2. Pria Tampan yang Baik

457 86 7
                                    

Gempa menghela nafas. Saat ini dia sedang bersandar di sofa, baru saja makan malam. Hampir semua perabotan di apartemennya baru, masih dengan label harga yang terpasang dengan plastiknya. Membuat usaha Gempa untuk membereskan tempat tinggal barunya semakin lama.

Belum semuanya sudah Gempa kemas. Hanya barang-barang di kamar dan kamar mandi. Di ruang tamu, dia hanya membuang plastik sofa dan menyusun meja di tengahnya, televisi dan lemari buffet belum dia rapikan. Di dapur juga hanya peralatan makan dan teko yang dia keluarkan. Sisanya belum.

Rasanya melelahkan untuk membereskan semuanya sendirian. Memang Keira dan Kei sudah bilang untuk melapor pada mereka kalau butuh bantuan, tetapi Gempa tidak pernah puas pada hasil pekerjaan orang lain.

Ponselnya berdering. Gempa membaca nama kontaknya, itu Boss. Dengan segera ia mengangkat panggilan itu. "Halo Boss?"

"Bagaimana apartemenmu? Puas?"

Gempa menoleh ke sekeliling. Tempat tinggal barunya tidaklah begitu modern, itu minimalis. Ada dua kamar, satu kamar mandi, dapur, ruang tamu, dan gudang. "Un, puas." Tidak ada kebohongan di jawabannya.

"Baguslah kalau begitu." Terdengar tawa kecil dari ujung seberang. Gempa tidak berkomentar apa-apa. Dia hanya duduk diam menatap dindingnya yang kosong.

"Sekolahmu dimulai lusa nanti, besok beristirahatlah dulu. Atau mungkin kau akan menemukan sesuatu baru. Atau membeli sesuatu. Bersosialisasi lah, cari teman."

".... Boleh?"

"Tentu saja. Kau bebas, Gem. Selama kau tetap menjadi murid baik dan tidak membeberkan identitasmu tentang gang. Kau bebas melakukan apapun yang kau inginkan."

Gempa terdiam mendengarnya. Dia menatap dinding rumahnya yang kosong. Memikirkan sebuah hobi baru yang terlintas di kepalanya. "Boleh aku membeli peralatan melukis?"

"Tentu. Mau kakak pesankan yang bagaimana?"

"Itu..." Gempa menjilat bibir bawahnya. Mencoba melawan keraguan yang ada di hatinya. Keheningan pihak lain membuatnya semakin takut. Ujung jarinya mulai terasa dingin, dadanya perlahan terasa sesak.

Seolah tahu, Boboiboy akhirnya bersuara. "Shh, it's okay, dear. Katakan yang kau inginkan." Suaranya menjadi lebih lembut. Ia membisikkan kata-kata penenang yang perlahan membuat Gempa akhirnya kembali tenang.

Perlahan Gempa membaringkan tubuhnya ke sofa. Gerakannya kaku, karena tidak pernah dia mencoba melakukan hal ini. Tetapi Boss telah bilang untuk membaringkan tubuhnya, jadi dia melakukannya.

Ponselnya terletak di samping kepala Gempa. Terdengar senandung dari speaker ponsel, menandakan pihak lain yang melakukannya. Setelah beberapa saat, akhirnya Gempa berhasil meyakinkan dirinya untuk berbicara.

"Aku ingin membelinya sendiri... Kalau boleh."

"Tentu saja sayangku. Akan kakak kirim uangnya setiap bulan ke rekeningmu, oke?"

"Un, ote." Gempa tertawa kecil. Suaranya terdengar seperti anak kecil, tetapi Boss ikut tertawa karenanya. Gempa menyukainya. "Terima kasih, Kak..."

"Your welcome, my dear. Sudah dulu ya, Reverse mulai bertingkah lagi di luar."

Itu artinya mood boss sedang baik. Gempa tersenyum, berpikir bahwa Boss sedang bahagia karenanya. Memikirkan hal konyol itu, ia menggeliatkan badannya dan tersenyum simpul, merasa malu sendiri. Walau tahu Boss tidak akan melihat senyumannya. Tetapi Gempa ingin tersenyum, dan dia ingat Boss bilang itu hal yang baik untuk dilakukan ketika merasa senang.

Gempa senang.

Begitu panggilan di matikan, Gempa kembali disambut dengan keheningan apartemen. Senyumnya luntur. Seketika tubuhnya terasa dingin, padahal sebelumnya sangat hangat.

(Don't) Trust UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang