Lempar Batu, Satu!

608 37 5
                                    

Mari kita mencoba menyelam lebih dalam, tentang cerita pertemuan anak laki-laki tak bertujuan. Mereka hendak hilang bersamaan, ketika kaki tangan itu memutuskan saling menghentikan. Seolah batuan menghadang jalanan, layaknya begal di perempatan atau persimpangan kebisingan, seperti afeksi bunga matahari yang kemudian masak menjadi kuaci siap saji.

Berkenalanlah, sini! Sembilan dari indikasi khusus layaknya rasi bintang pada galaksi. Rotasinya teratur, rapi, tanpa saling menuai kecaman diri.

Inilah mereka.

>>,<<

Yang spesial itu martabak manis, sedangkan sisi lain dari lelaki ini memiliki rahang tegas. Pembawaannya merakyat, seakan para anak kecil di kampung langsung melekat usai melihat tubuhnya berdiri di gapura gang. Si biang keusilan yang penuh candaan, tetapi wibawanya bisa penuh keseriusan dalam waktu bersamaan.

Akan selalu diam ketika suaranya tidak dibutuhkan. Sesekali mendongeng layaknya sekawan jenaka melalui kisah hidup orang berdasi layaknya pegawai kantoran. Meski banyak keterlambatan, bukankah tidak harus menahan malu untuk mengejar ketertinggalan?

Salam kenal, Hisyam 'Alain Yudhistira. Tetap melangkah ke depan, ya!

 Tetap melangkah ke depan, ya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

>>,<<

Sepertinya pria satu ini overdosis kadar gula, senyumnya selalu lebar. Bahkan samudera dan nabastala saja kalah darinya. Bisa dibilang jika dia sedang ditimpa tangga, mungkin akan dibalas dengan senyuman saja. "Masih ada hari esok untuk memperbaiki sebelum pengisian pasir waktu kembali."

Salah satu pemilik kedalaman dari penjuru perluasan.

Hai, Liam Taftian Sanurba. Jangan hilang!

 Jangan hilang!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

>>,<<

Jika kutub utara terkena mentari sepanjang hari, kemudian meleleh membanjiri bumi, mungkin persepsi mengenai pria ini akan berubah tiga ratus enam puluh derajat. Parasnya yang selalu dianggap sempurna, justru menjadi sumber malapetaka kehanyutan hidupnya. Apabila bintang di langit tak bisa digapai, hanya tangan Bilal dengan segala keberanian untuk mengulurkannya sendiri.

Re-(Play)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang