PROLOG

266 143 33
                                    

☆☆☆

Hai, penulis 'Asing' disini. Perlu saya ingatkan bahwa penulis kisah ini memiliki nilai bahasa indonesia yang cukup jelek walaupun tidak sejelek itu, Namun maklumkan saja jika penulisannya berantakan. Karna kebetulan saya juga bukan pencipta bahasa indonesia atau Ahli bahasa.

Kisah ini didasarkan kisah nyata, namun semua nama tentu disamarkan, demi kenyamanan karakter asli dari kisah ini.

Semua alur terjadi di dunia nyata, tetapi memang ada beberapa bagian yang direkayasa.

Terimakasih banyak kepada readers yang mau mengsuport dan mem-vote cerita saya ini.

Kalau begitu, selamat menikmati cerita dari saya ini. Maafkan saja kalau penulisannya berantakan.

☆☆☆

Kelia dan Heinry telah bersahabat sejak kecil. Setiap momen bersama mereka seakan menjadi sapuan warna dalam kanvas persahabatan yang tak pernah berakhir. Namun, di balik setiap tawa dan canda, Heinry menyimpan rasa yang tak pernah bisa ia ungkapkan—rasa yang tumbuh menjadi cinta, jauh lebih dalam daripada persahabatan.

Bagi Kelia, Heinry adalah tempat paling nyaman, orang yang selalu ada di sisinya dalam setiap langkah hidupnya. Namun, ia tak pernah menyadari bahwa setiap kehadirannya hanya membuat Heinry semakin terperangkap dalam perasaan yang tak tersampaikan. Seiring waktu, perasaan Heinry semakin sulit dibendung, hingga tiba saatnya ia harus memilih untuk menyimpan perasaannya untuk selamanya, atau mengambil risiko merusak segalanya.

Dan di sini mereka berdua, tempat paling di sukai oleh sang gadis cantik dengan rambut sebahu serta poni yang terpotong rapi. Pantai adalah tempat terindah menurut Kelia Kayshila, karena di sana lah matahari akan menunjukkan semburat oranye miliknya yang begitu indah.

Lamunan Kelia buyar ketika ada suara yang memanggilnya.

"Hei, Kel." Suara Heinry terdengar lirih, nyaris tenggelam oleh debur ombak di pantai tempat mereka biasa duduk.

Matahari senja menorehkan warna jingga di langit, seolah melukis sesuatu yang tak akan pernah hilang.

"Hm? Ada apa?" Kelia menoleh, tersenyum seperti biasa—senyuman yang selalu membuat Heinry merasa seolah semua baik-baik saja, padahal tidak.

"Pernah nggak, kamu ngerasa... ada sesuatu yang nggak bisa kamu ungkapin?" Heinry memandang lurus ke depan, menghindari tatapan Kelia.

"Maksudnya?"

"Kayak... sesuatu yang kamu tau harus kamu simpen sendiri, karena kalau kamu ngomongin, semuanya bisa berubah... mungkin selamanya."

Kelia tertawa kecil, menatapnya dengan bingung. "Kamu aneh banget sih, ngomong gitu. Kita kan selalu bisa ngomongin apa aja. Nggak ada yang perlu disimpen-simpen, kan?"

Heinry terdiam. Ada jeda panjang di antara mereka. Lalu, dengan suara yang hampir berbisik, ia berkata, "Mungkin nggak semua hal."

Kelia mengernyitkan dahi, tapi sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, Heinry berdiri dan berkata, "Ayo, balik. Udah mulai gelap."

Dalam hati, Heinry berharap kegelapan itu bisa menyembunyikan perasaannya sedikit lebih lama. Tapi ia tahu, waktunya akan tiba—entah kapan, entah bagaimana, lukisan ini akan berubah.

☆☆☆





ENDLESS PAINTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang