Salam Perusuh, Ketujuh!

125 26 13
                                    

>>,<<

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


>>,<<

Rey menyusut hidungnya, memijat pelipis pelan. Lembaran kertas di depannya sangat berantakan tidak keruan, persis seperti isi kepalanya. Baru akan meletakkan kepala di atas lipatan tangan, dering notifikasi membuatnya kembali terbangun. Diangkatnya telpon tersebut.

"Halo, Mas! Kenapa?"

Di seberang terdengar bunyi bising. Sepertinya Yuda sedang ada di luar.

"Mas kirim sesuatu tadi. Bentar lagi nyampe mungkin. Jangan diforsir tenaganya!"

Senyum simpul merekah di bibir Rey.

"Kok repot-repot, Mas. Tumben."

"Ya, gak apa-apa. Mas tahu, temen kamu masih nginep di kosan. Makanya Mas pengin aja kirim makanan. Dimakan, ya?"

"Iya. Mas kapan pulang?"

"Ya, nanti Mas kabari lagi. Udah, ya? Mas juga mau pulang ke kosan. Temen sekamar Mas udah tantrum ini nungguin Mas."

Rey tertawa kecil. "Iya, hati-hati. Jangan ngebut bawa motornya!"

"Dah, as-salamu'alaikum."

"Wa'alaikumus-salam."

Jarak memang memangkas jauh tali persaudaraan. Ikatan yang hampir selalu patah, bukan hanya hampir. Namun, juga beribu kali hancur melebur. Seakan dokumen satu atap hanyalah sebuah totalitas dusta tanpa berbuah nyata. Rey bersyukur, setidaknya Yuda tidak pernah meminta ia untuk menjauh ataupun pergi, meski beribu konsekuensi harus dirinya nikmati. Rey tidak masalah akan hal itu. Semua yang ia miliki sudah lebih dari cukup.

Helaan napas menguar dari hidung bangirnya. Rey bangkit, membereskan laptop beserta lembaran kertas dan buku-buku yang berserakan. Setelah ini ia akan mengirim email hasil kerjanya kepada Ko Andi.

Pintu diketuk, Rey menoleh. Kemudian ia membuka pintu, mendapati bukan hanya Ghaffar yang berdiri di sana. Melainkan Sena dengan wajah babak belurnya sukses membuat ia mengernyit penuh tanya.

Ghaffar meletakkan totebag biru berisi dua kotak makanan. "Dari Abang lo katanya."

Rey mengangguk dan mempersilakan masuk tamu-tamunya. Menerima totebag makanan, segera menutup kembali pintu kamar kosan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa ia sangat penasaran terhadap kondisi Sena, tetapi tidak berani membuka banyak suara. Rey hanya menatap Ghaffar masuk ke kamar mandi, kemudian memanggilnya untuk mendekat. Membiarkan makanan yang dikirim Yuda tergeletak bebas di atas tikar berbulu bersama Sean yang belum mengucap sepatah kata.

Re-(Play)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang