Hari yang ditunggu-tunggu sekaligus tidak diharapkan kedatangannya oleh Jeongwoo akhirnya tiba. Saat ini dia tengah menggenggam erat tangan kanan Yedam, mengurangi rasa gugup yang sejak semalam terus mengganggunya. Sudah dua hari dia tidak belajar, karena takut malah blank kalau dipaksakan. Dan hari ini adalah babak penentuan atas semua kisah jungkir baliknya selama sebulan ini.
"Jeongwoo, lepas. Kita beda ruangan."
Jeongwoo masih erat menggenggam tangan Yedam. Padahal mereka harus masuk kelas masing-masing karena lima belas menit lagi olimpiade akan dimulai. Jeongwoo masih gugup, di dalam sana tidak ada yang dia kenal. Mau sama Yedam aja biar Jeongwoo bisa tanya jawaban ke Yedam.
"Gue takut, Dam."
Yedam tau jika Jeongwoo sedang dilanda kekhawatiran. Jadi dia memegang kedua pundak Jeongwoo untuk menyalurkan perasaan tenang. Dia sendiri sebenarnya juga gugup, tapi setidaknya dia pernah mengalami situasi seperti ini sebelumnya. Tidak seperti Jeongwoo yang benar-benar baru mengenai hal ini.
"Kamu bisa, Jeongwoo."
Setelah itu, Yedam pergi menuju ruangan matematika. Meninggalkan Jeongwoo yang masih berdiam diri di depan kelas Fisika. Tangan yang bergetar itu dia genggam, berharap akan berhenti mengeluarkan keringat dingin. Hembusan nafas terdengar keras dari mulutnya.
"Lo pasti bisa, Park Jeongwoo. Oke, semangat!"
Sepertinya hari ini Jeongwoo sedikit beruntung. Dia mendapatkan tempat duduk di bangku belakang. Tapi tetap saja dia gugup, tidak ada satu pun yang dia kenal di sini. Lalu ketika soalnya dibagikan, Jeongwoo rasanya mau nangis saja. Susah banget, sumpah. Rasanya semua materi yang dia paksa masuk ke dalam kepalanya tidak ada yang bisa diajak kerja sama. Ambyar semua.
Jeongwoo berjalan lesu ke arah Yedam yang sudah menunggunya dengan senyum sumringah di depan sana. Kondisi keduanya sangat berbeda. Jeongwoo yang mengusap matanya karena baru saja menangis setelah tidak ada satu soal pun yang dapat dia kerjakan. Sedangkan Yedam, bisa tidak bisa dia tetap tersenyum. Entah untuk dirinya sendiri atau hanya untuk menenangkan Jeongwoo yang sedih.
"Yedam, huwaaaa!"
Begitu bertemu, Jeongwoo langsung memeluk Yedam sambil menangis kencang. Tidak peduli jika mereka masih di sekolah orang dan dilihat banyak orang. Jeongwoo hanya ingin meluapkan semua kekesalan di dalam dirinya.
Yang malu Yedam, jelas. Tangan kanannya dia gunakan untuk membalas pelukan Jeongwoo sambil menepuk pelan punggung Jeongwoo. Tangan kirinya dia gunakan untuk menutupi wajahnya agar tidak terlihat dari pandangan orang-orang. Meskipun begitu, Yedam tetap menemani Jeongwoo hingga anak itu selesai menangis.
"Pusing."
"Ya lagian kamu abis mikir keras malah nangis. Tambah pusing kan kepalanya."
Yedam membantu memijat pelipis Jeongwoo. Berharap perbuatannya itu bisa membantu Jeongwoo meredakan pusing di kepalanya. Sedangkan Jeongwoo diam, menunduk, dan menikmati pijatan yang Yedam berikan. Perlahan rasa pusing di kepalanya mulai mereda.
"Dam."
"Hm."
Jeongwoo menatap Yedam yang masih serius memijit kepalanya. Kenapa di saat Jeongwoo sudah menangis dua kali dan merasakan pusing yang sangat amat ini, Yedam justru terlihat baik-baik saja. Jeongwoo heran, apa rahasia Yedam untuk tetap terlihat tenang di saat banyak beban yang dia pikul.
"Temenin gue nyari orang dong."
"Siapa?"
"Random aja. Gue lagi pengen nonjok orang -akh!"
Jeongwoo sampai bergeser dari tempatnya berdiri gara-gara Yedam yang baru saja menoyornya. Lagian Jeongwoo ini cara pelampiasan emosinya aneh banget. Masa tiba-tiba mau pukul orang. Ya kalau orangnya diam setelah dipukul tidak masalah, nah kalau orang itu tidak terima kan Jeongwoo juga yang repot.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO BOYS!
FanfictionDi sebuah sekolah bernama SMA Harta, terdapat dua belas siswa yang tidak saling kenal akrab, tapi selalu terhubung. Kedua belas siswa tersebut memiliki peran masing-masing untuk nama sekolah. Ada yang berhasil membanggakan sekolah dan ada pula yang...