36

69 15 1
                                    

Aku menatap pantulan diriku di cermin, menatap ragaku yang pikirannya sedang melayang. Sedari tadi diriku berusaha mencerna, di mana bagian yang salah pada cerita ini?

Mengapa Renjun berbohong padaku?

Sejauh aku memikirkannya, tak ada alasan bagi pria itu untuk berbohong kepadaku. Apa mungkin karena dia menyadari bahwa perasaannya padaku telah memudar?

Namun, kurasa tidak. Dari bola matanya ketika menatapku, aku tahu itu masih sama persis dengan sekian tahun silam.

Lantas?

Kenapa?

Aku menghela napas panjang, kemudian membasuh tanganku di wastafel, setelah itu aku berjalan keluar dari toilet toko roti ini.

Namun, ketika diriku hendak berjalan kembali ke meja dan bergabung dengan yang lain, langkahku terhenti karena mendengar suara yang familiar dari toilet pria.

"Terus, sekarang lo mau nyerah, Jun?"

Aku mengintip sekilas dari pintu toilet yang terbuka dan terlihat dua orang pria tengah berbincang di depan wastafel.

"Yega lebih bahagia sama lo, Chan."

Aku besandar pada tembok di sebelah pintu toilet, tertarik untuk menguping lebih lanjut. Aku tahu betul siapa kedua pria itu.

Eh? Tunggu?

Renjun bilang apa barusan?

"Yega lebih bahagia sama gue?" Haechan mengulang pernyataan Renjun. "Kenapa lo bisa ngira gitu?"

"Senyuman dia, Chan. Tawa dia, perlakuan dia, tatapan dia ke lo, semuanya baru di mata gue alias gue nggak pernah liat sosok Yega yang kayak gitu, Chan."

Aku mencelos. Apa mungkin ini adalah salah satu alasan mengapa Renjun berbohong padaku?

"Tapi hati dia buat lo, Jun."

"Lo yakin itu buat gue?" Renjun tertawa pelan. "Bagi Yega, gue cuman masa lalunya dia, Chan. Salah satu kenangan buruk dalam hidupnya yang pengen dia kubur dalem-dalem. Gue nggak mau liat Yega terus-terusan sakit pas liat gue, Chan. Gue pengen dia bahagia dan gue sadar bukan gue orangnya."

Terdengar Haechan menghela napas kasar. "Lo berdua, tuh, sama-sama gengsinya gede, hobi banget denial, dan selalu membuat kesimpulan sendiri. Terserah lo, deh, Jun, gue capek denger alasan-alasan lo yang sebenernya lo ngalah karena tau gue suka sama Yega, kan?"

Tak ada jawaban dari lawan bicaranya. Hening. Kutebak, Renjun membeku saat itu, tidak siap dengan pukulan telak dari Haechan. "Lo cuman takut pertemanan kita rusak karena kita suka orang yang sama, kan?"

Masih belum terdengar suara dari Renjun, membuatku frustasi karena dimakan rasa penasaran. Sungguh, ingin sekali aku menerobos toilet dan ikut bergabung berbicara dengan mereka.

"Mungkin. Mungkin iya itu salah salah satunya. Tapi, alasan utama gue lepasin Yega karena gue merasa gue bukan orang yang tepat buat Yega. Bahkan, gue nggak pernah bikin Yega senyum dan ketawa kayak dia pas sama lo, Chan. Gue cuman takut ujung-ujungnya gue bakal nyakitin Yega lagi."

Jawaban yang akhirnya pertanyaanku barusan sudah terjawab. Ah, jadi itu alasan pria itu berbohong padaku.

Sebenarnya, tidak sepenuhnya salah Renjun.

Aku sadar, aku memang tidak bisa bersikap lepas di depan Renjun alias berbeda sekali dengan aku di hadapan Haechan.

Alasan?

Karena setiap aku melihat Renjun, diriku selalu sibuk dengan pikiranku sendiri, sibuk denial akan perasaanku, sampai aku lupa bahwa itu akan berdampak pada alur cerita ini.

Teroptik | Renjun NCT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang