola tidak punya ide sekarang. Sumber idenya hinggap di Surabaya. Entah apa yang dilakukan Bagaskara di sana, tapi Fenola selalu yakin akan ada sesuatu yang brilian dan hebat yang sedang dilakukan Bagaskara.

Angan-angan Fenola mengatakan, ia selalu ingin bercerita kepada Bagaskara. Tentang hal yang terjadi di hidupnya dan kesaktian konyol yang menyempil di perjalanan hidupnya.

Namun perlu diperjelas dengan tanda petik. Itu hanya “Angan” Fenola.

•••

Tidak terasa, ya. Waktu cepat sekali berputarnya.

Dulu Fenola duduk di depan teras kelas sepuluh A. Sekarang Fenola pindah kelas, naik setingkat menjadi kakak kelas.

Menurut Fenola, kelas yang sekarang benar-benar kosong. Tidak bernyawa. Mungkin seiring berjalannya waktu akan terasa serunya.

Fenola kini tidak bisa sering-sering lagi menatap pesona Bagaskara.

Kelas Bagaskara diujung sana. Sebanjar dengan kelas Fenola. Tidak mudah untuk curi-curi mata, bisa-bisa leher Fenola miring ke kanan!

Anehnya Delmas ini. Kelas Fenola tepat bersebelahan dengan tumpukan sampah. Benar-benar seperti tong sampah! Tidak terurus. Ini yang menjadi misi Fenola kedepannya.

Merindu kepunyaan orang lain, Fenola adalah ahlinya. Tidak sabar melihat Bagaskara contohnya.

Dua hari terakhir Fenola tidak melihat Bagaskara. “Bagaskara datang tidak?” “Kemana dia?”, adalah pertanyaan yang Fenola lontarkan tanpa tujuan.

Konyol, kan?

Hanya sekedar formalitas rasa suka Fenola. Sebab jika tidak bertanya, rasanya hati Fenola kurang puas.

Tidak lengkap apabila tidak mengetahui keberadaan Bagaskara. Tidak penuh apabila tidak melihat hadirnya Bagaskara. Tidak sempurna, apabila tidak mencium parfume Bagaskara, yang ia tinggalkan saat lewat di depan kelas Fenola.

Parfume itu seperti terkenal di hidung Fenola. Tapi Fenola lupa itu harum siapa. Mungkin itu parfume Bagaskara.

Semakin hari, semakin banyak yang tidak Fenola ketahui perihal Bagaskara. Semakin bertambahnya tahun, semakin besar pula takaran pemahaman Fenola pada Bagaskara.

Fenola sedikit ingin berbicara dengan Bagaskara, walau cuma sekali. Biar Fenola tahu bagaimana cara Bagaskara berlogika.

Berkali-kali itu boleh juga.

Fenola ingin berbicara dengan Bagaskara tanpa nada keras yang terkesan mengintimidasi, akibat kelabilan Fenola saat salting.

Fenola mau biasa saja kepada Bagaskara. Siapa tahu Bagaskara akan merasa Fenola pantas menjadi temannya.

Fenola sudah tidak mau begini begitu. Hanya ingin biasa terhadap Bagaskara. Agar tingkahnya tetap waras, agar sukanya bisa diimplementasikan dengan tertata.

Jika Fenola bisa berbicara dengan Bagaskara seperti yang lainnya secara lumrah... mungkin itu adalah permulaan bagi Fenola untuk bersikap seolah tak ada rasa.

Setiap bagian buku perihal Bagaskara, merupakan hal terbiasa bagi Fenola. Biasa Fenola buka, biasa Fenola baca, dan biasa Fenola ajak bicara.


Terlalu biasa, sehingga menjadi sampul buku terindah bagi bahasa Fenola.

“Dia ... mengerti, tidak, ya?”

°°°
Rnndtsfyn

FenoTipe [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang