Surat Kepribadian, Kelima!

171 33 12
                                    

>>,<<

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

>>,<<

Suasana lapangan basket SMA Jayabaya riuh, meski sedang diguyur hujan deras. Enam dari delapan orang, di sana sedang berlari saling berebut benda bulat oranye satu sama lain, mengabaikan teriakan kaum Hawa yang sedari tadi merusuh bak pedagang asongan di pasar. Setelan abu-abu putih sudah berganti atasan kaus oblong masing-masing, menyisakan celana seragam yang masih belum sempat diganti.

Sumpah, Kak Liam cakep bener.

Kak Bilal, aku padamu!!!!

Buset, Si Sena jago juga, baru tahu. Selama ini ke mana wae tuh bocah.

YA ALLAH, KAK WISNU!!!!

DEMI TUHAN, SAMBIL TUTUP MATA PUN IKHLAS LAHIR BATIN SIAPA AJA YANG BAKAL JADI JODOHKU. IKHLAS BANGET SIH.

Ghaffar menarik diri dari papan mading, sebelum mengekor presensi Rey yang kembali menarik hati.

Dua anak muda itu berangkat bersama lagi. Terhitung, sudah hampir satu minggu keduanya mulai saling bercengkerama. Seminggu itu juga, Ghaffar ditarik menuju kosan yang sempat Rey sebutkan. Di luar praduga, ternyata anak itu memilih kos karena dia kerja part time dari pulang sekolah sampai jam sepuluh malam. Tidak didapati libur di hari weekend sekalipun, justru yang ada malah lembur.

Kos Rey hanya berjarak empat ratus meter dari seolah, masuk di gang kecil, dan lebih sering laki-laki itu tempuh hanya dengan jalan kaki. Katanya sih, biar lebih sehat dan hemat.

Sejak itu juga, Ghaffar belum beranjak pulang ke rumah.

"Ternyata mereka se-famous itu," ucap Rey. Ia mendudukkan tubuhnya di bangku kantin paling ujung, setelah memesan soto kesukaannya.

Berhubung dari pagi ia juga belum mengisi asupan untuk cacing-cacing di perutnya, bersyukur pula jam-jam terakhir dikosongkan untuk seluruh rakyat sekolah dikarenakan agenda rapat dadakan guru. Itulah mengapa, ia melipir ke kantin barang sejenak, menghindari keributan di kelas yang sudah membuka lapak konser gratis dadakan. Sisanya, lari ke perpus atau UKS.

"Lo aja yang kurang jauh mainnya."

Ghaffar meletakkan mangkuk soto milik Rey, turut duduk di seberang sembari menikmati bakwan hangat.

"Ya, buat apa juga. Lagian aku baru beberapa bulan juga di sini, wajarlah kalau gak pernah lihat mereka." Rey mulai menyuapkan makanan dominan warna kuning tersebut. Di suapa ketiga, ia merasakan lidahnya mulai terasa hambar, seakan kenikmatan yang beberapa sekon lalu raib entah ke mana.

"Gue mau juga dong, kalau ada info loker. Bagi, ya?"

Rey mengernyitkan dahi.

"Ya, pengin mandiri juga kayak lo," sambung Ghaffar.

Rey hanya mengangguk sekilas. "Ntar kalau ada, aku kabari."

Soto yang seharusnya dapat menjadi salah satu makanan rekomendasi ketika cuaca dingin, kini di hadapan Rey seolah tidak berarti apa-apa. Lidahnya mendadak menolak makanan tersebut, ia hanya mengaduk-aduk menggunakan sendok kemudian.

Re-(Play)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang