Bukan Dia

37 8 0
                                    

Sudut pandangnya aku ganti ya, eheheh

Happy reading guys, semoga suka.

*****

Hari ini tepat minggu pagi, Bumira asik menatap pemandangan dari atas balkon. Ia ingin pulang, tentu saja, tapi rasanya sangat sulit keluar dari belenggu yang diciptakan oleh Ranggadat! Alias Rangga bodat.

Jujur Bumi lapar, cuma males turun apalagi liat wajah tampan Rangga yang kadang bikin dia takut. Bumi menghela napas panjang, mengusap air mata yang turun tiba-tiba.

“Bumi mau ikut Bapak aja. Bapak pergi kok Bumi ditinggalin, sih?!” kesal. Seberapa keras ia menutupi rasa sesak dan sesalnya selama ini, tetap tak mampu ia tutupi.

Bumi menangkupkan wajahnya ke dalam lipatan kakinya. Menangis ditemani angin pagi yang dapat membuat masuk angin sungguh menyenangkan. Bahkan, dapat menambah suasana sakit di dadanya.

Hening, hanya ada angin yang terus menyapa kulit Bumi. Hingga suara pintu balkon terbuka dan menimbulkan suara berat yang amat Bumi kenal.

“Bum—” perkataannya terpotong saat melihat Bumi berjengit menjauhinya.

Itu Rangga, yang berniat mengajak Rangga untuk sarapan lantaran waktu sarapan sebentar lagi habis. Namun, ia malah dibuat kaget dengan perlakuan Bumi barusan, terlebih waktu melihat mata basah milik adik kecilnya.

Rangga sontak mendekat, ingin merengkuh tubuh kurus Bumi yang tampak tidak baik, tapi lagi-lagi Bumi menjauh dan menepis tangan Rangga dengan kasar.

“Jangan! Bumi gak mau, ampun.” ia menangis.

Bumi tak masalah jika dijuluki lelaki cengeng, ia tak masalah dikatakan lelaki lemah. Ia takut jujur saja. Ini traumanya! Hal yang telah lama tak muncul malah kembali pada waktu yang tidak tepat! Sial!

Oke, Rangga mundur, ia cukup tau masalah yang dialami Bumi saat ini. Itu pasti menyangkut masa lalu yang pernah ia toreh.

“Bumi kenapa, hm?”

Bumi menggeleng, ia juga tak tau. Ia tak mau ingat masa kelamnya, ia sungguh murka dan merasa kotor.

Jika boleh berkata lagi, ini semua termasuk dalam kesalahannya. Traumanya kembali lantaran ia nekat membaca salah satu buku mengenai pelecahan yang ia beli tempo lalu, itu sebabnya rasa traumanya kembali muncul dan menggerogoti pikirannya.

“Bumi gak mau, sakit,” isaknya semakin keras. Ia luruh, ke lantai dingin di sana. Menunduk sembari menjambak kuat rambutnya untuk mencoba menghilangkan potongan demi potongan memori buruk di kepalanya.

Kau nikmat, Bumi. Kau hanya milikku, ingat itu!”

“Ahh! Sa-sakit, berhenti ...”

“Lihatlah, bahkan kau menikmatinya dengan desahanmu,”

“Sakit, Bu-Bumi mohon, berhenti.” Ntah sudah tangis yang keberapa, tapi kegiatan gila itu tak mampu menghentikannya dari siksaan yang ia dapatkan.

“Aaah! Sakit! Berhenti!”

Itu teriakan Bumi yang sangat nyata terdengar di telinga Rangga, ia mendekati dengan cepat, merengkuh Bumi dalam dekapannya. Mengusap pundak bergetar itu dan menggumamkan kata penenang.

“Hei, tenang Bumi. Abang di sini, gak ada yang mau lukai Bumi,”

Rangga sadar, bahwa ialah pembawa luka itu, tapi kendati begitu ia tak punya stok kata yang bisa ia lontarkan sebagai penenang untuk Bumi. Ia hanya orang yang salah menurut Bumi.

*****

Sejak hari itu, Bumi mulai rutin buat datang konsultasi pada salah satu Psikolog kenalan Papa. Selama dua bulan dia rutin konsultasi dan keadaannya semakin membaik.

Dalam kepala ia tanam kalau rasa trauma harus dia hadapi gimana pun caranya, selama dua minggu belakangan ia mulai tenang saat bertemu dengan Rangga. Ia paham, ini bukan salah Rangga.

Bumi sadar, setelah rutin konsultasi ingatannya seakan mengembalikan memori masalalu dan beberapa ingatan yang sempat ia lupakan.

Pelaku bukan Rangga, melainkan kembarannya yang sempat tinggal di luar negeri bersama neneknya. Ia bukan dibuang, hanya tak mau ikut dengan orang tuanya yang kala itu dilanda kesusahan.

Bumi melihat sendiri, bagaimana kembaran Rangga mendekam di jeruji besi, hotel prodeo di salah satu kota tempat tinggalnya.

Dengan begitu, selama dua bulan itu pula ia menjauhkan diri dari Rangga, meskipun ia memutuskan untuk tinggal di sana lantaran paksaan sang Papa angkat.

“Maafin Bumi, ya. Bumi kambuh lagi,” katanya sendu.

Ia memeluk tubuh yang memeluknya dengan erat, menikmati afeksi hangat dari tubuh Rangga.

Taman belakang rumah hari ini banyak dikunjungi berbagai hewan lucu, mulai dari kucing hingga beberapa burung yang berterbangan.

Bumi mendongak, melihat rahang tegas milik Rangga, tak ada respon apapun dari pemuda itu. “Kalau Bumi bilang maaf, harusnya Abang jawab iya!” kesalnya.

“Bawel, diem deh abang tuh lagi rindu peluk kamu.”

Duh, kok Bumi jadi malu ya waktu Bang Rangga ngomong gitu. Ia jadi sembunyiin mukanya di ketek Rangga, wangi kok ga bau.

“Dua bulan loh abang nunggu Bumi, dan abang bersyukur Bumi masih ingat.”

“Itu janji Bumi, bener kan?”

Rangga cuma ngangguk, memejamkan mata sambil memeluk Bumi lebih erat. Ia rindu, jujur saja. Sejak saat itu ia hanya mampu melihat Bumi dari jauh tanpa berani merengkuh.

Jika dikatakan Rangga kasar, maka jawabannya iya. Ia sulit mengontrol emosinya yang terkadang acak-acakan, tapi ia tak akan sebodoh itu untuk menyakiti adik tersayangnya.

“Bang Angga sayang Bumi,”

Hari itu, menjadi sore yang hangat untuk keduanya. Rangga yang dua bulan belakangan tampak semakin kurus lantaran tak selera makan akibat masalah yang melanda.

Bahkan, tugas osisnya sempat ia turunkan pada si wakil agar dikerjakan dengan baik. Pikirannya kacau.

Rangga terpejam, tak ada pergerakan selama 15 menit mereka terdiam. Bumi mulai merasakan beban di tubuhnya sebab ia merasakan tubuh lemas Rangga yang bertopang padanya.

Buru-buru ia membaringkan Rangga pada rumput hijau di sana. Wajahnya panik, Bumi tak pernah melihat Rangga selemah ini.

“Bang Angga, bangun yuk. Kata Papa kalau tidur di luar nanti masuk angin,”

Bohong kalau ia mengatakan itu dengan tenang, hatinya tak karuan. Ia menepuk pipi Rangga berulang kali sambil menyerukan namanya. Namun, Rangga tak merespon apapun. Wajahnya tampak semakin pucat, membuat Bumi dengan cepat menelpon sang Papa agar segera pulang dengan begitu panik.

*****

Vote dan komen juseyooo

Makasih bgt buat yang komen kemarin, kamu orang pertama dan buat aku mau lanjut ini cerita ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BumiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang