2.7

9.8K 641 2
                                    

PRILLY'S POV

Handphone-ku berdering. Siapa yang menelfonku pukul 9 malam seperti ini? Di saat aku sudah ingin terlelap akibat kelelahan?

Ali.

Aku mengangkatnya. "Kenapa?" tanyaku. "Kalo ga penting, aku tutup."

"Sebelom kamu tutup, gue mau lo tau beberapa hal. Pertama, gue nembak lo karena dare. Kedua, sms yang tadi itu dibajak. Itu bukan gue. Bener. Dibajak sama Rob, temen sekelas gue yang kebetulan main ke rumah dan dia suka sama lo. Ketiga, gue emang nembak lo karena dare, tapi gak lama setelah itu, ada perasaan yang buat gue nyaman sama lo."

Ali menghela nafas berat. "Gue cinta sama lo. Jauh sebelum lo nemuin gue sama Gritte waktu itu. Gue jatuh cinta sama lo, karena dare bodoh waktu itu. Gue jatuh cinta sama lo, karena lo bikin gue nyaman."

"Lo udah bikin gue nyaman terlalu jauh. Gue sampe ga tega liat sms waktu itu. Gue tau lo udah berusaha untuk move on, atau malah udah. Tapi asal lo tau, gue ga pernah dan ga akan pernah move on. Gue udah terlanjur sayang, cinta, nyaman sama lo."

"Malam, Prill. Love you." Dua kalimat terakhir yang aku dengar langsung dari Ali. Suaranya terdengar seperti menahan sebuah tangisan.

Aku berusaha untuk menahan tangisku. Namun aku tak bisa. Aku menangis. Di malam hari. Menangis karena Ali. Bukan, bukan karena sms-nya tadi siang. Namun, karena ia mencintaiku. Lebih dari yang aku tau.

[/////]

ALI'S POV

"Grit.. Gritte.. Bangun," ucapku seraya menggoyangkan tubuh sepupuku itu. "Eng? Belom pagi, Li.. Masih gelap. Tar aja, ah.." Dasae kebo. Ia kembali tidur. Apa boleh buat.

Aku mengambil secarik kertas dan juga pulpen. "Gue udah nelfon Prilly dan jelasin semuanya. Ke kamar gue kalo mau tau. -Ali," tulisku.

"Gritt, liat meja belajar ya. Gue ninggalin kertas buat lo," bisikku.

Aku meninggalkan Gritte di kamarnya. Ya, ia sedang menginap di rumahku. Hanya untuk memastikan apakah aku benar-benar mengatakan yang sejujurnya pada Prilly atau tidak.

"Li? Ngapain dari kamar Its?" tanya Kaia, kakak perempuanku. "Idih panggilan lo, Kak, buat Gritte. Aneh." balasku. "Biarin. Jawab dulu pertanyaan gue." "Abis bangunin dia, tapi dia ga bangun." "Its tadi abis movie-marathon sama gue, jelas dia ngantuk. Capek. Jangan dibangunin."

"Ga nanya. Bodo. Dah ah mau tidur." Sementara itu, kudengar Kaia menghela nafas panjang. Mungkin kesal akan sikapku. Sikapku kerap kali berubah bersamaan dengan moodku yang juga berubah.

Prilly : Tunggu.
Prilly : Lo waktu itu bilang lo mabok.
Prilly : Dan tadi lo bilang seolah-olah lo sadar.
Prilly : Gue ga peduli tentang lo megang tangan Itte etc
Prilly : Yang gue peduliin adalah, kenapa lo harus bilang lo mabok padahal lo engga?
Prilly : Dann, kalo lo beneran nembak karena dare, kenapa lo terima itu?

Me : gue udah jelasin scr rinci ya pril.
Me : gue emang mabok
Me : gue stres wktu itu
Me : stres krn gue nyadar gue jth cinta sm lo
Me : dan wine wktu itu enak
Me : trserah mau prcaya ap ngga.

Prilly : Gapercaya tuh. Sayangnya.

Dasar, perempuan. Tau begini, aku tidak melakukan apa yang Gritte suruh. Ya, Gritte-lah dalang dari semua ini. Dalang yang hebat..

÷÷÷

Pendek, ya? Hahaha. Puasa-puasa males mikir (padahal bikin pas selesai buka puasa).

10 votes for next part?

I Can See Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang