Chapter 9: Deep Inside

169 2 0
                                    


Cinta yang menyakitkan adalah cinta yang hanya bisa dirasakan tanpa melakukan apapun. Tidak bisa berkata, tidak bisa mengontrol, bahkan berpikir pun tidak berhak.

Sosok kecil pergi ke kamar tidurnya setelah kembali dari kampus. Dia meletakkan tas selempangnya di kursi. Tangan rampingnya mengaduk-aduk sesuatu dari tas sebelum meletakkannya di atas meja.

Buku harian

Dia membelinya di toko buku dekat sekolah. Si kecil tidak suka menulis, dia lebih suka mengambil banyak gambar untuk menyimpan kenangan daripada menuliskan perasaannya. Tapi sesuatu menyebabkan Mueang Nan mulainya...

Dia ingin menulisnya, untuk memastikan ingatannya tetap mengingat semua cerita kehidupan, dimana gambar tidak melakukan semua itu. Tangan putih itu memegang pena favorit untuk menulis dan menuangkan masalah dan tidak menyangkalnya. Dan pada saat itu, dia menemukan sesuatu.

Menulis buku harian, ibarat mengekspresikan emosi dalam dirinya.

Catatan di hari pertama:

Sudah sehari sejak aku mencoba menjauh dari pria jangkung itu. Hari pertama ketika aku harisa menyayat hatiku dan menerima tidak memiliki orang itu dalam hidupku. Aku tidak akan menunggu lagi. Penantian itu terlalu kejam. Jadi aku akan egois untuk melindungi diri dari rasa sakit lebih dari ini.

Di meja makan, ibuku mencoba meletakkan ini dan itu di piringku hingga hampir penuh. Adikku merawatku dengan baik. Meskipun dalam hatinya, mungkin dia meragukan bahwa kami bukan berasal ayah yang sama.

Ayah juga sama, dia diam, kami bahkan tidak punya satu katapun untuk diucapkan, tetapi itu juga merupakan hal yang sangat normal. Dia tahu apa yang salah hari itu, tahu bahwa aku hampir menangis ketika mendengar kebenaran dari mulutnya sendiri. Tapi tidak ada penghiburan, tidak ada tepukan di punggung dan mengucapkan kalimat yang menyenangkan. Keduanya membiarkannya begitu saja. Semoga suatu hari luka semua orang akan sembuh.

Tapi ternyata tidak... Luka tidak akan pernah hilang dari hati seseorang.

Waktu menyembuhkan segalanya. Tapi waktu juga menghancurkan semua yang pernah ada. Aku membutuhkan hal-hal berharga dariku, tapi waktu merusaknya sampai tidak ada apa-apa yang tersisa. Meskipun rasa sakit telah hilang dari hati, tapi jejaknya tidak pernah hilang.

Catatan di hari kedua:

Mork dan Pi mengajakku jalan-jalan di mal. Kami menonton film bersama. Aku hampir tidak tahu apa judulnya, bagaimana ceritanya, menyenangkan atau tidak. Yang kutahu, bahwa poster filmnya berwarna putih. Aku hanya duduk di sana dan menatap layar besar di depanku. Satu tangan mengambil popcorn dan cola untuk dimakan. Itu tidak terlalu enak.

Aku tidak tertawa, tidak menangis, aku bahkan tidak mood untuk menonton film ini sama sekali. Setelah menonton, aku melambaikan tangan kepada mereka berdua dan memutuskan untuk terus berjalan sebelum naik taksi untuk pulang dengan emosi yang tidak bisa dijelaskan.

Hari ini, aku berbicara dengan ayahku. Dia memarahiku. Menyalahkan dan memanggilku bodoh itu sampai 10 kali, kalau aku tidak salah menghitung, karena...

Aku lupa dan meninggalkan mobilku di mall.

Catatan di hari ketiga :

Kimia menjadi mata kuliah yang ku benci. Padahal, dulu itu adalah mata kuliah yang bisa kunikmati selama berjam-jam. Tetapi hari ini, baru saja aku membuka satu halaman dan mencoba membaca beberapa baris isinya, aku tidak mengerti sedikitpun.

Aku membacanya berulang-ulang. Menghitung pengulangan yang tak terhitung seperti itu sebelum kehabisan kesabaran dan membuat kertas-kertas itu berjatuhan ke lantai. Aku mulai berpikir bahwa... hidup dengan sesuatu dalam waktu yang lama juga membuat kita merasa jijik dengan hal yang dulu kita sukai. Jadi aku tidak ingin mencintai apapun lagi. Karena jika suatu saat aku tidak sengaja membencinya, mungkin aku sudah tidak bisa lagi membuat hatiku menerimanya.

WINTER PART 1 - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang